Bom Bunuh Diri Cirebon
Kurir Sigit Qordowi Terancam Hukuman Mati
Edy Tri Wiyanto alias Edy Jablay alias Edy alias Jablay, terdakwa kasus terorisme bom bunuh diri Cirebon didakwa jaksa penuntut umum
Penulis:
Y Gustaman
Editor:
Anwar Sadat Guna

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yogi Gustaman
TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Edy Tri Wiyanto alias Edy Jablay alias Edy alias Jablay, terdakwa kasus terorisme bom bunuh diri Cirebon didakwa jaksa penuntut umum dengan hukuman mati dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten, Rabu (9/11/2011).
Edy Jablay adalah kurir Sigit Hermawan Wijayanto alias Sigit Qordowi.
Jaksa penuntut umum Bambang S menyebut Edy berperan sebagai penyedia senjata api untuk Sigit, pimpinan Tim Hisbah Surakarta, yakni kelompok yang bertujuan menegakkan amar ma'ruf nahi munkar dengan cara memerangi maksiat, orang-orang kafir. Sigit tewas oleh Densus 88 di Solo.
"Sekitar Desember 2010, Sigit meminta bantuan terdakwa mencarikan senjata api berikut amunisinya untuk digunakan dalam kegiatan memerangi musuh-musuh Islam," ujar Bambang.
Perintah Sigit, kata Bambang, diamini Edy dengan menemui Musola, yang juga terdakwa di kasus yang sama.
Singkat cerita, Edy mendatangi Musola di Cirebon, dengan menyampaikan sedang mencari senjata api berikut amunisinya. Musola menyanggupi, dan mengontak Edy akhir Desember bahwa butuh dana Rp 12 juta. Informaasi Musola, Edy sampaikan kepada bosnya, Sigit.
Kesepakatan disetujui. Tiga hari kemudian, Edy menemui dan menerima senpi jenis Baretta berikut 78 butir peluru kaliber 2.2 milimeter dari Musola di rumahnya.
Saat itu Musola mengembalikan Rp 4 juta karena harga senjata dan pelurunta hanya Rp 8 juta. Edy lalu balik ke Surakarta dan menyerahkan pesanan Sigit.
Februari 2011 Sigit membutuhkan senpi lagi dan mengutus Edy untuk menemui Musola. Dengan uang Rp 14 juta, Edy menerima senpi jenis FN (Fabrique National) berikut 338 butir peluru kaliber 9 milimeter.
Edy menyerahkan senpi tersebut kepada Sigit di tempat yang sama yakni Masjid Al-Anshor, Pasar Kliwon, Surakarta.
"Akan tetapi, terdakwa hanya menyerahkan satu pucuk senpi FN berikut 100 butir peluru kaliber 9 milimeter. Sedang 238 butir peluru sisanya disimpan terdakwa di rumahnya Kampung Joyotakan RT 005/06 Kelurahan Joyotakan, Kecamatan Serengan, Surakarta," terang Bambang.
Tak sampai di situ, Edy membeli lagi ke Musola, 381 butir peluru kaliber 5.56 seharga Rp 8 juta dengan uang saku pribadinya, dan menyimpan di rumahnya.
Lalu April 2011, Edy menyerahkan 619 butir peluru terdiri dari 238 butir peluru kaliber 9 milimeter dan 381 kaliber 5.56 milimeter kepada saksi Hari Budiarto alias Nobita, yang juga jadi terdakwa.
Nobita menitipkan kembali 619 butir peluru kepada saksi Arifin Nur Haryono, terdakwa dalam berkas terpisah. Tak mau terendus, Arifin menitipkan lagi ke Hartanto (belum tertangkap) dan ia menyembunyikannya di atap rumah dinas SMPN 6 Sukoharjo, yang ditempatinya.