Bacaan Doa
Doa Maulid Nabi Muhammad, Menyambut Hari Lahir Rasulullah
Doa Maulid Nabi Muhammad dapat dibaca untuk menyambut hari kelahiran Rasulullah pada 12 Rabiul Awal atau 5 September 2025 pada tahun ini.
Penulis:
Yunita Rahmayanti
Editor:
Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.COM - Maulid Nabi Muhammad sallallāhu ʿalayhi wa sallam (Saw) akan jatuh pada hari Jumat, 5 September 2025.
Maulid berasal dari bahasa Arab مَولِد (mawlid) yang artinya kelahiran.
Nabi Muhammad lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal dalam kalender hijriah.
Tradisi perayaan maulid Nabi di dunia Islam berkembang sekitar abad ke-12 Masehi, setelah wafatnya Nabi.
Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyarankan untuk memperbanyak dzikir, doa dan sholawat kepada Nabi Muhammad.
Di Indonesia, perayaan maulid Nabi biasanya diisi dengan acara keagamaan untuk mengenang kelahiran Rasulullah, serta meneladani perjuangan, akhlak, dan ajaran beliau.
Sejumlah ulama berbeda pendapat mengenai perayaan maulid Nabi, salah satunya Prof. Dr. Abuya Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki Al Hasani dari Makkah, Arab Saudi.
Dalam kitab Ḥawla al-Iḥtifāl bi-Dhikrā al-Mawlid al-Nabawī al-Sharīf (Seputar Peringatan Maulid Nabi yang Mulia), beliau menjelaskan jika yang pertama kali merayakan/memperingati maulid itu adalah Nabi Muhammad sendiri, ini didasarkan pada hadis dari Abu Qotadah Al-Anshori.
Hadis itu menjelaskan, Nabi Muhammad pernah ditanya mengenai puasa pada hari Senin, lantas beliau menjawab itu adalah hari kelahirannya.
"Hari tersebut adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus atau diturunkannya wahyu untukku." (HR. Muslim no. 1162)
Nabi Muhammad tidak menjawab apakah itu perintah Allah, namun mayoritas ulama berpendapat memperingati maulid Nabi adalah mengikuti perilaku Nabi.
Baca juga: Doa Istighosah, Memohon Pertolongan Allah dalam Keadaan Darurat
Para ulama berpendapat, puasa adalah cara ringan memperingati maulid dan isyarat bahwa memperingati hari kelahiran Nabi adalah boleh.
Ada pun doa pada perayaan maulid Nabi di Indonesia, biasanya disertai bacaan sholawat kepada Nabi Muhammad.
Doa Maulid Nabi
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Allāhumma ṣalli ‘alā Muḥammad wa ‘alā āli Muḥammad kamā ṣallaita ‘alā Ibrāhīm wa ‘alā āli Ibrāhīm innaka ḥamīdun majīd. Allāhumma bārik ‘alā Muḥammad wa ‘alā āli Muḥammad kamā bārakta ‘alā Ibrāhīm wa ‘alā āli Ibrāhīm innaka ḥamīdun majīd.
Artinya: “Ya Allah, limpahkanlah rahmat-Mu atas Nabi Muhammad dan keluarga Nabi Muhammad sebagaimana Engkau telah melimpahkan rahmat atas Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim. Dan limpahkanlah keberkahan atas Nabi Muhammad dan keluarga Nabi Muhammad sebagaimana Engkau telah melimpahkan keberkahan atas Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.”
Bacaan di atas merupakan sholawat Ibrahimiyah yang terdapat dalam bacaan tasyahud akhir yang dibaca setiap akhir sholat.
Perintah membaca sholawat kepada Nabi Muhammad disebutkan dalam Al Quran Surat Al-Ahzab ayat 56.
"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya." (QS. Al-Ahzab ayat 56)
Hukum Merayakan Maulid Nabi
Hukum merayakan maulid Nabi sudah lama menjadi perdebatan umat Islam karena secara khusus tidak ditemukan dalil nash yang nyata mau pun tersirat tentang larangan atau perintah marayakan maulid Nabi.
Nabi Muhammad, para sahabat dan para ulama salaf tidak merayakan maulid Nabi.
Meski tidak dilakukan oleh Nabi Muhammad, perayaan ini tidak serta merta bertentangan dengan ajaran beliau.
Dalam skripsi berjudul Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Peringatan Maulid Nabi Saw di Desa Kaligayam Kecamatan Talang Kabupaten Tegal oleh Uswatun Khasanah, mahasiswi jurusan Pendidikan Agama Islam di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Profesor Kiai Haji Saifuddin Zuhri Purwokerto tahun 2025., dijelaskan mengenai hukum merayakan maulid Nabi.
Para ulama menggunakan istilah Bid'ah Hasanah untuk menggambarkan perayaan maulid Nabi.
Seorang ahli bahasa, Abu Bakar Ibn al-Arabi menyatakan tidak semua hal baru atau bid'ah secara otomatis tercela.
Menurutnya, sesuatu dianggap bid'ah tercela jika hal tersebut bertentangan dengan sunnah, yang mengarah pada penyimpangan dari ajaran Islam.
Secara umum, bid'ah dibagi menjadi bid'ah dlalalah dan hasanah.
Hal yang bertentangan dengan Al-Quran dan sunnah termasuk dalam bid'ah dlalalah, sedangkan hal yang tidak bertentangan dengan Al-Quran dan sunnah termasuk bid'ah hasanah.
Sejarah Perayaan Maulid Nabi
Dalam skripsi berjudul Tradisi Maulid Nabi pada Masyarakat Bugis di Kelurahan Ponrangae Kabupaten Sidrap (Tinjauan Nilai Pendidikan Agama Islam) oleh Abd. Asis Tjake, mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam di Fakultas Tarbiyah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pare Pare tahun 2021, disebutkan setidaknya ada tiga teori yang menjelaskan asal mula peryaan maulid Nabi.
1. Versi Dinasti Fathimiyah (Syiah Ubaidiyah di Mesir)
Perayaan Maulid Nabi pertama kali diyakini muncul pada masa Dinasti Ubaid (Fathimiyah) yang berhaluan Syiah Rafidhah di Mesir.
Mereka berkuasa sekitar tahun 362–567 H (abad ke-4 hingga ke-6 H).
Tradisi ini diperkirakan mulai dilaksanakan pada masa pemerintahan Abu Tamim Al-Mu‘iz li-Dinillah.
2. Versi Ahlus Sunnah menurut Imam Jalaluddin As-Suyuti
Di kalangan Ahlus Sunnah wal Jamaah, Imam Jalaluddin As-Suyuti (ulama besar ahli hadis dan sejarah) menyebut bahwa yang pertama kali merintis peringatan Maulid Nabi adalah Sultan Abu Sa‘id Muzhaffar Kukabri bin Zainuddin bin Baktakin, gubernur Irbil di Irak.
Beliau hidup antara tahun 549–630 H.
3. Versi Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi
Ada juga riwayat lain yang menyebutkan bahwa Maulid pertama kali diselenggarakan oleh Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi (567–622 H), penguasa Dinasti Ayyubiyah yang berada di bawah kekhalifahan Abbasiyah.
Tujuan perayaan ini adalah untuk membangkitkan semangat jihad kaum muslimin menghadapi Perang Salib, sekaligus meneguhkan tekad merebut kembali Yerusalem dari tentara Salib Eropa.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.