Jumat, 15 Agustus 2025

Pemilu 2024

Pengamat Sebut Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Merusak Partai Politik

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, mengatakan Sistem Pemilu Proporsional Terbuka telah merusak parpol.

Ist
Analis Politik sekaligus CEO & Founder Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, mengungkapkan sejumlah poin kelemahan dari Pemilu sistem proporsional terbuka dan Pemilu sistem proporsional tertutup. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, mengatakan Sistem Pemilu Proporsional Terbuka telah merusak partai politik (parpol).

Adapun Pangi menjelaskan beberapa alasan terkait pendapatnya tersebut.

Pertama, Sistem Pemilu Proporsional Terbuka membuat calon legislatif sesama di internal partai bersaing ketat satu sama lain.

"Manusia menjadi serigala bagi sesamanya (leviathan), saling menerkam dan saling memakan di antara internal caleg," kata Pangi, kepada Tribunnews.com, Rabu (11/1/2023).

Kedua, menurut Pangi, sistem tersebut melemahkan parpol, dikarenakan tidak ada caleg yang benar-benar kampanye menggunakan visi dan misi yang telah disusun partai.

"Masing-masing caleg berkampanye dengan cara, tema, dan narasinya sendiri-sendiri bagaimana berpikir untuk menang mengalahkan caleg sesama kader di internal partai," jelasnya.

Ketiga, tutur Pangi, Sistem Proporsional Terbuka lebih cenderung menyebabkan pemilih memilih figur kandidat daripada tautan partai.

"Cenderung memilih presiden ketimbang partai. Senang dengan nama, maka memilih nama dan tidak memilih partai," ujarnya.

Baca juga: Perbedaan Pemilu Sistem Proporsional Terbuka dan Proporsional Tertutup yang Ditolak 8 Parpol

Keempat, Pangi menyebut, Sistem Pemilu Proporsional Terbuka juga menyebabkan rendahnya party-ID.

Ia mengatakan, party-ID hanya sebesar 13,2 persen, pemilih yang merasa dekat baik secara ideologis maupun secara psikologis dengan partainya.

Pangi menduga, salah satu penyebab rendahnya party-ID karena penerapan Sistem Pemilu Proporsional Terbuka.

"Sepanjang tetap memakai Sistem Proposional Terbuka, maka selama itu presentase party-ID di Indonesia tetap rendah."

Kelima, kata Pangi, Sistem Proporsional Terbuka menyebabkan tingginya split ticket votinf atau tidak tegak lurus antara pilihan partai dan pilihan presiden.

Menurutnya, hal itu adalah bentuk dari kegagalan parpol dalam mengelola isu dan program.

"Kejenuhan konstituen yang kemudian menyebabkan pemilih abai terhadap keinginan partai. Kecenderungan pemilih lari kepada calon lain yang justru tidak di-endorse oleh partainya, akibat rendahnya party-ID menyebabkan pemilih tidak taat kepada partainya," katanya.

Baca juga: Soal Isu Sistem Proporsional Tertutup, Pengamat Ingatkan KPU Jaga Netralitas

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan