Komisioner KPAI Sebut Pemerintah Berhak Blokir Roblox Jika Abaikan Hak Anak
Komisioner KPAI Pengampu Sub Klaster Anak Korban Pornografi dan Cyber, Kawiyan menegaskan, pemerintah berhak memblokir aakses permainan Roblox.
Penulis:
Rina Ayu Panca Rini
Editor:
Anita K Wardhani
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Pengampu Sub Klaster Anak Korban Pornografi dan Cyber, Kawiyan menegaskan, pemerintah berhak memblokir atau memutus akses permainan Roblox jika pengelola terbukti melanggar undang-undang sebagai penyelenggara sistem elektronik (PSE).
Baca juga: Sedang Trending di Medsos: dari Bendera One Piece sampai Pemblokiran Roblox
Roblox diketahui bukanlah game melainkan platform yang memungkinkan siapapun membuat, berbagi, dan memainkan berbagai jenis permainan.
Berdasarkan keterangan di Google Play, Roblox dianjurkan untuk anak berusia 12 tahun ke atas dan harus dalam bimbingan orang tua.
Kawiyan menjelaskan, setiap platform digital atau sistem elektronik (PSE), termasuk Roblox, punya kewajiban untuk memberikan perlindungan kepada anak yang mengakses atau menggunakan produk, fitur atau layanan PSE.
Baca juga: Respons Sule Dapat Tagihan Kartu Kredit Rp50 Juta Gara-gara Anak Main Game Roblox, Pasrah Tak Marah
Sebuah gim atau platform tidak boleh mengandung kekerasan, adiksi atau kecanduan, perjudian online, pornografi, eksploitasi online.
“Jika ada PSE yang terbukti mengabaikan hak-hak anak, pemerintah dapat memblokir atau memutus akses secara permanen PSE tersebut. Kalau Roblox juga melanggar pemerintah harus memblokirnya,” lanjut Kawiyan dalam keterangannya di Jakarta, Senin (11/8/2025).
Kawiyan berharap orang tua bisa melakukan pendampingan dan pengawasan saat anak bermain gim online.
Kawiyan menceritakan, ia baru saja menemui seorang siswi kelas 8 SMP di Semarang yang kecanduan game online.
S, tidak naik kelas dalam dalam satu tahun terakhir sering tidak masuk sekolah karena sering bangun terlambat.
Ibu kandung dari S menuturkan, S kecanduan game online sejak bangku kelas 5 SD.
Sehari-hari ia menghabiskan waktu pagi, siang hingga malam untuk bermain gim online.
Cerita S menjadi satu dari ratusan ribu anak yang kecanduan game online.
Karena itu, Kementerian Komdigi perlu melakukan investigasi dan pendataan kasus anak korban gim online dan sistem elektronik.
Investigasi ini bisa dilakukan dengan melibatkan beberapa kementerian lain seperti Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Agama (Kemenag mengelola lembaga pendidikan pesantren dan madrasah), dan Kementerian Dalam Negeri (untuk koordinasi di daerah).
“Investigasi lintas kementerian ini, akan menghasilkan data yang akurat dan terukur,” tegas Kawiyan.
Untuk diketahui, kewajiban PSE untuk memberikan perlindungan kepada anak yang mengakses atau menggunakan produk, fitur atau layanan itu tertuang dalam Pasal 16A UU No. 1 Tahun 2024 tentang ITE.
Keempat Ayat dalam Pasal 16A tersebut masing-masing berbunyi:
Ayat 1
“Penyelenggara Sistem Elektronik wajib memberikan perlindungan bagi anak yang menggunakan atau mengakses Sistem Elektronik;
Ayat 2
“Pelindungan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai produk, layanan, dan fitur yang dikembangkan oleh Penyelenggara Sistem Elektronik;
Ayat 3
“Dalam memberikan produk, layanan, dan fitur bagi Anak, Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menerapkan sistem teknologi dan langkah teknis operasional untuk memberikan perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari tahap pengembangan sampai tahap Penyelenggaraan Sistem Elektronik;
Ayat 4
“Dalam memberikan perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan: a. Informasi mengenai batasan minimum usia anak yang dapat menggunakan produk dan layanannya; b. Mekanisme verifikasi pengguna anak; dan c. mekanisme pelaporan penyalahgunaan produk, layanan, dan fitur yang melanggar atau berpotensi melanggar hak anak.
Adapun sanksi atau tindakan yang dapat lakukan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Digital tertuang dalam Pasal 16B UU ITE yaitu berupa teguran tertulis, sanksi administratif, penghentian sementara, dan pemutusan akses.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.