Jumat, 12 September 2025

Lestari Moerdijat: Perlu Gerak Bersama Wujudkan Ekonomi Sirkular Cegah Dampak Fast Fashion

Lestari Moerdijat menjelaskan bahwa diperlukan gerak bersama untuk mewujudkan ekonomi sirkular sebagai bagian upaya untuk menekan dampak pemanfaatan f

Editor: Content Writer
Istimewa
Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat. 

Sehingga, tambah dia, masyarakat harus memiliki kesadaran dampak yang akan ditimbulkan terkait pilihannya.

Masyarakat, menurut Petty, harus diberi pemahaman terkait cost per used. Fenomena fast fashion yang mengadopsi tren itu merupakan langkah yang kurang bijaksana.

Diakui dia, thrifting itu bagian dari ekonomi sirkular. Namun, tegas Petty, thrifting yang terjadi di Indonesia saat ini sudah melampaui batas dan mayoritas produknya sampah.

"Fenomena fast fashion akan selalu ada sehingga harus dikelola dengan lebih bertanggung jawab," jelasnya.

Founder & CEO Pable, Aryenda Atma mengungkapkan dengan jumlah penduduk yang lebih dari 200 juta dan memiliki industri fashion yang produktif, Indonesia memproduksi limbah tekstil 2,3 juta ton yang 80%-nya berakhir di tempat pembuangan akhir sampah.

Menurut Aryenda, bila tidak ada rencana aksi sirkular sesegera mungkin, pada 2030 diperkirakan limbah tekstil yang dihasilkan Indonesia bisa mencapai 3,9 juta ton.

Dia mendorong, para pemangku kepentingan segera direalisasikan pemanfaatan material-material yang ramah lingkungan sebagai bahan dasar fashion. Sehingga, jelasnya, limbah pascakonsumsi bisa dengan mudah diolah kembali.

Diakui Aryenda, satu merek fashion multinasional di Indonesia menghasilkan limbah perca 245 ton per bulan.

Pemanfaatan drop box, tegas dia, saat ini belum menjadi solusi dalam proses ekonomi sirkular tekstil, karena masyarakat belum teredukasi dengan baik dalam pengaplikasiannya.

Aryenda menilai, sudah waktunya masyarakat mengedepankan material daur ulang dalam pemilihan fashion.

Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Endang Warsiki mengungkapkan berdasarkan riset yang dilakukannya serat kain itu terdiri dari banyak komposisinya, seperti katun dan polyester, yang bisa dikembalikan ke bentuk semula dengan berbagai cara.

Jadi, ujar Endang, daur ulang kain bisa menghasilkan sejumlah bahan dasar serat kain dengan mengubah bahan polymer menjadi monomer dan mengupayakan menjadi serat yang biodegradable.

Proses mengubah bahan-bahan polymer menjadi monomer, tambah Endang, berpotensi membuka lapangan kerja baru dari berton-ton limbah tekstil.

Sementara itu, wartawan senior Saur Hutabarat menilai untuk mewujudkan ekonomi sirkular di sektor tekstil teknologinya sudah tersedia. Bahkan, ujarnya, sudah ada teknologi untuk mengubah serat kain menjadi materi awalnya.

Tantangan yang utama, menurut Saur, ada dua hal, pertama yaitu perubahan gaya hidup yang intinya mengubah pandangan dari more is less menjadi less is more.

Yang kedua adalah melembagakan ekonomi daur ulang sampai ke tingkat warga. Saur menilai mekanisme drop box dalam penerapan ekonomi daur ulang harus terus digalakkan, lewat komunikasi kepublikan yang masif.

Baca juga: Adaptasi Perkembangan Global, Lestari Moerdijat: Upaya Ekosistem Pendidikan Nasional Harus Konsisten

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan