Pilkada Serentak 2024
PDIP Diprediksi Bakal Tumbang Jika Kembali Usung Ahok di Pilgub Jakarta 2024
Ujang menilai wacana kader PDIP mendorong Ahok kembali di pilgub Jakarta hanya sekadar wacana saja.
Penulis:
Igman Ibrahim
Editor:
Dewi Agustina
Selain itu, status Ahok sebagai kader PDIP juga lebih memungkinkan PDIP untuk memberikan dukungan.
"Selain sebagai kader partai, rekam jejak Ahok dibandingkan Anies ketika pimpin Jakarta jauh lebih baik dan selaras dengan cita-cita partai khususnya soal keberpihakannya kepada wong cilik," katanya.
Lebih lanjut, Darmadi menganggap wacana duet Anies-Ahok cukup sulit untuk direalisasikan.
Darmadi menilai gaya kepemimpinan Ahok dan Anies berbeda.
"Selain faktor ideologis juga faktor gaya kepemimpinan. Ahok lebih tegas dalam mengeksekusi sebuah kebijakan sedangkan Anies banyak ragunya," paparnya.
"Contoh soal kebijakan transparansi anggaran di mana di era Ahok itu dibuat secara transparan, publik bisa akses dan mengetahui setiap kebijakan anggaran pemprov, tapi pada masa kepemimpinan Anies hal itu justru ditiadakan."
Menurutnya, Anies dan Ahok lebih pantas untuk bersaing ketimbang berkolaborasi di Pilgub Jakarta 2024.
"Pasnya duel (bertanding saling mengalahkan satu sama lain) bukan duet. Selain soal aturan KPU (duetkan Anies dengan Ahok) tidak membolehkannya."
Kendati demikian, Darmadi mengaku tidak mau mendahului keputusan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.
Ia berujar Megawati memegang sepenuhnya kewenangan untuk menenentukan sosok yang diusung PDIP di Pilkada 2024.
"Ketum kami dalam beberapa kesempatan bahkan kerap melontarkan kritik terhadap kepemimpinan Anies Baswedan misal soal kebijakan penebangan pohon di Monas untuk rencana gelaran Formula E waktu itu. Bukan tanpa alasan ketum kami mengkritik saat itu karena bagi PDIP Monas selain masuk sebagai cagar budaya tempat itu juga memiliki sakralitas yang tinggi di mana spirit kegotongroyongan menopang berdirinya Monas yang kita kenal saat ini," ujarnya.
"Ibu Mega juga bahkan menilai di bawah kepemimpinan Anies kala itu, Jakarta justru amburadul karena tidak masuk sebagai kota intelektual (city of intelect) sebagaimana penilaian dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pada 2020 lalu," tambahnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.