Kini Penghayat Kepercayaan Bisa Tulis Data Agama di KTP dan Kartu Keluarga
Kini penganut kepercayaan tidak lagi mengosongkan kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga.
Penulis:
Eri Komar Sinaga
Editor:
Adi Suhendi
"Database kependudukan yang disusun haruslah dalam kerangka menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak dimaksud sehingga database kependudukan akan tersusun secara lebih akurat, karena tidak akan ada warga negara yang terdata dalam database kependudukan yang elemen data kependudukan di dalamnya tidak diisi atau diisi secara tidak sesuai dengan apa sebenarnya agama atau keyakinan yang dianutnya," kata Mahkamah dalam pendapatnya.
Mahkamah juga sependapat dengan dalil dari para pemohon bahwa Pasal a quo bertentangan dengan kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.
Sejak awal, penganut kepercayaan sudah dibedakan dengan penganut agama yang diakui sesuai dengan peraturan perundang-undangan dimana pembedaan demikian tidak berdasarkan pada alasan yang konstitusional.
Keberadaan Pasal tersebut menyebabkan akibat penghayat kepercayaan kesulitan memperoleh KK maupun KTP elektronik.
Pengosongan elemen data kependudukan tentang agam juga telah berdampak ada pemenuhan hak-hak lainnya seperti perkawinan dan layanan kependudukan.
"Bahwa agar tujuan untuk mewujudkan tertib administrasi kependudukan dapat terwujud serta mengingat jumlah penghayat kepercayaan dalam masyarakat Indonesia sangat banyak dan beragam, maka pencantuman elemen daa kependudukan tentang agama bagi penghayat kepercayaan hanya dengan mencatatkan yang bersangkutan sebagai 'penghayat kepercayaan' tanpa merinci kepercayaan yang dianut dalam KK maupun KTP elektronik begitu juga dengan penganut agama lain," kata Mahkamah.
Permohonan tersebut diajukan Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim.