Rabu, 10 September 2025

Hampir Punah, Tarian Betawi Cokek Sipatmo Hasil Akulturasi Budaya Tionghoa dan Indonesia 

Tarian kuno khas Betawi yang nyaris ‘punah’ yaitu Tari Cokek Sipatmo menjadi bentuk akulturasi budaya Tionghoa dan Indonesia. 

HO/Penjaga Negeri
AKULTURASI BUDAYA - Ketua Penari Penjaga Negeri, Sendang Wangi, (kiri) menari Cokek Sipatmo dengan dipandu Kartini Kisam. Tari Cokek Sipatmo merupakan bentuk akulturasi budaya Tionghoa dan Indonesia. (HO/Penari Penjaga Negeri). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tarian kuno khas Betawi yang nyaris ‘punah’ yaitu Tari Cokek Sipatmo menjadi bentuk akulturasi budaya Tionghoa dan Indonesia. 

Hal ini disampaikan oleh Maestro Tari Topeng Betawi, Kartini, Bincang Kebangsaan yang masuk dalam perayaan Tahun Baru Imlek dengan tema “Nusantara Memanggil Untuk Menari III” di lantai 3 FX Sudirman Mall, Jakarta. 

Tari ini merupakan tari yang telah berusia sekitar tiga abad. 

Pada perkembangannya, tari ini lalu menjadi seni pertunjukan dan penyemarak kegiatan masyarakat. 

Tarian ini sempat lama sekali menghilang, kemudian muncul dan dibahas pada Festival Tari Tingkat Nasional tahun 1988 dan ditarikan bersama di Kawasan Kota Tua Jakarta tahun 2019. 

Penari Penjaga Negeri sebagai komunitas peduli budaya merasa perlu melestarikan tari Cokek Sipatmo kembali melalui acara “Nusantara Memanggil Untuk Menari III”.

Ketua Penari Penjaga Negeri, Sendang Wangi, menuturkan bahwa acara ini menghadirkan sesi yang komplit, yaitu Bincang Kebangsaan, Workshop Tari dan Parade Kebaya. 

"Tujuan acara ini adalah memperluas wawasan kebangsaan serta merayakan nilai kebhinekaan demi persatuan Indonesia dan kali ini, kami mengajak banyak anak muda untuk terlibat di dalam kepanitiaan”, ungkap Sendang Wangi melalui keterangan tertulis, Rabu (12/2/2025).

“Contohnya, kami melibatkan pelajar SMA sebagai MC acara," tambahnya. 

Acara Bincang Kebangsaan dipandu oleh moderator Prasetya Mahdi, dengan narasumber Anugrah Pratama dari Sahabat Heritage Indonesia (SHI) - komunitas yang peduli dengan sejarah, kebangsaan dan berbagai heritage Indonesia.

Sebelum peserta belajar menari tari Cokek Sipatmo, Dahayu Ning Wangi, narator pada acara ini menjelaskan bahwa tari ini berkembang pada abad ke-17 atau 18. 

Tari ini awalnya berfungsi sebagai pelengkap upacara adat masyarakat Tionghoa yang tinggal di wilayah Batavia atau Jakarta tempo dulu. 

Acara menari ini juga dibantu oleh Tantri Wu guru Tari lulusan sekolah seni ISI jurusan tari, dan para penari Sukesih & Dheres.

Sesuai dengan tema akulturasi Budaya Tionghoa pada Budaya Indonesia, acara ini juga dimeriahkan Parade Kebaya Encim dan Kebaya Kerancang pada sesi terakhir. 

Rini Kusumawati, seorang pegiat budaya dan penulis buku tentang kebaya menuturkan ciri khas dari kebaya Encim saat parade Kebaya, 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan