Selasa, 9 September 2025

Siswa SMA di Serpong Korban Bullying

Reza Indragiri: Kekerasan Antar Siswa Belum Tentu Perundungan

Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel angkat bicara soal aksi perundungan berat, seperti yang terjadi di salah satu sekolah di Tangerang.

Editor: Wahyu Aji
Tangkap layar kanal YouTube Baitul Maal Hidayatullah
Ahli Psikologi Forensik, Alumnus Psikologi Universitas Gadjah Mada Reza Indragiri Amriel. 

Bullying diterjemahkan sebagai perundungan.

Ragging, setahu saya, belum ada sinonimnya dalam bahasa Indonesia. Bullying dan ragging sama-sama kekerasan. Keduanya adalah perilaku tidak baik.

Tapi bayangkan jika seorang anak--siapa pun dia--sengaja mendekati geng yang dikenal urakan agar bisa bergabung ke dalamnya.

Anak itu pun tahu bahwa setiap anggota baru akan dikenai perlakuan tak senonoh dan serbaneka kekerasan.

Lantas, bergabunglah anak itu ke dalam geng tersebut dan dia menjalani ritual atau seremoni kekerasan yang memang merupakan identitas atau budaya geng itu.

Kalau kronologinya sedemikian rupa, maka keluarga anak, publik, sekolah, dan otoritas penegakan hukum jangan salah kaprah: kekerasan yang menimpa anak tersebut tidak bisa serta-merta dikategori sebagai bullying. Bukan--sebutlah--anak badung menyakiti anak baik.

Justru itu merupakan ragging alias anak badung bertemu dengan anak badung melestarikan tradisi kebadungan.

Dalam bullying, dikotomi pelaku dan korban sangat jelas.

Sedangkan dalam ragging, relasi antar anak tidak lagi hitam putih. Apalagi jika si anggota baru bertahan dalam geng tersebut, maka ia pun sesungguhnya bukan korban.

Mindset-nya adalah ia secara sengaja melalui "masa belajar" untuk kelak menjadi pelaku kekerasan pula.

Baca juga: Vincent Rompies Sebut Anaknya Masih Berstatus Saksi Terkait Kasus Bullying Geng di SMA Binus

Bahkan betapa pun si anggota baru babak belur, tetap saja ia awalnya bukan korban bullying.

Kecuali andai saat dipukuli si anggota baru itu merasa sakit, tak sanggup bertahan, ingin berhenti, apalagi jika ia minta agar tak lagi digebuki, namun anggota-anggota lama terus menghujaninya dengan pukulan, maka pada saat itulah ragging berubah menjadi bullying atau penganiayaan murni.

"Baik bullying maupun ragging, keduanya memang harus disetop. Namun dengan mengidentifikasi secara akurat apakah kejadian yang polisi tangani sesungguhnya merupakan bullying atau ragging, proses penegakan hukum akan berjalan tepat sasaran. Pun masyarakat akan bisa menakar sebesar apa simpati perlu diberikan," kata Reza.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan