Dasar Hukum Penggunaan Sirine dan Strobo 'Tot Tot Wuk Wuk', Isyarat Warna Lampu hingga Jerat Pidana
Penggunaan sirine dan strobo telah diatur dalam UU, ada tujuh jenis kendaraan yang memiliki hak utama di jalan pakai sirine serta lampu isyarat
Penulis:
Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Bunyi khas 'tot tot wuk wuk' yang sering terdengar di jalanan kini menjadi simbol arogansi sebagian pengendara yang menggunakan sirine dan lampu strobo secara sembarangan.
Fenomena ini tidak hanya mengganggu kenyamanan berlalu lintas, tetapi juga melanggar hukum yang berlaku di Indonesia.
Banyak kendaraan pribadi, bahkan sepeda motor, memasang aksesori menyerupai kendaraan dinas demi mendapatkan prioritas di jalan raya.
Padahal, penggunaan sirine dan lampu isyarat telah diatur secara ketat dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ).
Sebelumnya masyarakat yang sudah muak dengan arogansi strobo dan sirene mendukung gerakan yang diinisiasi mantan duta besar (dubes) Indonesia untuk Polandia, Peter Gontha.
Lewat unggahan di media sosial, Peter F Gontha mengajak masyarakat agar menyebarkan stiker berisi pesan sindiran yang ditujukan kepada para pengguna lampu strobo dan sirine di jalan raya.
Stiker yang diunggah Peter F Gontha bertuliskan: "Hidupmu dari Pajak Kami, Stop Strobo dan Sirine".
"Kita ramai-ramai bikin stiker ini, (bikin) yang banyak dan bagi-bagikan kepada siapa saja," tulis Peter Gontha.
Seruan ini seketika ramai diperbincangkan netizen. Lantaran stiker ini dianggap mewakili kemarahan mereka terhadap maraknya penggunaan lampu strobo dan sirine yang tidak bertanggung jawab di jalan besar.
Tak sedikit ditemukan oknum pengemudi yang menggunakan lampu tersebut untuk kepentingan pribadi semata.
Adapun penggunaan sirine dan strobo telah diatur dalam undang-undang.
Baca juga: Kakorlantas Polri Bekukan Sementara Penggunaan Tot-tot Wok-wok di Mobil Patwal
Menurut Pasal 134 UULLAJ, hanya tujuh jenis kendaraan yang memiliki hak utama di jalan dan diperbolehkan menggunakan sirine serta lampu isyarat.
Ketujuh kendaraan tersebut meliputi: pemadam kebakaran saat bertugas, ambulans yang sedang mengangkut pasien, kendaraan untuk pertolongan kecelakaan, kendaraan pimpinan lembaga negara, kendaraan tamu negara asing yang dikawal, iring-iringan pengantar jenazah, dan konvoi untuk kepentingan tertentu yang telah ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Lebih lanjut, Pasal 135 Ayat (1) menegaskan bahwa kendaraan yang memiliki hak utama tersebut wajib dikawal oleh petugas kepolisian dan menggunakan lampu isyarat serta sirine sesuai ketentuan.
Artinya, kendaraan pribadi yang tidak termasuk dalam kategori tersebut tidak memiliki hak untuk menggunakan perangkat bunyi dan cahaya yang menyerupai kendaraan dinas.
Warna Lampu Isyarat dan Fungsinya
Pasal 59 Ayat (5) UULLAJ menjelaskan bahwa warna lampu isyarat memiliki fungsi spesifik yang tidak boleh disalahgunakan. Lampu berwarna biru hanya boleh digunakan oleh kendaraan Kepolisian dan harus disertai dengan sirine.
Lampu merah digunakan oleh kendaraan seperti ambulans, mobil jenazah, kendaraan TNI, pemadam kebakaran, dan tim rescue, juga dengan sirine.
Sementara itu, lampu kuning diperuntukkan bagi kendaraan patroli jalan tol, mobil derek, kendaraan perawatan fasilitas umum, dan angkutan barang khusus.
Berbeda dengan dua warna sebelumnya, lampu kuning tidak boleh disertai dengan sirine.
Pemasangan lampu dan sirine yang tidak sesuai peruntukannya dapat menimbulkan kebingungan di jalan dan membahayakan keselamatan pengguna jalan lainnya.
Selain itu, tindakan ini juga merusak kepercayaan publik terhadap sistem lalu lintas yang tertib dan adil.
Baca juga: Muncul Gerakan Stop Sirene dan Strobo, Istana Minta Pejabat Tidak Semena-mena
Jerat Hukum bagi Pelanggar
Penggunaan sirine dan strobo secara ilegal dapat dikenai sanksi pidana berdasarkan Pasal 287 Ayat (4) UULLAJ.
Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan dan melanggar ketentuan mengenai penggunaan alat peringatan dengan bunyi dan sinar dapat dipidana dengan kurungan paling lama satu bulan atau dikenai denda paling banyak Rp250.000.
Sanksi ini berlaku bagi siapa pun yang menggunakan sirine, strobo, atau rotator tanpa hak, termasuk pengendara yang sengaja menyalakan bunyi “tot tot wuk wuk” untuk membuka jalan di tengah kemacetan.
Tindakan tersebut bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga menunjukkan sikap tidak menghargai hak pengguna jalan lainnya.
Gerakan sosial “Stop Tot Tot Wuk Wuk” muncul sebagai bentuk kritik terhadap maraknya penyalahgunaan sirine dan strobo.
Kampanye ini mengajak masyarakat untuk lebih sadar hukum dan etika berlalu lintas.
Sirine bukan simbol kekuasaan atau gaya-gayaan, melainkan alat keselamatan yang hanya boleh digunakan dalam kondisi darurat dan oleh kendaraan yang berwenang.
Tanggapan Istana
Istana melalui Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi buka suara soal gerakan antisirine dan strobo di media sosial.
Prasetyo mengatakan pihaknya sudah pernah membuat surat edaran kepada seluruh jajaran pejabat agar menggunakan secara patut dan tertib fasilitas pengawalan.
"Kami, Kementerian Sekretariat Negara, dulu juga sudah pernah, membuat surat edaran kepada seluruh jajaran pejabat negara, yang menggunakan fasilitas-fasilitas pengawalan bahwa memang ada undang-undang yang mengatur itu," katanya di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat, (19/9/2025).
Menurut Prasetyo, jika kemudian fasilitas itu dipergunakan, tentunya harus memperhatikan kepatutan, kemudian memperhatikan ketertiban masyarakat pengguna jalan yang lain. Sehingga bukan berarti menggunakan fasilitas tersebut, semena-mena atau semau-maunya itu.

Pihaknya kata Prasetyo terus mengingatkan para pejabat mengenai surat edaran tersebut. Fasilitas pengawasan tidak bisa dihilangkan karena masih diperlukan untuk efektivitas pergerakan pejabat.
"Karena memang ada beberapa yang kemudian memang membutuhkan fasilitas tersebut hanya untuk efektivitas waktu, tapi sekali lagi yang bisa kita lakukan, yang telah terus menerus kita, kita imbau bahwa fasilitas-fasilitas tersebut, jangan digunakan untuk sesuatu yang melampaui batas-batas wajar dan tetap kita harus memperhatikan dan menghormati pengguna jasa yang lain," katanya.
Tambah Mesesneg, Presiden Prabowo telah memberikan contoh penggunaan fasilitas pengawasan di jalan.
Presiden sering ikut bermacet macetan di jalan dan mengikuti rambu rambu lalu lintas.
"Sebagaimana saudara-saudara perhatikan bahwa bapak presiden memberikan contoh, bahwa beliau sendiri, di dalam mendapatkan pengawalan di dalam berlalu lintas, itu juga sering ikut bermacet-macet, kalau pun lampu merah juga berhenti, ketika tidak ada sesuatu yang sangat terburu-buru mencapai tempat tertentu. semangatnya itu," paparnya.
Sikap Kakorlantas
Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Pol Agus Suryonugroho angkat bicara terkait penggunaan strobo yang dikeluhkan oleh warga.
Suara 'Tot-tok Wok-wok' pada mobil patwal mendapat penolakan keras dari masyarakat di media sosial.
Irjen Agus mengaku sudah mengambil langkah nyata dan membekukan penggunaan strobo.
Menurutnya, seluruh masukan masyarakat ialah hal positif untuk Polro dan langsung dievaluasi.
"Saya bekukan untuk pengawalan menggunakan suara-suara itu karena ini juga masyarakat terganggu, apalagi padat, ini kita evaluasi biarpun ada ketentuannya pada saat kapan menggunakan sirene termasuk tot tot," ungkap Agus di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (19/9/2025).
Dia menyampaikan terima kasih atas masukan yang disampaikan oleh masyarakat

"Sementara kita bekukan semoga tidak usah harus pakai tot tot lagi lah. Setuju ya?" tambahnya.
Kakorlantas masih terus memonitor perihal permintaan dari masyarakat agar pelayanan Polri betul-betul dirasakan.
Terutama lagi masukan dari generasi Z.
"Kita selalu seperti generasi Z, ikut di media terus," ucap dia.
(Tribunnews.com/ Chrysnha, Taufik Ismail, Reynas Abdila)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.