Kamis, 4 September 2025

Niluh Djelantik: Anggota DPR Harusnya Tak Punya Saku Baju dan Celana Agar Tak Korupsi

Ni Luh Putu Ary Pertami atau Niluh Djelantik (42) punya bayangan sendiri tentang anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang ideal.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Dewi Agustina
Tribunnews.com/Gita Irawan
Seorang perempuan perancang sepatu sekaligus pemilik merek dagang sepatu kelas dunia asal Bali, Niluh Putu Ary Pertami atau Ni Luh Djelantik saat wawancara seleksi sebagai anggota legislatif yang diadakan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di DPP PSI pada Minggu (22/4/2018). TRIBUNNEWS.COM/GITA IRAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang perempuan perancang sepatu sekaligus pemilik merek dagang sepatu kelas dunia asal Bali, Ni Luh Putu Ary Pertami atau Niluh Djelantik (42) punya bayangan sendiri tentang anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang ideal.

Usai menjalani proses wawancara seleksi calon anggota legislatif Partai Solidaritas Indonesia (PSI), perempuan kelahiran 15 Juni 1975 di Desa Batur Selatan, Kintamani, Bali itu mengatakan bahwa idealnya seorang anggota DPR memakai pakaian yang tidak memiliki saku celana atau baju saat bekerja dalam arti kiasan.

"Nggak ada kantong beginian nih di DPR, nggak ada ember-ember di bawah meja. Nah ini ada kantong, nggak bisa diisi nih. Dan setiap kantor itu ada CCTV, ada sensor, yang walaupun memang nggak dipasang kita tahu ada Tuhan," kata Niluh sambil menunjuk celana dan kemejanya yang tanpa saku.

Niluh mengungkapkannya karena melihat banyaknya anggota dewan yang seharusnya mewakili kepentingan rakyat namun justru terjerat kasus korupsi.

Sementara di sisi lain ia juga menilai pejabat yang ia anggap bersih justru harus dipenjara karena kasus lainnya.

Ia pun mulai berpikir dan perlahan memperhatikan dunia perpolitikan tanah air sejak tahun 2014. Ia sendiri tidak menyangka akan masuk ke dunia politik.

Baca: Sumarni Menangis Histeris di Pelukan Suaminya saat Jenazah Kompol Andi Chandra Tiba di Rumah Duka

"Untuk menjadi wakil rakyat nggak terbersit sama sekali waktu itu. Waktu itu aku lihat kita punya pelayan rakyat yang kebijakan-kebijakan untuk rakyatnya udah dijalankan sama mereka, contohnya Pak Ahok, Pak Jokowi, Ibu Risma. Kupikir aku udah ok, kita lanjutkan hidup kita. Aku dengan sepatuku. Tapi semakin ke sini kok semakin nggak fair (adil). Yang bagus tersingkir, yang mau bekerja harus masuk penjara," ungkap Niluh.

Saat itulah anak dari pasangan Ni Nyoman Palmi dan Putu Djelantik itu mengaku mulai perlahan mendelegasikan wewenangnya sebagai salah satu pendiri PT Talenta Putra Dewata di kantornya kepada pegawai-pegawainya di sana.

Hal itu dilakukannya karena menurut Niluh, dia telah selesai menjalankan kewajibannya sebagai pengusaha sepatu seperti kerja keras, mensejahterakan karyawan, membayar pajak, mengajar, dan mendandani perempuan-perempuan yang merupakan kliennya dengan sepatu karyanya.

"Tapi aku tahu aku akan pergi suatu hari nanti dari si Ni Luh ini. Aku nggak tahu apakah jalannya nanti aku akan menjadi pembina UKM atau aku akan menjadi guru atau aku akan pergi ke kampung-kampung, atau apakah aku akan terjun ke politik. 2014 itu aku pelan-pelan mulai mendelegasikan wewenangku di kantor ke anak-anak di sana," ungkap Niluh.

Niluh Djelantik_1
Seorang perempuan perancang sepatu sekaligus pemilik merek dagang sepatu kelas dunia asal Bali, Niluh Putu Ary Pertami atau Ni Luh Djelantik saat wawancara seleksi sebagai anggota legislatif yang diadakan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di DPP PSI pada Minggu (22/4/2018). TRIBUNNEWS.COM/GITA IRAWAN

Perempuan yang sepatunya telah dimiliki oleh aktris papan atas dunia seperti Julia Roberts dan Cameron Diaz itu mengatakan dirinya telah membudayakan transparansi di kantornya sejak ia menjalankan usahanya pada tahun 2003.

Bahkan nilai tersebut disebarkannya dari jabatan tertinggi hingga terendah sekali pun.

Hal itu menjadi penting baginya agar semua pegawainya merasa dihargai dan menguasai apa yang mereka kerjakan.

"Jadi kalau kamu ke sana sekarang tanya sama Admin, sama GM. Kamu tanya omsetnya berapa, mereka akan kasih tahu. Karena kita transparan. Bahkan office boy suatu hari akan jadi CEO kan, dan harus tahu harga. Nggak ada yang disembunyikan, no double book keeping," ungkap Niluh.

Baca: 15.000 Korban Meninggal Akibat Rokok, Jepang Perketat Peraturan Larangan Merokok Mulai Juni

Niluh mengatakan bahwa tujuannya terjun ke dunia politik dan memilih jalan untuk menjadi anggota legislatif adalah menghilangkan stigma terhadap wakil rakyat yang tidak merakyat.

Ia juga mengatakan bahwa pencitraan tidak bisa dibangun satu hari melainkan harus dibangun sejak lama dengan hidup seperti rakyat biasa.

Ia pun menyadari bahwa akan ada pihak yang menganggapnya terlalu berlebihan, namun ia juga menyadari bahwa di satu sisi akan ada orang-orang biasa yang menganggapnya bagian dari mereka

"Pencitraan itu nggak bisa dibangun dalam waktu satu hari. Orang perlu branding, tapi kita harus menjalaninya. Orang bilang pencitraan, tapi kita bilang itulah kita. Sebagian orang akan mengatakan tidak setuju karena dianggap lebay, tapi sebagian orang bahkan mengatakan dia salah satu dari kita. Nggak cuma pura-pura makan ketoprak di pinggir jalan," ungkap Niluh.

Peraih penghargaan dari Amerika Serikat Best Fashion Brand & Designer The Yak Awards 2010 tersebut mengatakan ingin menjadi wakil rakyat karena memang ingin menjadi pelayan.

Ia mencontohkan bahwa selama menjadi pimpinan merek dagang sepatu Niluh Djelantik sejak tahun 2003 ia memang menganggap dirinya pelayan.

Bahkan ia mengaku karyawannya bebas menyuruhnya apapun asalkan saling menghormati dan menghargai, tidak boleh mencela fisik, dan tidak boleh menggosip.

"Mbok tolong bawain sepatu sepuluh pasang. Mbak aku lagi packing, bisa nggak tolong ini disapu," ungkap Niluh mencontohkan permintaan karyawannya kepadanya.

Baca: Sidang First Travel Berlanjut Pemeriksaan Tiga Bos Andika, Anniesa dan Kiki Hasibuan

Istri dari Louis Kieffer itu sendiri merupakan satu dari 105 orang yang mengikuti seleksi wawancara untuk menjadi anggota legislatif yang diadakan PSI.

Niluh tiba di Jakarta pada Sabtu (21/4/2018) dan harus kembali ke Bali usai menyelesaikan wawancara yang digelar pada Minggu (22/4/2018) sore.

Dalam seleksi wawancara tersebut, Niluh diuji oleh Sekretaris Jenderal PSI Raja Juli Antoni dan tim panitia seleksi independen Mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia Mari Elka Pangestu serta pelopor pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Bivitri Susanti.

Dalam wawancara yang berlangsung sekitar 20 menit itu Niluh mengaku sempat ditanya oleh Mari dan Bivitri terkait tindakan nyata yang akan dilakukannya ketika menjadi anggota DPR nanti.

Saat konferensi pers, Mari pun menyampaikan apresiasinya kepada calon-calon perempuan yang berani untuk mencoba terjun ke dunia politik.

Baca: Aiman Kompas TV Malam Ini: Pilpres, SARA dan Tudingan Romy

"Hari ini pun kami mewawancara alhamdulillah dua calon perempuan yang dua-duanya sangat bagus. Jadi saya sangat puas dan happy karena ada juga calon perempuan yang berani dan mau masuk politik," kata Mari.

Senada dengan Mari, Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD optimis terhadap para calon-calon anggota egislatif yang mendaftar lewat PSI.

Ia berharap PSI sebagai partai baru dapat menjadi darah baru bagai perpolitikan Indonesia mengingat menurutnya masih ada yang perlu diperbaiki dalam dunia perpolitikan tanah air.

"Karena partai ini baru maka saya dan kawan-kawan tentu mendukung agar DPR dan dunia perpolitikan kita itu menjadi darah segar dan darah baru karena darahnya udah ada yang kotor sehingga harus diperbaiki," ungkap Mahfud.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan