Jembatan Tenggarong Ambrol
DPR Usulkan Bentuk Panja Ambruknya Jembatan Kukar
Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengusulkan dibentuknya Panitia Kerja (Panja) kasus runtuhnya Jembatan Tenggarong atau
Editor:
Anwar Sadat Guna

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengusulkan dibentuknya Panitia Kerja (Panja) kasus runtuhnya Jembatan Tenggarong atau Jembatan Mahakam II untuk mengungkap fakta-fakta penyebab runtuhnya jembatan tersebut.
Panja ini akan menggali informasi dari tim-tim independen maupun para pakar agar memperoleh fakta dan informasi yang benar.
Panja juga diharapkan bisa merekomendasikan revisi aturan perundangan-undangan terkait pembangunan dan pemeliharaan jalan raya dan jembatan agar ke depan kasus serupa tidak terulang kembali.
Demikian diungkapkan anggota Komisi V DPR RI, Yudi Widiana Adia dalam pers rilis yang diterima Tribunnews.com saat bersama tim pencari fakta Komisi V meninjau lokasi runtuhnya Jembatan Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (30/11/2011).
Selain itu, lanjut Yudi, Panja juga dibentuk untuk mengakhiri polemik siapa yang harus bertanggungjawab atas kejadian tersebut mengingat saat ini terjadi upaya saling lempar tanggung jawab antar instansi terkait.
“Saling lempar tanggung jawab itu bukan hanya tidak akan menyelesaikan masalah, namun juga memperburuk citra Indonesia, khususnya soal kemampuan dan kualitas anak bangsa ini membangun infrastruktur sehingga menjadi kontraproduktif,” ujar Yudi.
Lebih lanjut Yudi mengatakan, aturan perundang-undangan yang ada memang tidak secara spesifik mengatur soal jembatan. Aturan hukum yang ada menyamaratakan pemeliharaan jembatan dengan pemeliharaan jalan sehingga hal itu perlu direvisi.
Berdasarkan fakta yang dikumpulkan di lapangan, tidak ada kapal tongkang yang menabrak pilar jembatan dan secara teknis tidak mungkin, mengingat lebar sungai cukup panjang dan sehingga konstruksi jembatan tidak menghalangi arus kendaraan di permukaan atau badan sungai.
Yudi khawatir isu tersebut dikembangkan untuk mengalihkan tanggungjawab terkait prosedur pemeliharaan jembatan.
Temuan Komisi V lainnya bahwa beberapa hari sebelum kejadian, tepatnya Senin (21/11/2011) hingga Kamis (24/11/2011) Kementerian Pekerjaan Umum mengirim tim pembinaan teknik (Bintek) untuk menyiapkan prosedur standar operasi (SOP) pemeliharaan jembatan tipe Cable Stayed.
Namun diakui Yudi, tim tersebut sudah sangat terlambat karena seharusnya sejak jauh-jauh hari, Kementerian PU harusnya menyiapkan SOP pemeliharaan jembatan-jembatan khususnya yang dibangun oleh pemerintah daerah.
Temuan lainnya, bahwa masukan (advis) agar dilakukan perbaikan jembatan sudah muncul sejak tahun lalu. Namun sayangnya tidak memperoleh dukungan politik anggaran yang memadai untuk pemeliharaan.
“Itu menunjukkan tidak dimilikinya pengetahuan yang benar dan memadai terkait sarana infrastruktur modern yang dibangun. Sehingga persoalan tersebut dianggap sepele,” cetus Yudi.
Sementara itu terkait evakuasi korban Yudi meminta Badan SAR nasional (Basarnas) bergerak lebih cepat dengan dukungan peralatan dan dana yang lebih baik.
Hasil pengujian lapangan tim Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menunjukkan adanya mobil-mobil yang terjebak di dasar sungai dengan kedalaman sekitar 60 meter di bawah permukaan air.