Amir Syamsuddin Anggap Pilihan SBY Sudah Tepat Terkait Patrialis Akbar
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Amir Syamsuddin menilai penunjukan Presiden SBY
Penulis:
Edwin Firdaus
Editor:
Widiyabuana Slay

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Amir Syamsuddin menilai penunjukan Presiden SBY kepada Patrialis Akbar sebagai hakim Mahkamah Konstitusi (MK) sudah tepat. Sebab, pencalonan itu sudah dilakukan dengan cara yang transparan.
Karena itu, Amir memandang tidak relevan bila penolakan terhadap Patrialis lantaran sering mengobral remisi saat menjabat sebagai Menkumham.
"Hakim konstitusi cara bekerja dalam pengujian norma tidak individual artinya terdapat mekanisme musyawarah untuk menjatuhkan putusan. Berbeda dengan hakim di lingkungan MA," kata Amir, Rabu (7/8/2013).
Amir juga menegaskan bahwa pengangkatan Patrialis tidak ada persoalan hukum. Hal itu terbukti dengan merujuk kepada undang-undang tentang MK. Di Pasal 19, disebutkan bahwa pencalonan hakim konstitusi dilaksanakan secara transparan dan partisipatif.
Sementara dalam Pasal 20 tentang tata cara seleksi, disebutkan bahwa pemilihan dan pengajuannya diatur oleh masing-masing lembaga yang berwenang yaitu Presiden, DPR, MA.
"Sebagai contoh pengangkatan hakim MK yang berasal dari MA para LSM tidak pernah ada yang complain?" ujarnya.
Amir menambahkan, pemilihan di DPR dilakukan secara terbuka karena harus diputuskan siapa yang akan menentukannya. Misalnya, apakah Ketua DPR atau ketua Komisi III.
Artinya mau tidak mau harus diumumkan secara terbuka. Sedangkan pemerintah pemilihannya merupakan hak prerogatif Presiden. "Begitu juga dari MA merupakan kebijakan Ketua MA," ujarnya.
Pada kesempatan sama, Amir memastikan Patrialis Akbar sudah berhenti dari Partai Amanat Nasional (PAN) sejak 2011 manakala menjadi Komisaris utama PT Bukit Asam.
"Pemerintah telah memproses sejak bulan Maret 2013 dengan berkoordinasi dengan Menkopolhukam dan dari arahan dari Wapres, dengan mengusulkan Prof. Satya Arinanto dan Patrialis Akbar. Sedangkan Prof. Maria Farida dicalonkan kembali dari pemerintah," imbuhnya.