Mahkamah Agung Tanggapi Status Justice Collaborator Nazaruddin
Status justice collaborator yang KPK berikan kepada Nazaruddin menuai polemik tak berkesudahan di publik.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Status justice collaborator yang KPK berikan kepada Muhammad Nazaruddin menuai polemik tak berkesudahan di publik.
Sejumlah kalangan menilai Nazaruddin, sebagai aktor utama dari berbagai tindak pidana korupsi, tak layak menjadi justice collaborator.
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana dan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu, tegas menyatakan status justice collaborator hanya bisa diberikan kepada pelaku minoritas.
Pemberian status justice collaborator ini bertujuan agar si pelaku mengungkap pelaku mayoritas alias aktor utama dari kasus ķorupsi tersebut.
Mahkamah Agung mengharapkan agar setiap informasi dari justice collaborator dicermati lebih dalam dan tidak diterima mentah-mentah. Apalagi jika status si justice collaborator sudah masuk penjara.
Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Abdullah, mengingatkan agar informasi dari mereka yang sudah masuk bui tidak sepenuhnya dipercaya.
"Kalau orang sudah masuk (penjara) seperti itu, apakah ucapannya masih bisa dipegang. Itu kan bisa cari teman saja," ucap Abdullah, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (4/10/2017).
Menurut Abdullah setiap penegak hukum memiliki tanggungjawab untuk mengembangkan setiap informasi, apalagi berkaitan dengan kasus korupsi. Namun, dalam menyelidiki informasi, penegak hukum sudah punya ketentuan yang diatur dalam KUHAP.
"KUHAP telah mengatur, kalau mau mendakwa si A, ya harus A yang diperiksa beserta saksi-saksinya. Enggak boleh, saksi untuk orang A, mendakwa B. Tidak adil bagi B. KUHAP sudah atur hal seperti itu,” jelas dia
Berkaitan dengan Nazaruddin yang dijadikan sebagai justice collaborator, sejauh ini MA belum mendapatkan informasi menyangkut kasus yang mana.
"Status JC Nazaruddin untuk kasus yang mana, belum jelas. Saya tidak bisa komentar apa-apa, karena kalau orang sudah di dalam, bisa bebas ngomong apa saja. Bisa jadi itu pernyataan politis," Abdullah menegaskan.
Nazaruddin, mantan bendahara umum Partai Demokrat, diduga terlibat dalam banyak kasus korupsi. KPK pernah merilis ada 163 proyek pemerintah diduga terindikasi korupsi dengan melibatkan Permai Group, perusahaan boneka Nazaruddin.
Melalui Permai Group, Nazaruddin berkuasa membagi-bagikan proyek pemerintah kepada pihak ketiga, baik swasta dan BUMN dengan mengutip fee berkisar antara 20%-40% dari nilai proyek.
Pengamat hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mempertanyakan penunjukan Nazaruddin sebagai justice collaborator oleh KPK.
"JC itu maksudnya untuk mencari ikan besar. Kalau yang jadi JC adalah si ikan besar itu sendiri kan lucu," kata Fickar tempo hari.
Ketua KPK Laode M Syarif usai dengar pendapat dengan Komisi III DPR menyatakan Nazaruddin mendapatkan status justice collaborator lantaran mau membuka kasus-kasus lain dan tidak mempersulit proses penyelidikan, penyidikan hingga persidangan.
Dikatakan Laode, saat ini KPK bersama aparat hukum sedang menangani kasus-kasus Nazaruddin yang lain. “Beberapa kasus masih dalam proses di KPK, sebagian di Kepolisian dan Kejaksaan,” tambah dia.