Senin, 1 September 2025

Kapan Anak Dikatakan Anemia? Berikut Penjelasan Dokter

Anemia defisiensi besi sering kali dianggap sepele. Padahal dampaknya bisa menentukan masa depan seorang anak.

Tribunnews.com/ Rina Ayu
ANEMIA - Berikut ini anak yang berisiko mengalami kekurangan zat besi sehingga memicu anemia. Mulai dari prematur hingga terlalu banyak minum susu tanpa fortifikasi atau gizi tidak seimbang. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM,JOGJAKARTA - Kapan anak dikatakan anemia? Berikut penjelasan 
dokter spesialis anak, dr. Devie Kristiani Sp.A.

Anemia merupakan penyakit dengan kondisi ketika tubuh mengalami kekurangan sel darah merah yang sehat, atau ketika sel darah merah tidak berfungsi dengan baik.

Anemia defisiensi besi sering kali dianggap sepele. Padahal dampaknya bisa menentukan masa depan seorang anak.

Baca juga: Menteri PPPA Minta Para Orang Tua Memperhatikan Pemenuhan Gizi Anak untuk Cegah Anemia

Secara fisik, anak-anak yang mengalami anemia sulit dideteksi.

Namun jika ada menemui anak-anak letih, lesu, lemah itu bisa jadi tanda mengarah anemia.

Selanjutnya ada pertumbuhan anak yang melambat lantaran pembentukan otot anak dipengaruhi oleh zat besi.

"Kalau melihat anak sering tidur, lemas dan lambat jika merespons sesuatu itu curiga bisa anemia," kata dia dalam sesi talkshow 71 tahun SGM Menutrisi Indonesia di Yogyakarta, Rabu (27/8/2025).

Hal lainnya adalah telapak tangan anak pucat. Sayangnya, jika melihat telapak tangan anak pucat maka itu kondisi anemia tahap lanjut.

Lebih lanjut Devie menjelaskan, anemia pada anak bisa ditegakkan dengan skrining anemia.

"Seseorang anak dikatakan anemia jika hemoglobin atau HB-nya menyentuh angka 11," tutur dr Devie.

Dampak Anemia

Kondisi akibat kekurangan zat besi ini banyak dialami oleh anak Indonesia. 

Anemia dapat mempengaruhi perkembangan kognitif dan kemampuan berpikir anak
 
Zat besi berperan dalam pembentukan neurotransmitter penting di otak yang memengaruhi konsentrasi, daya ingat, dan semangat belajar.

Anak yang berisiko kekurangan zat besi juga memiliki kemampuan psikomotor yang lebih rendah sehingga berpengaruh terhadap prestasi belajar anak di sekolah. 

Pencegahan sejak dini mulai dari kehamilan, pola makan kaya zat besi dan vitamin C, hingga pemeriksaan berkala melalui deteksi dini dengan alat skrining dan monitoring asupan zat besi adalah investasi terbaik. 

Penelitian pada anak umur 1-3 tahun di Jakarta juga menunjukkan, konsumsi susu pertumbuhan berperan signifikan dalam membantu melengkapi nutrisi harian selain dari makanan dan memenuhi kebutuhan zat gizi penting anak, termasuk zat besi, zinc, kalsium, vitamin B12, vitamin C, dan vitamin E, dibandingkan susu cair biasa. 

"Dengan demikian, pemenuhan nutrisi yang tepat dapat menjadi langkah efektif untuk mencegah anemia sekaligus mendukung tumbuh kembang optimal anak,” papar kata dia

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan RI tahun 2018, prevalensi anemia pada anak usia 6-59 bulan mencapai 38,4 persen artinya satu dari tiga anak Indonesia berusia di bawah lima tahun kekurangan zat besi.

Indonesia menjadi salah satu dari lima negara dengan prevalensi anemia tertinggi di Asia Tenggara. 
 
Corporate Communications Director Danone Indonesia, Arif Mujahidin menyampaikan, pemenuhan nutrisi lengkap merupakan fondasi penting bagi tumbuh kembang optimal anak yang akan mewujudkan Generasi Emas Indonesia.

Tidak hanya berfokus pada pemenuhan gizi, Sarihusada juga konsisten menerapkan prinsip keberlanjutan dalam setiap operasionalnya. 

Diantaranta penggunaan energi terbarukan melalui Boiler Biomassa dan pemanfaatan abu sekam sebagai pupuk. (Tribunnews.com/ Rina Ayu Pancarini)

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan