Kamis, 6 November 2025

Delapan Orang Jadi Tersangka Kasus Mafia Tanah di Jakarta Timur

"Pelaku kasus mafia tanah ini menggunakan surat palsu untuk menggugat Pemprov DKI Jakarta," ucapnya

TribunJakarta.com/Dionisius Arya Bima Suci
Ungkap kasus mafia tanah yang merampas tanah milik Pemprov DKI Jakarta di wilayah Jakarta Timur, Rabu (5/9/2018) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polda Metro Jaya (PMJ) menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus mafia tanah yang merampas tanah milik Pemprov DKI Jakarta di wilayah Jakarta Timur.

Delapan tersangka tersebut ialah S, M, DS, IR, YM, ID, INS, dan I.

Baca: Ahmad Syaikhu Mengaku Siap jika Ditunjuk Dampingi Anies sebagai Wagub DKI

Satu orang tersangka berinisial S yang bertindak sebagai dalang dalam kasus ini telah ditahan oleh pihak kepolisian sejak tanggal 28 Agustus 2018 lalu, sementara tujuh orang lainnya belum dilakukan penahanan lantaran pihak kepolisian masih akan mengumpulkan sejumlah barang bukti.

Menurut Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum PMJ AKBP Ade Ary, kedelapan orang tersangka ini menjalankan aksinya dengan modus menggunakan surat palsu untuk menggugat Pemprov DKI Jakarta.

"Pelaku kasus mafia tanah ini menggunakan surat palsu untuk menggugat Pemprov DKI Jakarta, mereka meminta ganti rugi Rp 340 miliar dari tanah yang nilainya Rp 900 miliar," ucapnya kepada awak media, Rabu (5/9/2018).

Ia menerangkan, kejadian ini bermula saat Pemprov DKI Jakarta membeli lahan seluas 29.040 meter persegi pada bulan April 1985 dari seorang warga bernama Johnny Harry Soetantyo.

Kemudian, pada tahun 1992 diterbitkanlah sertifikat hak pakai Pemprov DKI Jakarta disertai pengukurang ulang luas tanah dengan hasil ukur 27.510 meter persegi.

Ade menambahkan, tersangka S kemudian mempengaruhi tujuh tersangka lainnya untuk menggugat Pemprov DKI Jakarta ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada tahun 2011 yang lalu.

"Tersanga S ini datang menemui tujuh tersangka lainnya dan memberitahukan kalau orang tua mereka memiliki hak milik di tanah tersebut dan mengajak ketujuhnya menggugat ke PN Jaktim," ujar Ade di Mapolda Metro Jaya.

"Mereka akhirnya membuat dokumen palsu untuk bukti di persidangan dan ternyata saat itu mereka menang," sambung dia.

Tak terima dengan putusan pengadilan, Pemprov DKI Jakarta kemudian mengajukan banding dan akhirnya terkuak bahwa dokumen yang digunakan pelaku sebagai bukti dalam pengadilan adalah palsu.

Hal ini terbukti setelah surat-surat yang dimiliki para tersangka diperiksa oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Timur.

Akhirnya, Pemprov DKI Jakarta melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian pada tanggal 17 Juni 2016 yang lalu dengan nomor laporan LP/2990/VI/2016/PMJ/Ditreskrimum.

Ia menjelaskan, sebenarnya ketujuh tersangka lainnya menyadari bahwa mereka tak memiliki hak atas tanah yang disengketan tersebut, namun lantaran diiming-imingi uang sebanyak 25 persen dari nilai gugatan oleh tersangka S, mereka pun setuju untuk menggugat Pemprov.

"Mereka sebenarnya sadar itu bukan tanah mereka, tapi mereka setuju karena diiming-imingi hasil sebanyak 25 persen dari nilai gugatan, akhirnya para ahli waris palsu ini pun ikut ditetapkan sebagai tersangka," kata Ade.

Sumber: TribunJakarta
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved