Pemalsuan Putusan MK
Dibalik Pertemuan Andi Nurpati dan Mashuri 14 Agustus 2009
Mashuri Hasan, mantan juru panggil Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjadi tersangka kasus surat palsu MK, menegaskan
Penulis:
Abdul Qodir
Editor:
Johnson Simanjuntak

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mashuri Hasan, mantan juru panggil Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjadi tersangka kasus surat palsu MK, menegaskan pertemuan di kantor KPU, pada 14 Agustus 2009 pagi, adalah atas permintaan anggota KPU saat itu, Andi Nurpati.
Demikian disampaikan kuasa hukum Hasan, Edwin Partogi, di sela-sela mendampingi konfrontir kliennya dengan Andi di kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (28/7/2011).
Permintaan itu disampaikan Andi saat menelepon Hasan. Andi meminta Mashuri datang menemuinya, karena ada surat KPU yang hendak dikirim ke MK. "Kemudian Bu Andi bilang, 'San ini ada surat yang mau kita kirim ke MK,. Tolong dong ke sini," kata Edwin mengikuti pengakuan Hasan.
Mendapat permintaan seperti itu, Hasan menyanggupinya dan datang ke ruang Andi di kantor KPU. "Dan baru kali itu juga Hasan menerima telepon dari Bu Andi untuk mengambil surat," ujarnya.
Edwin tak tahu apakah prosedur penjemputan surat KPU oleh juru panggil MK itu menyalahi prosedur. "Artinya, ini hanya inisiatif pribadi untuk memberikan pelayanan kepada pihak yang selama ini biasa berhubungan dengan MK," ujarnya.
Menurutnya, selaku juru panggil dan penerima tamu MK, hubungan baik antara Hasan dan Andi terjalin dengan sendirinya. Sebab, dengan padatnya sidang sengketa Pemilu (PHPU) 2009, KPU diberi ruangan di Gedung MK.
"Jadi, semua kebutuhan KPU itu, dia (Hasan) yang bantu untuk melayaninya di MK," ujarnya.
Berdasarkan pengakuan Hasan, Edwin menceritakan alasan Mashuri memberikan nomor faksimili MK kepada Andi, di tempat dan hari yang sama.
Menurutnya, pemberian nomor surat faksimili itu lantaran Andi mengatakan akan mengirimkan surat ke MK, pada pertemuan itu. Surat itu tentang permohonan caleg Partai Hanura tentang sengketa hasil Pileg untuk Dapil I Sulsel dan adanya kesalahan penulisan nama di surat putusan MK untuk Dapil Sumatera Selatan I.
"Ketika dia (Hasan) datang ke sana, Bu Andi cerita, KPU mau ngirim surat mengenai permohonan Dewi Yasin mengenai perkara Nomor 44 yang dari Partai Hanura dan ada kesalahan nama di dalam putusan Sumsel I soal Hasan Husein. Seharusnya Abdulah Husein," paparnya.
"Dia (Hasan) bilang, yah udah Bu, kalau memang ada suratnya, sini saya bawa'. Andi jawab, yah suratnya belum ada. Lalu Hasan bilang, ya udah di-faks saja. Makanya nomornya di kasih Hasan," imbuhnya.
Pengakuan Hasan sebagaimana yang disampaikan Edwin ini bertolak belakang dengan pengakuan Andi saat dikonfrontasi dengan Hasan di Bareskrim.
Saat dikonfrontasi dengan Hasan, Andi mengaku bertemu di ruangan kerjanya dengan Hasan pada 14 Agustus 2011. Namun, ia mengku lupa, apakah benar dirinya yang menelpon dan meminta kedatangan Hasan itu.
Andi juga mengaku lupa bahwa jika pada pertemuan itu sempat mengatakan kepada Hasan, akan mengirim kedua surat KPU itu, sehingga terjadi pemberian nomor faksimili dari Hasan.
"Saya tidak ingat, apa yang saya (sampaikan). Karena, saat itu juga surat KPU belum ada," kata Andi di sela-sela konfrontasi.