Program Makan Bergizi Gratis
Ahli Gizi Soroti Efektivitas Program MBG, Perlu Monitoring di Satuan Pendidikan
Program MBG disorot ahli gizi. Perlu monitoring mendalam untuk menjawab tantangan gizi buruk di Indonesia.
Ringkasan Berita:
- Indonesia menghadapi beban gizi ganda atau triple burden of malnutrition yang mencakup stunting, anemia dan obesitas yang semakin meningkat.
- Stunting selain membuat pertumbuhan tinggi badan anak terganggung, juga berdampak luas pada penurunan kualitas hidup, dan tingkat kecerdasan.
- Program MBG perlu diintegrasikan dengan edukasi gizi kepada anak dan keluarga.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Praktisi kesehatan berpendapat Program Makanan Bergizi (MBG) yang kini dijalankan Pemerintah tidak hanya menjawab tantangan gizi buruk di Indonesia tapi menjadi investasi jangka panjang untuk mencetak sumber daya manusia menyongsong Indonesia Emas 2045.
Baca juga: Gapembi Riau Dilantik, Fokus Awal Sertifikasi Dapur dan Koordinasi Program Gizi
Mochammad Rizal, MS, RD, ahli gizi yang tengah menempuh studi PhD pada bidang International Nutrition, Cornell University, New York, AS, mengatakan, Indonesia menghadapi beban gizi ganda atau triple burden of malnutrition yang mencakup stunting, anemia dan obesitas yang semakin meningkat.
Fenomena tersebut terutama terjadi pada anak-anak dari keluarga ekonomi menengah ke bawah. Permasalahan stunting, ternyata tidak hanya tentang tinggi badan, tetapi berdampak luas pada penurunan kualitas hidup, tingkat IQ dan potensi daya ekonomi anak di masa depan.
Hal ini secara langsung mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia dalam jangka panjang.
“Jadi permasalahan gizi yang ingin kita atasi saat ini bukan hanya tentang tinggi badan. Oleh karena itu pemerintah mengklaim bahwa MBG adalah investasi jangka panjang untuk Indonesia emas 2045,” kata Mochammad Rizal dikutip Minggu, 2 November 2025.
Dia menjelaskan, secara ideal, intervensi gizi yang paling spesifik untuk mengatasi masalah stunting secara langsung adalah menyasar target ibu hamil hingga anak usia dua tahun.
Sementara, masalah utama yang ingin dijawab MBG adalah memastikan akses pangan bagi anak-anak dari keluarga menengah ke bawah. Jika dijalankan dengan tepat sasaran, konsisten, dan menyajikan makanan bergizi berkualitas, MBG dapat memberikan dampak berantai yang positif. Dampak yang paling utama adalah peningkatan kesehatan dan gizi.
“Dalam jangka pendek yang bisa kita saksikan adalah peningkatan status gizi dan kesehatan anak akan meningkat, seperti misalnya penurunan angka anemia. Anak-anak yang tumbuh sehat hari ini, kelak akan melahirkan generasi yang bebas stunting.” jelas Rizal.
Selain peningkatan taraf kesehatan dan status gizi, hal lain yang menjadi harapan dari MBG adalah dapat memotivasi anak untuk semangat datang ke sekolah.
Dengan perut terisi makanan bergizi, konsentrasi belajar diharapkan meningkat.
Program ini juga diharapkan mampu mendongkrak produktivitas rantai pasok pangan lokal, seperti petani, nelayan, dan katering lokal.
Namun begitu, implementasi MBG di lapangan tidak lepas dari berbagai tantangan kompleks.
Kebiasaan makan anak sekarang yang terbiasa mengkonsumsi Ultra Processed Food (UPF) seperti snack, permen, serta makanan tinggi gula, garam, dan lemak menjadi tantangan.
“Menu MBG yang ideal justru berisiko tinggi tidak dihabiskan (food waste). Sebaliknya, memberikan menu berbasis UPF seperti nugget ataupun sosis, agar makanan habis, justru mengalihkan tujuan utama pemenuhan gizi dari program ini. Perlu strategi bertahap untuk mengubah perilaku makan siswa saat ini,” ujar Rizal.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.