Pengamat Sebut Jawa Masih Jadi Kunci dalam Pemilu, Tapi Politik Etnis Makin Tergerus
Dosen Universitas Indonesia Panji Anugrah Pramana mengungkap dua makna jawa adalah kunci dalam Pemilu.
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Politik Indonesia tak lagi berbicara soal etnis, tapi lebih kerjasama antar etnis.
Secara politik ikatan etnis bahkan lebih lemah.
Justru saat ini politik etnis semakin menurun pasca-orde baru.
Sehingga pada awal pemilihan presiden secara langsung, pasangan pelangi muncul yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla.
SBY beretnis Jawa, sementara Jusuf Kalla beretnis Bugis.
"Jawa adalah kunci! Ada dua makna. Pertama, kandidat capres haruslah orang Jawa, yang berpeluang menang adalah orang Jawa. Makna kedua, secara elektoral bisa dipahami bahwa siapapun menguasai Jawa bisa memenangkan kontestasi tersebut," kata dosen Universitas Indonesia Panji Anugrah Pramana dalam diskusi Program Memilih Damai dengan tema "Masihkan Berlaku The Iron Law of Indonesia Politics 'Jawa Adalah Kunci' Pada Pemilu 2024?" yang digelar di Aula Prof Syukur Abdullah, FISIP Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar pada Senin (14/11/2022).
Diskusi ini menghadirkan empat pengamat politik dari kalangan akademisi.
Baca juga: Soal Jatah Pilpres 2024, PDIP: Wajar Saja, Prabowo Anak Buah Jokowi
Selain Panji diskusi ini juga menghadirkan Komisaris Utama PT Cyrus Nusantara Hasan Nasbi, Guru Besar UIN Alauddin M Qasim Mathar, dan Dosen Sosiologi Politik Iqbal Latief.
Menurut Panji, makna 'Jawa Adalah Kunci' bisa ke arah orang atau pelakunya maupun ke wilayahnya.
Panji mencontohkan ketika pemilu 2019 Daftar Pemilih Tetap (DPT) mayoritas di Pulau Jawa
"Contohnya DPT 2019, ada 191 juta orang yang memiliki hak pilih. Sekitar 110 juta pemilih itu di Jawa. Jadi 57,29 persen pemilih di Jawa terbagi ke dalam enam provinsi," katanya.
Panji menganggap angka tersebut sangat besar dalam Pemilihan Umum (Pemilu).
Baca juga: Pengamat Nilai Andika Perkasa Berpotensi Maju di Pilpres 2024, Minimal sebagai Cawapres
Apalagi sistem pemungutan suara di Indonesia menganut satu suara untuk satu orang.
"Memang secara hitung-hitungan matematika itu besar," tegas Panji.
Maka dari itu, makna "Jawa adalah Kunci" bisa disebutkan dari sisi voters atau pemilih.