Jumat, 5 September 2025

Kisah Mulyono, Sopir Ambulans Panggilan yang Kerap Rela Tidak Dibayar Demi Kemanusiaan

Mereka  tak bergeming saat ditanya siapa yang biasanya mengendarai mobil prioritas utama yang kerap terparkir di halaman kelurahan itu.

Editor: Hasanudin Aco
Tribunnews.com/Alfarizy AF
Mulyono Petugas PPSU yang sukarela menjadi sopir ambulans di Johar Baru, Jakarta Pusat. 

Pak Mul menceritakan pengalamannya saat menjadi supir bajai di kawasan Jakarta Pusat.

Nilai kemanusiaannya pertama kali nuncul saat ia menolong korban kecelakaan dan menjadi saksi untuk kepolisian.

"Waktu itu saya sedang lewat, ada orang kecelakaan dan itu korban masih hidup, tapi tidak ada yang mau nolongin, saya inisiatif langsung berhentiin mobil lewat dan berangkat ke rumah sakit," ujar Ayah empat anak ini.

Tak hanya itu, ia juga menceritakan sempat pernah membawa seorang pria yang terkulai lemas di pangkuan seorang perempuan ke rumah sakit.

Belakangan diketahui pria itu menjadi korban penembakan senjata api.

"Saya lihat kan dipinggir jalan ada yang sudah kaya sekarat gitu, saya gak pikir panjang, saya langsung bawa ke rumah sakit, perkara saya jadi saksi urusan belakangan, yang penting saya niat menolong," ucapnya.

Sepeninggalan bajainya yang termakan usia, Pak Mul beralih profesi menjadi sopir tembak untuk Mikrolet dengan trayek di daerah Depok, Jawa Barat.

Disinilah Pak Mul mulai dunianya menjadi supir angkutan dengan bermodal SIM B1 Umum. Dengan pengalamannya tersebut, ia mulai kerap dipercayai mengendarai ambulans.

"Karena mungkin orang-orang sini tau kalau saya bisa bawa mobil, jadi saya yang disuruh bawa ambulans kalo ada sesuatu yang penting," ujarnya.

Kisahnya beragam saat menjadi supir ambulans panggilan. Selama menjadi sopir ambulans, ia mengaku tak pernah mengambil uang yang diberikan kepadanya sebagai upah mengantar jenazah di kawasan Jakarta.

"Saya jujur, gak pernah ambil uang yang dikasih ke saya, saya ikhlas menolong, jika hanya di sekitar Jakarta saya tidak mau ambil (uang), tapi kalau lokasinya jauh saya hanya ambil sebagian untuk uang lelah saya," ujarnya lirih.

Pak Mul nengaku pernah mengembalikan uang yang diberikan kepadanya sebagai upah.

Uang yang diberikan sejumlah Rp 2.400.000 namun ia hanya mengambil sebanyak Rp 1.300.000 itupun sudah termasuk biaya Tol  dan kebutuhan bahan bakar.

"Pernah disuruh anter jenazah ke Garut, saya dikasih Rp 2,4 juta tuh, tapi saya balikin, itu terlalu banyak untuk saya, hal itu saya lakukan murni karena memang hati saya ikhlas menolong," ujarnya terharu, sambil sesekali menyeka air mata diujung matanya.

Saat pandemi Covid-19 berlangsung, Pak Mul disibukkan dengan antar jemput jenazah dari Rumah Sakit di kawasan Jakarta Pusat menuju TPU Kawi-Kawi, Johar Baru, Jakarta Pusat.

Halaman
1234
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan