Bacaan Doa
Doa Kelancaran Berbicara agar Tidak Gugup dan Percaya Diri
Doa kelancaran berbicara agar tidak gugup dan percaya diri diambil dari doa Nabi Musa sebelum berdakwah, diabadikan dalam At-Thaha ayat 25-28.
Penulis:
Yunita Rahmayanti
Editor:
Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Doa kelancaran berbicara adalah doa yang dipanjatkan oleh seorang muslim kepada Allah SWT untuk memohon kemudahan menyampaikan sesuatu.
Doa kelancaran berbicara bersumber dari Al-Quran pada Surat At-Thaha ayat 25-28.
Doa tersebut adalah doa Nabi Musa yang diabadikan oleh Allah SWT di dalam Al-Quran.
Dijelaskan dalam buku Adab dan Doa Harian yang ditulis oleh Latif Ustman, Nabi Musa mengamalkan doa tersebut sebelum berdakwah.
Tujuan dari mengamalkan doa tersebut agar orang yang diajak berbicara dapat memahami perkataannya dengan baik.
Agar senantiasa mengucapkan hal baik dan mudah dipahami, seorang muslim dapat membiasakan untuk membaca doa berikut ini yang dikutip dari buku Ringkasan Kitab Adab oleh Fuad bin Abdul Aziz Asy-Syalhub.
Doa Kelancaran Berbicara
رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِيۙ وَيَسِّرْ لِيۤ أَمْرِيۙ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّنْ لِسَانِيۙ يَفْقَهُوا قَوْلِي
Rabbi ishrah lī ṣadrī, wa yassir lī amrī, waḥlul ‘uqdatam-min lisānī, yafqahū qawlī.
Artinya:
"Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku."
Baca juga: Doa Berkendara agar Selamat Selama Perjalanan dan Sampai Tujuan
Adab Ketika Berbicara
Allah SWT menyerukan kepada hambaNya untuk menjaga pendengaran, penglihatan dan hati dari hal-hal yang buruk, seperti dalam firmanNya:
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawaban." (Al-Isra': 31).
Diriwayatkan dari sahabat Sahl bin Sa'd al-Sa‘adī ra. dalam Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, no. 6474, Rasulullah saw. bersabda:
"Barangsiapa yang dapat menjamin untukku, untuk menjaga lisan dan kemaluannya, aku akan menjamin surga untuknya."
1. Menjaga lisan
Seorang muslim harus menjaga lisannya dari perkataan yang bathil (salah), dusta (berbohong), ghibah (membicarakan kejelekan orang lain), namimah (mengadu domba) dan segala perkataan kotor.
Seseorang kadang mengucapkan sesuatu yang dapat menghancurkan dunia dan akhiratnya.
Hal ini disebutkan dalam hadis, Rasulullah bersabda:
"Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan suatu kalimat yang dia tidak pikirkan dahulu, dia akan menggelincirkannya ke dalam neraka lebih jauh dari apa-apa di antara timur." (HR Abu Hurairah ra. dalam Ṣaḥīḥ Muslim, no. 2988)
"Lebih jauh antara timur dan barat." (HR Al-Bukhari, Muslim, dan Ahmad)
"Sesungguhnya seorang lelaki yang berbicara dengan pembicaraan yang dapat membuat tertawa orang-orang di majelisnya. Dia akan jatuh karena kalimat yang diucapkannya lebih jauh dari bintang tsurayya." (HR Ahmad)
Rasulullah saw. juga mengingatkan umatnya agar tidak sembarangan ketika berbicara, karena kalimat itu dapat meninggikan derajatnya atau menurunkan derajatnya.
"Sesungguhnya seorang hamba, yang mengucapkan satu kalimat yang diridhai oleh Allah, dia mengucapkannya tanpa berpikir panjang, Allah akan mengangkatnya beberapa derajat. Dan seorang hamba, yang mengucapkan satu kalimat yang dimurkai Allah, dia mengucapkannya tanpa berpikir panjang, Allah akan menjerumuskannya ke neraka karena kalimat itu.” (Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. dalam sahih Al-Bukhari)
2. Berkata yang baik atau diam
Dalam kitab Tuhfah Al-Ahwadzi (7/75), seorang ulama teologi Ahlussunnah dari kalangan mazhab Hanafi, Al-Maidani, mengatakan bahwa seseorang tergantung pada dua anggota tubuhnya.
"Dan kamu lihat keanehan dari orang yang diam, banyak atau sedikitnya ia berbicara. Lisan seseorang adalah setengah (dirinya) dan setengah lagi adalah hatinya. (Jika keduanya tidak ada), maka dia hanyalah seonggok daging dan darah saja."
Rasulullah saw. mengajarkan kepada umatnya untuk berkata yang baik-baik atau lebih baik diam.
Dari Abu Hurairah ra. ia berkata, Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia berkata baik atau diam…” (HR. Bukhari no. 6018, dan Muslim no. 47)
3. Larangan menceritakan apa saja yang didengar
Imam Al‑Maidani melalui Kitabul ‘Adab mengatakan:
Jika seseorang mendengarkan pembicaraan suatu kaum yang tidak menyukainya, dan kemudian menyebarkannya, dia akan mendapatkan ancaman keras dari Nabi SAW.
Sementara orang yang menceritakan mimpi yang bukan miliknya makan dia ditugaskan untuk mengikat dua butir gandum namun tidak mampu.
"Barangsiapa menceritakan mimpi yang bukan miliknya, maka pada hari kiamat ia akan ditugaskan untuk mengikat dua butir gandum—tetapi tidak akan mampu melakukannya." (HR Sunan Ibn Majah)
Selain itu, orang yang menguping pembicaraan orang lain tanpa izin akan mendapat balasan di hari kiamat.
“Barangsiapa menguping pembicaraan suatu kaum padahal mereka tidak menyukainya, maka akan dituangkan ke dua telinganya cairan timah pada hari kiamat.” (HR sahih Al-Bukhari)
4. Dilarang bercanda dengan sesuatu yang dusta
Dusta untuk membuat orang tertawa adalah haram dan termasuk dalam akhlak tercela.
Hal ini didasarkan pada hadis:
“Celakalah orang yang bercerita lalu berdusta agar orang lain tertawa. Celakalah dia, celakalah dia!” (Diriwayatkan Abu Dawud no. 4990; Ahmad; at‑Tirmidzī; hasan menurut al‑Albānī)
5. Mendahulukan orang yang lebih tua untuk berbicara
Rasulullah saw. memberi contoh kepada umatnya bahwa alangkah baiknya untuk mendahulukan orang yang lebih tua untuk berbicara.
Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda:
"Beritahukanlah aku adakah sebuah pohon yang seperti seorang Muslim, selalu memberikan buahnya setiap saat dengan izin Tuhannya dan daunnya tidak berguguran?" Maka, terbesit dalam hatiku, 'Pohon itu adalah pohon kurma.' Tatkala aku pergi bersama ayahku, aku mengatakan kepadanya, "Wahai Ayah, terbesit dalam hatiku bahwa itu adalah pohon kurma." Dia berkata, "Mengapa kamu tidak mengatakannya? Seandainya kamu mengatakannya, itu lebih kusukai dari ini dan ini." Ibnu Umar menjawab, "Tidak ada yang menghalangiku kecuali aku tidak melihat Ayah dan Abu Bakar berbicara. Aku tidak suka (mendahului yang lebih tua)."
6. Tidak memotong pembicaraan
Sengaja berbicara dan memotong pembicaraan orang lain dianggap tidak sopan.
Dalam suatu hadis, Rasulullah saw. bersabda:
"Berceramahlah di hadapan manusia setiap pekan sekali. Jika tidak, maka dua kali dalam satu pekan. Jika kamu hendak menambahkan, maka tiga kali dalam satu pekan. Dan janganlah kamu buat orang-orang merasa bosan dengan Al-Quran ini. Dan janganlah kamu mendatangi sekelompok orang dan mereka sedang asyik dengan pembicaraan mereka lalu kamu poton pembicaraan mereka hingga membuat mereka tidak suka kepadamu. Akan tetapi, diamlah, jika mereka memerintahkanmu untuk berbicara, maka berbicaralah kepada mereka dan mereka dalam keadaan ingin mendengarkannya." (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari)
7. Berbicara dengan perlahan dan tidak terburu-buru
Rasulullah saw. meminta umatnya agar tidak terburu-buru ketika berbicara karena ia sebaiknya memikirkan akibat dari ucapan yang hendak diucapkannya terlebih dahulu.
Selain itu, orang yang buru-buru ketika berbicara dikhawatirkan dapat membuat pembicaraan tidak dipahami oleh orang yang mendengarkannya.
"Bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bila berbicara, yang seandainya ada orang yang hendak menghitungnya, dia pasti akan mampu menghitungnya." (Diriwayatkan oleh Aisyah ra.)
"Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak berbicara cepat seperti kalian berbicara." (HR Muslim)
8. Merendahkan suara ketika berbicara
Allah SWT mengingatkan hambaNya untuk merendahkan suara ketika berbicara, sebagaimana dalam firmanNya:
"Dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai." (Luqman: 19)
9. Keutamaan Sedikit Berbicara dan Makruhnya Banyak Berbicara
Rasulullah saw. mengingatkan kaumnya agar tidak banyak berbicara karena itu dapat menyebabkannya jatuh ke dalam dosa.
"Sesungguhnya Allah mengharamkan kalian dari durhaka kepada orangtua, mengharamkan bakhil dan rakus, memakruhkan katanya dan katanya (isu), banyak bertanya dan menghamburkan harta." (Diriwayatkan Al-Bukhari, Muslim, Ahmad dan Ad-Darimi)
Kalimat "katanya dan katanya (isu)" artinya menelusuri gosip dan cerita yang tidak ada faedahnya.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.