Korupsi di Konawe Utara
Tidak Ditahan, KPK Usut Penerbitan Izin Tambang Nikel Mantan Bupati Konawe Utara
Usai diperiksa Selasa (17/10/2017), Aswad Sulaiman melenggang bebas keluar KPK tanpa menggunakan rompi oranye.
Penulis:
Theresia Felisiani
Editor:
Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman memenuhi panggilan perdana sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan izin pertambangan nikel di Kabupaten Konawe Utara yang ditaksir merugikan negara hingga Rp 2,7 triliun.
Usai diperiksa Selasa (17/10/2017), Aswad Sula
Baca: Ucapan Anies Soal Pribumi Dapat Membentuk Polarisasi di Masyarakat
iman melenggang bebas keluar KPK tanpa menggunakan rompi oranye.
Dalam pemeriksaan tersebut, Aswad Sulaiman lolos penahanan KPK.
Baca: Dalam Waktu Dekat KPU Akan Buka Akses SIPOL Untuk Publik
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan soal penahanan adalah kewenangan dan subyektivitas dari penyidik, serta melihat unsur dalam Pasal 21 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Menurut Febri, saat ini penyidik sedang melengkapi penyidikan lebih dulu, dengan melengkapi sejumlah bukti-bukti terkait penerbitan izin tambang nikel yang mengakibatkan kerugian negara hingga Rp2,7 triliun.
Termasuk, penyidik juga berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan penghitungan jumlah kerugian negara.
"Jadi setelah itu barulah kami pertimbangkan tahap-tahap lebih lanjut dalam penyidikan," kata Febri.
Dalam pemeriksaan tersebut, diungkapkan Febri, penyidik mengusut kewenangan saat Aswad Sulaiman menjabat sebagai bupati dalam mengeluarkan izin tambang kepada sejumlah perusahaan.
Baca: Pengadilan Negeri Jambi Maafkan Pendemo Anarkis yang Lempar Kursi Kepada Hakim
"Pemeriksaan tadi seputar kewenangan yang ada apa saja, yang menjadi kewenangan bupati dalam penerbitan izin atau hal relevan yang terkait perkara ini," terang Febri di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Sementara itu, ditemui usai pemeriksaan, Aswad Sulaiman yang menggunakan kemeja warna putih enggan menanggapi pertanyaan awak media.
Aswad hanya mengaku ditanya soal penerbitan izin tambang nikel yang dilakukannya saat ia menjabat.
"Iya (ditanya soal penerbitan izin)," singkat Aswad Sulaiman.
Diketahui, Aswad dijerat dua kasus oleh KPK. Pertama, ia selaku Bupati Konawe Utara periode 2007-2009 dan 2011-2016 ditetapkan sebagai tersangka karena diduga telah menyalahgunakan wewenangnya untuk memberi izin eksplorasi pertambangan, eksploitasi pertambangan serta izin usaha produksi kepada sejumlah perusahaan di Pemkab Konawe Utara dari 2007 sampai 2014.
Kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp2,7 triliun.
Kasus kedua, Aswad diduga menerima suap dari sejumlah perusahaan sebesar Rp 13 miliar.
Uang itu diterima Aswad selama menjabat sebagai bupati Konawe Utara 2007-2009.
Dalam kasus dugaan korupsi izin pertambangan, Aswad dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara di kasus suap, Aswad dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atas kasus ini, penyidik juga telah melakukan penggeledahan, diantaranya di salah satu perusahaan yang mendapat izin tambang di Jalan A. Yani, Kendari.
Dari penggeledahan itu penyidik menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik lainnya yang kini masih terus dianalisis.
Informasi yang beredar, lokasi yang digeladah KPK hari ini yakni PT Manunggal Sarana Surya Pratama, salah satu perusahaan yang mendapat izin tambang di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.