Lestari Moerdijat: Patriotisme Perempuan Harus Mampu Mendorong Kemajuan Bangsa
Patriotisme perempuan harus mampu dibangkitkan agar mampu mendorong semangat bersama untuk memperjuangkan hak-haknya dalam mengisi kemerdekaan.
Editor:
Content Writer
Sehingga, ujar dia, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan dalam hal penerapan kesetaraan gender di tanah air.
Social Entrepreneur Nicky Clara mengungkapkan terlahir sebagai perempuan disabilitas menghadapi tantangan yang berlapis-lapis.
Stigma terkait perempuan dan disabilitas sangat kuat. Bahkan di sejumlah daerah, perempuan dengan disabilitas sampai dikurung.
Menurut Nicky, bila tidak mengikutsertakan perempuan dalam pengembangan ekonomi, negara akan kehilangan. Tetapi, tambah dia, faktanya hanya kurang dari 30 persen perempuan yang melek keuangan.
Karena itu, ujar Nicky, upaya pemberdayaan perempuan di sektor ekonomi merupakan langkah yang penting.
Peneliti BRIN, Irine Hiraswari Gayatri berpendapat, gerakan perempuan itu berkembang sesuai zamannya, tetapi ada yang konsisten dalam setiap perjuangan itu yaitu militansi.
Diakui Irine, keberhasilan gerakan perempuan seringkali bergantung pada faktor lokal dan global. Selain itu, tambah dia, juga menghadapi tantangan dalam konteks kondisi sosial dan ekonomi.
Menurut dia, sejumlah langkah afirmasi di bidang politik itu sejatinya upaya untuk mengakselerasi keterwakilan perempuan di parlemen.
Namun, disayangkan upaya itu tidak dibarengi dengan pendidikan politik yang memadai bagi perempuan.
Pada kesempatan itu, wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat, saat ini di Kabinet Merah Putih terdapat 5 menteri perempuan dan 9 wakil menteri perempuan.
Kondisi itu, sesuatu yang belum pernah terjadi. Bila itu berhasil, di masa depan kita akan punya 9 menteri perempuan.
Tetapi, ujar Saur, ada juga bidang-bidang yang tidak pernah dijabat oleh perempuan, sekarang dijabat perempuan, seperti Wakil Menteri Pekerjaan Umum, Wakil Menteri Dalam Negeri, dan Wakil Menteri Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi. "Bila angle itu yang dipakai saya tidak melihat ada regresi," ujar Saur.
Baca juga: Lestari Moerdijat: Butuh Komitmen Kuat Semua Pihak untuk Permudah Akses Belajar Bagi Anak Bangsa
Saur khawatir, label yang dibuat terhadap perempuan dan laki-laki itu memperkuat diskriminasi.
Sebagai contoh, tambah Saur, kata bangsawan tidak ada bangsawati, negarawan tidak ada negarawati, rupawan tidak ada rupawati.
"Mengapa sampai ke kita ada kata taruna dan taruni? Taruna itu berasal bahasa Pali rumpun Indo Arya yang artinya muda," ujarnya.
Jadi, tegas Saur, justru penciptaan bahasa itulah yang menyebabkan penguatan diskriminasi. Menurut Saur, kondisi tersebut harus dikoreksi melalui alam pikiran dalam berbahasa. (*)
Bedah Buku di MPR, Willy Aditya Ingatkan Kembali Pentingnya Mengamalkan Pancasila |
![]() |
---|
MPR for Papua Kritik Penanganan Kerusuhan di Sorong, Sesalkan Jatuhnya Korban |
![]() |
---|
Eva Sundari & Dr. Epin: Pancasila Harus Hidup dalam Tindakan Nyata |
![]() |
---|
HNW Soroti Kuota Haji 2025 Tak Terserap, Desak Optimalisasi Penyelenggaraan |
![]() |
---|
Lestari Moerdijat Ajak Upaya Bersama Atasi Dampak Konflik Global |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.