Oknum DPR Minta Jatah
BK: Tak Ada Sanksi Berat bagi Dewan Pemeras BUMN
Badan Kehormatan (BK) DPR memutuskan untuk tidak memberikan sanksi berat kepada anggota dewan yang diduga meminta jatah BUMN.
Penulis:
Ferdinand Waskita
Editor:
Anwar Sadat Guna

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Kehormatan (BK) DPR memutuskan untuk tidak memberikan sanksi berat kepada anggota dewan yang diduga meminta jatah BUMN.
Ketua BK DPR, M Prakosa, mengatakan, pihaknya tidak menemukan anggota dewan yang dilaporkan Menteri BUMN Dahlan Iskan mengucapkan kata-kata pemerasan.
Sanksi berat berisi tentang pemberhentian sementara anggota dewan, bahkan dapat berujung pemecatan, tidak bisa dilakukan.
"Sanksinya tidak ada yang berat. Yang namanya kata-kata pemerasan tidak ada. Jadi kan seolah-olah unsur yang berat. Seolah-olah ada transaksi pemberian dan penerimaan," kata Prakosa di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (6/12/2012).
Bahkan, kata Prakosa, belum ada permintaan dari anggota dewan. Pertemuan dengan direksi BUMN itu sebatas membahas bussines plan. "Jadi ada indikasi-indikasinya," ujarnya.
Diketahui, Dahlan melaporkan 10 nama yang diduga meminta jatah perusahaan BUMN yakni PT PAL, PT Garam, dan PT Merpati Nusantara Airlines.
Mereka adalah Sumaryoto, Idris Laena, Achsanul Qosasih, Zulkiflimansyah, Agung Rai Wijaya, Linda Megawati, Andi Timo Pangerang, Saidi Butar-Butar, M Ichlas El Qudsi, dan Muhammad Hatta. Namun, Andi Timo, Ichlas, dan Hatta ditarik dari laporan tersebut.
"Dari nama-nama yang telah diundang di BK. Sebagian ada pelanggaran etika dan ada yang terbukti," kata Prakosa.
Namun, Prakosa mengaku belum dapat menyampaikannya kepada publik. BK akan menyerahkan keputusan tersebut kepada orang terkait dan fraksi mereka.
Apakah pelanggaran dilakukan Sumaryoto dan Idris Laena mengingat mereka mengakui adanya pertemuan informal di luar jadwal resmi DPR, Prakosa enggan mengungkapkannya.
"Pokoknya BK sudah memutuskan dugaan pelanggaran etika sebagaimana yang disampaikan," tuturnya.