UU MD3
Pemerintah dan Mayoritas Fraksi Sepakati Revisi UU MD3 Dibawa ke Paripurna
Supratman berharap Penambahan kursi pimpinan tersebut dapat membuat kinerja legislatif semakin berkualitas.
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rapat Kerja Badan Legislasi DPR RI dengan pemerintah akhirnya menyepakati revisi Undang-undang nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD ( MD3) dibawa ke rapat paripurna.
Sebanyak delapan dari 10 fraksi sepakat dengan sejumlah pasal dalam revisi terutama mengenai penambahan jumlah kursi pimpinan MPR yang selama ini alot pembahasannya.
Hanya dua fraksi yakni PPP dan Nasdem yang menolak revisi UU MD3 dibawa ke paripurna.
Ketua Baleg Supratman Andi Agtas mengatakan, pemerintah akhirnya menyepakati penambahan satu kursi pimpinan DPR dan tiga kursi pimpinan MPR dari usulan awal yakni 1 kursi DPR dan satu kursi pimpinan MPR.
Supratman berharap Penambahan kursi pimpinan tersebut dapat membuat kinerja legislatif semakin berkualitas.
Baca: Maia Estianty Buat Kisah Cinta Ala Dilan 1990, tapi Bukannya Romantis Malah Bikin Merinding Begini!
"Ini soal dinamika politik saja. seperti yang dijelaskan pak menteri tadi, ini soal dinamika politik. karena memang semangatnya bagaimana kemudian penambahan pimpinan itu bisa menimbulkan kualitas kerja lebih maksimal lagi," ujar Supratman usai rapat, Kamis (8/2/2018) dini hari.
Menurut Supratman penambahan kursi tersebut yakni pimpinan DPR untuk jatah PDIP, sementara pimpinan MPR untuk jatah PDIP, Gerindra, dan PKB.
"Ini merefleksikan soal bagaimana keterwakilan pimpinan itu juga bagaimana menggambarkan hasil pemilu yang lalu. berdasarkan urutan itu yang diputuskan menempati posisinya yang di DPR maupun MPR," katanya.
Pada kesempatan yang sama Menkumham Yasonna Laoly mengatakan penambahan kursi tersebut hanya sampai 2019 saja. Pemerintah setuju penambahan tiga kursi pimpinan MPR sebagai kompromi agar pemilihan pimpinan kembali pada sistem proporsionalitas.
"Ini kan dinamika politik saja. Dan ini kita pikir hanya untuk 2014-2019 dan agar ada kompromi untuk kembali kepada sistem asas proporsionalitas yang akan datang. Ya itu lah dinamika politik. Demokrasi," kata Yasonna.
Baca: Jelang Laka Maut Tanjakan Emen, Agus Unggah Status Soal Kematian
Selain itu menurut Yasonna pemerintah setuju penambahan jumlah kursi pimpinan MPR, supaya antara pemerintah dan legislatif lebih kompak.
"Pokoknya kita mengakomodasi dalam rangka dinamika politik ke depan ini supaya masing-masing kita ini kompak-kompak saja. Supaya antar fraksi bisa lebih baik dan lebih bersatu dalam memimpin kelembagaan di sini, MPR maupun DPR," katanya.
Sementara itu anggota Panja revisi UU MD3 dari Fraksi PPP Arsul Sani menyampaikan alasan fraksinya tidak menyetujui draf RUU MD3 dibawa ke paripurna.
Alasannya menurut Arsul terdapat satu materi dalam draf revisi yang mencederai asas konstitusionalitas. Pasal 427 A huruf C menurut Arsul melanggar putusan Mahkamah Konstitusi karena tidak melibatkan DPD dalam pemilihan Ketua pimpian MPR.
Baca: Lihat Kebersamaan Gempita dengan Teman-temannya, Gading Marten Mewek dan Tulis Doa Ini
Pasal tersebut berbunyi:
Bahwa penambahan pimpinan MPR diberikan kepada fraksi yang memproleh suara terbanyak pada pemilu 2014 urutan ke 1, urutan ke 3, urutan ke 6, dan penambahan pimpinan DPR diberikan kepada partai yang memiliki suara terbanyak urutan ke 1.
"Bagi PPP kalau pasal ini terus disahkan, ada dua hal yang menurut kami pelanggaran serius. Pertama pengisian penambahan kursi pimpinan wakil ketua MPR melanggar hak konstitusional anggota DPD di tingkat MPR. Bagaimana penambahan pimpinan MPR dengan menghilangkan hak DPD," katanya.
Selain itu penambahan pimpinan juga jangan dimaknai 'diberikan' sesuai frasa yang tertulis dalam draf revisi tetapi harus dimaknai 'dipilih'.
"Mengapa kita anggota dewan membuat sebuah pasal yang isinya bukan ditetapkan tapi diberikan. Ini lebih parah dari UU terdahulu yang dibatalkan. RUU ini pasal 427 ini memiliki problem konstitusionalitas. Atas dasar itu, PPP tidak menyetujui tidak dilanjutkan pembahasan RUU dalam tingkat lebih lanjut kecuali tingkat konstitusionalitasnya diperbaiki," pungkasnya.