Pilpres 2019
Makin Seru, Isu Tarik Menarik Antara Prabowo dengan Anies Baswedan
Ia memulai kembali karier politiknya dengan mencalonkan diri sebagai calon presiden dari Partai Golkar pada Konvesi Capres Golkar 2004.
Penulis:
Achmad Subechi
Editor:
Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Gong Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 sebentar lagi ditabuh.
Masing-masing tokoh menyiapkan diri maju menjadi calon presiden dan calon wakil presiden.
Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon kuat, akan berhadapan dengan para penantangnya.
Muncul sejumlah nama yang sudah mulai mengerucut.
Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto dan Gubernur DKI, Anies Baswedan.
Adalah Prabowo Subianto. Ia memulai kembali karier politiknya dengan mencalonkan diri sebagai calon presiden dari Partai Golkar pada Konvesi Capres Golkar 2004.
Baca: Cari Jalan Tengah, Partai Gerindra Pertimbangkan Anies Baswedan Jadi Cawapres Prabowo Subianto
Baca: Beralih Dukung Jokowi, Begini Tanggapan TGB Soal Ulama yang Kerap Dipenjara
Baca: Data Pendatang, Lurah Pekojan dan Jajarannya Gedor Pintu Kontrakan dan Kos-kosan
Meski lolos sampai putaran akhir, akhirnya Prabowo kandas di tengah jalan.
Ia kalah suara oleh Wiranto.
Pada 9 Mei 2008, Partai Gerindra menyatakan keinginannya untuk mencalonkan Prabowo menjadi calon presiden pada Pemilu 2009 saat mereka menyerahkan berkas pendaftaran untuk ikut Pemilu 2009 pada KPU.
Namun, setelah proses tawar menawar yang alot, akhirnya Prabowo bersedia menjadi calon wakil presiden Megawati Soekarnoputri.
Prabowo dan Megawati menandantangani Perjanjian Batu Tulis.
Dalam Pilpres 2014, Prabowo bersama Hatta Rajasa, maju sebagai calon Presiden Indonesia ke-7 dalam pemilihan umum presiden Indonesia 2014. Akan tetapi kalah dengan Jokowi-Jusuf Kalla.
Bagaimana dengan Pilpres 2019? Prabowo, rupanya masih tetap ingin mengincar kursi RI 1.
Rabu (11/4/2018) malam, Prabowo menyatakan kesiapannya nyapres di akhir Rakornas Gerindra yang digelar di kediamannya, Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
"Saya menerima keputusan ini sebagai suatu penugasan, suatu amanat, suatu perintah, dan saya menyatakan siap melaksanakannya," kata Prabowo.
Dalam pernyataan yang disampaikan di tengah-tengah kader Gerindra, dia menyebut perjuangan di pilpres tak akan mudah.
"Bersama-sama kita memikul pengorbanan, bersama-sama kita menghadapi bahaya, bersama-sama kira meraih kemenangan," tegas Prabowo.
Meski sudah menyatakan siap maju sebagai capres, jenderal (Purn) TNI itu belum mengantongi tiket untuk maju pada pilpres.
Mengapa? Sesuai UU Pemilu, partai atau koalisi baru bisa mengusung pasangan calon bila mengantongi 20 persen kursi di DPR atau 25 persen perolehan suara sah pada Pemilu 2014.
Di DPR, Gerindra hanya memiliki 13 persen kursi. Artinya, Partai Gerindra tidak bisa maju sendirian. Prabowo harus berkoalisi dengan partai-partai lainnya. Misalnya, berkoalisi dengan PKS.
PKS sendiri memiliki 7,1 persen kursi di DPR. Partai lainnya yang harus diajak berkalisi adalah PAN.
Partai ini memiliki kursi 8,6 persen. Namun dua partai tersebut belum menyampaikan sikap resmi dukungannya.
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris mengatakan, peluang Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto maju sebagai calon presiden di Pilpres 2019, tinggal 50 persen.
Menurutnya, mantan Danjen Kopassus itu bukan lagi sebagai penantang utama dari presiden petahana, Joko Widodo.
"Belum cukup jelas siapa yang potensi penantang utama. Penantang utama bukan lagi Prabowo. Prabowo menjadi capres tinggal 50 persen,” ujar Syamsuddin di sesi diskusi PARA Syndicate bertema 'Presidential Race: Siapa Lawan Tanding Jokowi?' Jumat (6/7/2018).
Menurutnya, ada sejumlah alasan mengapa Prabowo belum dapat dipastikan maju sebagai capres di Pilpres 2019.
Alasan pertama, karena persoalan dana. Upaya Prabowo menggalang donasi mendukung perjuangan politiknya dan Partai Gerindra, merupakan salah satu indikasi.
Selain itu, kata Syamsuddin, harta kekayaan dari Hashim Djojohadikusumo, adik Prabowo Subianto, dinilai menurun karena terlempar dari daftar 50 orang terkaya di Indonesia versi Forbes.
Ini merupakan dampak dari pencapresan Prabowo di Pilpres 2014.
"Andalan Prabowo itu Hashim. Saya menduga, membaca data Forbes tidak begitu menggembirakan. Pada 2014, Hashim di posisi 40, sekarang posisi 90-an. Itu kenapa Prabowo menggalang dana publik. Diduga kuat dana pencapresan lebih dari Rp 1 T," paparnya.
Alasan lainnya, karena persaingan di antara elite partai di sekeliling Prabowo.
PKS sebagai salah satu parpol yang disebut akan berkoalisi dengan Gerindra, mengajukan sembilan nama calon wakil presiden.
Zulkifli Hasan, Ketua Umum PAN, juga berminat mencalonkan diri sebagai cawapres.
Belum lagi, kata Syamsuddin, penjajakan dari kubu Cikeas yang mengusung Agus Harimurti Yudhoyono untuk dipasangkan dengan berbagai nama, termasuk Prabowo.
"Ini menggambarkan sulitnya membangun konsensus atau kesepakatan politik," cetus Syamsuddin.
***
ANGGOTA Badan Komunikasi DPP Partai Gerindra Andre Rosiade menegaskan, pihaknya tidak akan mengusung calon presiden 2019 selain Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
"Gerindra sudah fix mencalonkan Pak Prabowo sebagai calon presidennya, tidak ada yang lain selain pak Prabowo," kata Andre saat dihubungi Kompas.com, Senin (9/7/2019).
Hal itu disampaikan Andre menyikapi dinamika terakhir di PKS yang menginginkan Gubernur DKI Anies Baswedan menjadi capres.
"Kami masih meyakini bahwa PKS, PAN, Gerindra akan Solid bersama untuk mengusung Prabowo Subianto," jelasnya.
Andre menganggap wajar dalam dunia politik munculnya wacana mengusung Anies sebagai capres.
Akan tetapi pihaknya masih berpegang pada sikap resmi Majelis Syuro PKS yang menginginkan Prabowo menjadi capres didampingi salah satu dari sembilan cawapres PKS.
Menurut Andre, saat ini pihaknya masih membahas cawapres yang disodorkan PKS tersebut.
Sembilan kader PKS itu adalah Gubernur Jawa Barat dari PKS Ahmad Heryawan, Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid, mantan Presiden PKS Anis Matta, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno.
Kemudian, Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman, Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al Jufrie, mantan Presiden PKS Tifatul Sembiring, Ketua DPP PKS Al Muzammil Yusuf, dan Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera.
"Prabowo (Prabowo Subianto) akan bicara dengan PKS dan PAN untuk mendiskusikan siapa cawapresnya,” katanya.
"Kedua terus membangun komunikasi dengan Demokrat untuk menentukan finalisasi siapa cawapresnya," lanjut Andre.
Direktur Pencapresan DPP PKS Suhud Alynudin sebelumnya menyatakan, partai koalisi menyetujui jika Anies Baswedan maju sebagai capres pada Pemilu 2019, bukan sebagai calon wakil presiden.
"Wacana Anies Baswedan sebagai cawapres Prabowo Subianto sangat kecil kemungkinan terealisasi. Partai koalisi lebih setuju mengusung Anies sebagai capres, bukan cawapres," ujar Suhud dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu (8/7/2018), seperti dikutip dari Antara.
Pengamat politik dari PARA Syndicate, Ari Nurcahyo melihat Gubernur DKI Anies Baswedan percaya diri untuk maju dalam pemilu presiden 2019.
Menurutnya, keyakinan Anies itu berkaca dari pengalaman Joko Widodo yang memenangi Pilpres 2014.
Sebelum maju Pilpres, Jokowi menjabat Gubernur DKI.
"Sebagai Gubernur DKI Jakarta, sepertinya Anies (Anies Baswedan) merasa sangat percaya diri untuk mengikuti jejak Jokowi sebagai gubernur pendahulunya sekaligus menjadi penantang Jokowi di pilpres 2019," ujar Ari saat dihubungi Kompas.com, Senin (9/7/2018).
Menurut Ari, Anies merasa percaya diri maju sebagai capres, bukan lagi calon wakil presiden.
Hal itu terlihat dari dinamika terakhir di PKS.
PKS mengajukan Anies sebagai capres kepada Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Ari melihat, kubu penantang Jokowi masih bergerak sangat dinamis untuk mencapai keseimbangan final siapa capres-cawapres yang diusung.
Meski demikian, Ari menganggap pamor Prabowo memang sudah memudar untuk maju dalam Pilpres 2019.
"Saat ini Prabowo bukan lagi dominan sebagai penantang utama melawan Jokowi. Nama Anies sedang dimunculkan, dan secara dinamis akan muncul nama-nama penantang lain," katanya.
Lalu apa reaksi Gerindra? Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon menegaskan bahwa partainya tidak membuka peluang untuk mengusung Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjadi calon presiden di Pilpres 2019.
Fadli menegaskan Gerindra sudah menetapkan Prabowo sebagai capres di Pilpres 2019.
"Sebagai capres saya kira tidak ada pembicaraan itu," ujar Fadli di Gedung DPR, Jakarta, Senin (9/7).
Meski demikian, Fadli tak menepis ada sejumlah kader mengusulkan Anies menjadi cawapres bagi Prabowo.
Usulan itu, kata dia, masih pada tataran wacana yang dibahas internal partai.
Selain Anies, Fadli mengklaim Gerindra juga membahas sejumlah calon cawapres lain. Nama-nama cawapres untuk Prabowo merupakan usulan dari sejumlah parpol yang bakal menjadi mitra koalisi.
Partai yang mulai intens menjalin komunikasi dengan Gerindra saat ini adalah PKS, PAN, dan Demokrat.
Keempat partai itu diklaim sedang mencari kesepakatan politik untuk Pilpres 2019. "Jadi terkait nama semuanya masih tentatif," ujarnya.
Elite partai Gerindra memastikan tidak ada peluang menggeser dukungan dari Prabowo Subianto kepada Anies Baswedan sebagai Calon Presiden 2019.
Hal itu ditegaskan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad kepada Tribunnews.com, Minggu (8/7/2018).
"Partai Gerindra tetap 100 persen mendukung Prabowo untuk menjad Capres 2019. Menurut saya tidak ada peluang untuk menggeser dukungan tersebut pada Anies Baswedan," tegas Sufmi Dasco.
Akankah Prabowo merangkul PAN, jika keinginan PKS tidak diakomodir?
PAN tentu saja punya sikap tersendiri soal siapa yang akan dimajukan menjadi capres. "Saya kira tidak masalah (Anies diusung menjadi capres)," kata Waketum PAN Hanafi Rais di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/7/2018).
Hanafi menyebut, Anies punya daya tawar menarik sebagai calon presiden. Dia mengatakan tawaran perubahan dari Anies lebih baik dari petahana Presiden Joko Widodo.
"Kalau Pak Anies maju kan berarti menawarkan perubahan. Menawarkan perbaikan yang lebih sesuai dengan aspirasi masyarakat sekarang ini dibandingkan incumbent," tuturnya.
"Cuma spesifik kan tentu harus kita dengarkan. Saya kira nanti kalau sudah sebagai kandidat pasti akan terlihat jelas gagasannya seperti apa," imbuh Hanafi.
Lalu bagaimana dengan empat nama capres dari kalangan internal PAN? Empat nama yang digodok adalah Ketum PAN Zulkifli sendiri dan tiga eks Ketum PAN, Soetrisno Bachir, Hatta Rajasa, dan Amien Rais.
Hanya elite PAN sendiri yang bisa mengukurnya. (bec/berbagai sumber)