Paskibraka Meninggal Dunia
Kisah di Balik Meninggalnya Aurel, Parkibara Tangsel, Penjelasan PPI dan Cerita Ibu Berbeda
Ada kisah berbeda yang diungkapkan ibu dari anggota Paskibra Tangsel Aurellia Qurratu Aini yang meninggal saat diklat.
Editor:
Anita K Wardhani
"Dokter tidak menyebutkan diagnosa sejauh itu. Hanya dokter bertanya apa yang terjadi, yang kami sampaikan bahwa Aurel terjatuh. Yang kami yakini bahwa Aurel sudah sangat lelah. Akumulasi dari sekian puluh hari dia latihan, minim istirahat," ujar Sri saat ditemui di rumahnya, Jumat tengah malam (2/8/2019).
Sri memaparkan, hampir setiap hari selain Jumat, Aurel harus sudah sampai lokasi latihan pada pukul 06.00 WIB dan selesai latihan sampai 16.30 WIB.
Posisi rumah yang jauh membuat Aurel harus jalan dari rumah antara pukul 04.00 dan 05.00 WIB.
Setelahnya dia baru sampai rumah lagi setelah latihan, sekira pukul 19.30 WIB.
Ditambah lagi beban menulis diary atau buku harian.
Hal itu membuat Aurel bangun pukul 03.00 WIB dini hari untuk menulis kesannya terhadap diklat yang dijalaninya per hari.
"Karena dia sampai rumah lebih dari magrib, karena rumah kami memang cukup jauh, sekitar jam 7 atau setengah 8 malam. Dia baru bisa tidur jam setengah 9 setelah salat dan membersihkan diri. Tapi dia harus bangun lagi hampir selalu jam 3 pagi, untuk membuat cerita buku harian," paparnya.
Usaha keras membuat buku harian setiap subuh dengan istirahat yang minim nampak berbuah beban psikis tambahan, karena tulisan Aurel dalam diary itu disobek pada Rabu (31/7/2019).
Aurel harus mengulang menulis diary selama 22 hari pelatihan.
Aurellia Quratu Aini seorang paskibraka Tangerang Selatan yang akrab disapa Aurel (jilbab hitam) semasa hidupnya bersama ibunya bernama Sri Wahyuni.
Setiap harinya, ia harus menulis dua halaman dan jika ditotal selama 22 hari, ia harus menulis sekian puluh halaman hanya dalam waktu satu hari.
Terlebih, pada pelatihan Paskibraka, jika ada satu orang yang melakukan kesalahan, yang dihukum semuanya.
"Dan saat buku harian itu semua dirobek, sudah kurang lebih 22 hari membuat harian, dirobek dan harus menyalin dari ulang, itu sedikit memberikan pressure yang lebih lagi bagi Aurel di tengah istirahatnya yang sangat kurang," ujarnya.
Namun dengan besar hati, Sri menerima anaknya lah yang menjadi pengingat bagi tim pelatih dan penyelenggara diklat itu dari Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Tangsel.
"Tidak ada salahnya, tidak ada yang salah dengan sistem yang sudah dibuat Purna Paskibraka Indonesia. Tapi oleh beberapa oknum yang latah dan berlebihan, itu yang membuat pendidikan yang dijalani Aurel dan teman-temannya menjadi jauh lebih berat dari biasanya," ujarnya.