Kasus PLTU Lampung
Hari Ini KPK Jadwalkan Pemeriksaan Emir Moeis
KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Ketua Komisi XI DPR RI, Izedrik Emir Moeis, Kamis (27/9/2012).
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Ketua Komisi XI DPR RI, Izedrik Emir Moeis, Kamis (27/9/2012).
Sedianya hadir, legislator PDIP tersebut akan diperiksa sebagai saksi untuk kasus dugaan korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans) pada tahun 2008 atas tersangka Neneng Sri Wahyuni.
"IEM diperiksa sebagai saksi," ucap Kabag Pemberitaan dan Informasi Priharsa Nugraha melalui pesan singkat, Kamis (27/9/2012).
Emir diperiksa lantaran dianggap mengetahui proyek yang telah dibiayai oleh APBN tahun anggaran 2008. Dimana Pada tahun tersebut Emir diketahui menjabat sebagai anggota Panitia Anggaran di DPR RI pada proyek yang telah merugikan keuangan negara sebanyak Rp 3,8 miliar.
Emir sendiri pada 20 April lalu dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa terkait kasus Neneng. Namun, Emir yang kala itu dipanggil bersama Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Jhonny Allen Marbun mangkir dari pemeriksaan tersebut. Emir beralasan dirinya tak menerima surat panggilan dari penyidik KPK.
Nama Emir juga muncul dalam kasus dugaan korupsi proyek penanggulangan wabah flu burung tahun 2006 di Kementerian Koordinator Kesejahteraan rakyat (Kemenko Kesra). Emir dinyatakan kebagian uang senilai Rp 200 juta dari terpidana kasus ini, Sekretaris Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Sesmenko Kesra), Sutedjo Yuwono. Uang diduga terkait dengan pembahasan anggaran di Kemenko Kesra pada tahun 2006.
Untuk kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan, Lampung Selatan tahun 2004, Emir telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Kamis (26/7/2012). Politisi PDIP dijadikan tersangka lantaran diduga menerima suap terkait proyek tersebut. Emir diduga menerima uang lebih dari 300 ribu dolar US.
Dalam kasus ini, KPK menduga Neneng menerima suap lebih dari Rp 2,7 miliar dari proyek PLTS senilai Rp 8,9 miliar. Terkait kasus ini, Pejabat di Kemennakertrans, Timas Ginting telah divonis 2 tahun penjara. Sejumlah saksi menyebutkan Neneng berperan mengatur fee (komisi) dan keuntungan setiap proyek yang dikendalikan Grup Permai.
Sementara saat sidang Pejabat di Kemennakertrans, Timas Ginting, peran Neneng dalam proyek PLTS terungkap melalui kesaksian Yulianis. Menurut bekas pegawai Nazaruddin di Grup Permai, perusahaan Nazar dan Neneng memakai PT Alfindo Nuratama untuk memenangkan lelang proyek yang berlangsung pada 2008. Menurut Yulianis, keuntungan-keuntungan dan pengeluaran proyek, yang in charge Ibu Neneng. Dia yang pegang rekening PT Alfindo.
Neneng dan Nazaruddin, menurut Yulianis, bekerja sama dengan Marisi Matondang, Direktur Utama PT Mahkota Negara yang juga Direktur Administrasi PT Anugerah Nusantara, meminjam PT Alfindo menggarap proyek PLTS.
Keterangan Yulianis diperkuat stafnya, Oktarina Fur. Oktarina yakni jika Neneng selaku Direktur Keuangan memegang kontrol sepenuhnya terhadap keluar-masuknya uang perusahaan. Menurut Yulianis, persetujuan keuangan bermula dari Neneng dan kemudian ke Nazarudin, dikarenakan dia adalah pemilik perusahaan.
Neneng kabur sebelum KPK menetapkannya sebagai tersangka suap proyek pembangkit listrik tenaga surya di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi itu. Namun, pelariannya berakhir kala KPK menangkap Neneng di rumahnya di kawasan Pejaten, Jakarta, Rabu 13 Juni 2012 lalu.