Kamis, 6 November 2025

Program Makan Bergizi Gratis

Ahli Gizi Soroti Efektivitas Program MBG, Perlu Monitoring di Satuan Pendidikan

Program MBG disorot ahli gizi. Perlu monitoring mendalam untuk menjawab tantangan gizi buruk di Indonesia.

Penulis: Choirul Arifin
Tribunnews.com/Ist
DAPUR SPPG — Sejumlah petugas menyiapkan menu Makan Bergizi Gratis (MBG) di salah satu dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau Dapur MBG, Jakarta, belum lama ini. Meski mendapat dukungan Menteri Keuangan, program ini dinilai belum bisa berjalan maksimal karena anggaran masih tertahan. 

Untuk mengukur adanya perubahan perilaku pola makan sehat di sekolah, dilakukan evaluasi makanan yang habis atau tidak habis dikonsumsi secara berkala. Selain itu sekolah juga diharapkan untuk mengumpulkan data jumlah makanan tidak layak konsumsi,  hingga pelaporan jumlah kejadian tak terduga, termasuk insiden keamanan pangan yang terjadi di sekolah. 
Panduan evaluasi ini tertuang dalam Panduan Implementasi Program MBG di Satuan Pendidikan yang disusun Kemendikdasmen (2025). 

Selain itu, dalam upaya mengukur dampak MBG, sekolah dihimbau untuk melakukan pengukuran tinggi badan, berat badan, serta indeks massa tubuh siswa setiap enam bulan sekali. 

Selain itu, sekolah juga diwajibkan mengukur perubahan perilaku  siswa tentang gizi dan perilaku hidup bersih dan sehat di sekolah.

Melalui panduan tersebut, harapannya pengumpulan data yang komprehensif seperti, data jumlah penerima manfaat, data menu MBG, data food waste, dan status gizi sebelum dan setelah MBG berjalan, menjadi basis data sangat penting untuk evaluasi kebijakan. 

Apabila memang hasilnya positif, hal tersebut menjadi validasi bahwa MBG adalah program yang baik dan perlu dipertahankan.

SDM dan Keamanan Pangan

Peran ahli gizi dalam program ini pun menjadi sangat krusial, baik untuk memastikan gizi seimbang maupun keamanan pangan terimplementasi dengan baik. Namun, beban kerja yang tidak ideal menjadi tantangan yang perlu segera diperbaiki. 

“Sejauh yang saya dengar dengan rasio 1 ahli gizi untuk memantau 3000-4000 porsi itu sangat berat. Beban ini berpeluang membuat terjadinya insiden keamanan pangan. Namun regulasi baru yang saya dengar telah membatasi produksi maksimal 2000 porsi pada Satuan Penyediaan Pangan Bergizi (SPPG). Ini adalah langkah perbaikan yang baik, karena bisa mengurangi beban kerja dan risiko keamanan pangan,” ujar Rizal.

Menurutnya, MBG perlu diintegrasikan dengan edukasi gizi kepada anak dan keluarga. Di luar menyiapkan menu MBG, peran ahli gizi untuk mengedukasi siswa menjadi penting. Dengan begitu pemahaman yang baik tentang pola makan dan gizi seimbang bisa terbangun

“Ini program baru sehingga masih banyak tantangan yang perlu dibenahi, termasuk memberikan masukan yang baik sangat dibutuhkan.” tutup Rizal.

Program MBG adalah program besar yang melibatkan banyak pihak. Dengan kolaborasi, implementasi tepat, serta monitoring ketat, program ini memiliki potensi besar untuk menjadi pondasi kokoh dalam mencetak generasi emas Indonesia 2045 yang sehat, cerdas, dan produktif.(tribunnews/fin)

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved