Pembantaian Pekerja di Papua
Irjen Paulus Waterpauw: Kekerasan di Papua Terkait Trauma Orde Baru Hingga Freeport
Mantan Kapolda Papua/Papua Barat, Irjen Pol Paulus Waterpauw mengungkapkan musabab terulangnya kekerasan di wilayah Papua.
Penulis:
Amriyono Prakoso
Editor:
Hendra Gunawan
Dalilnya biasanya, ini hak adat kami. Kita tidak pernah tahu ini sejauh mana mereka mengeksploituasi di Papua.
Jadi, mereka komplain. Ini masuk wilayah kami.Karena banyak berbatasan antara kabupaten karena pemekaran, ini menyulitkan juga untuk pemerintah juga. Ini mereka komplain dan meminta sebagai hak.
Kalau begitu, kelompok ini muncul untuk meminta jatah dari Freeport?
Kalau secara langsung tidak. Biasanya melalui monen-momen. Misalanya, inigin buat kampung. Atau ada perusahaan yang melintasi wilayah kampung itu, nah ini yang biasanya meminta hak di situ.
Kelompok bersenjata menyerang pekerja yang membangun Trans Papua yang dicanangkan Presiden Jokowi. Apa komentar atau imbauan kepada kelompok Egianus Kogoya dan kawan-kawan?
Kita lihat, kalau melintasi daerah papua sangat sulit. Ya masyarakat sulit berinteraksi dengan kita, memang sulit.
Membangun trans Papua harus didukung. Di sana saya liat beliau (presiden) dengan kebijakan BBM (bahan bakar minya) satu harga (harga di pulau Jawa sama dengan di Papua, Red) dan mleihat masyarakat kita yang terpencil itu.
Kita pikir harus dukung pembangunan Papua.
Mereka (kelompok kriminalisasi bersenjata, Red) berharap kalau memang ada investasi akan membawa sebuah keuntungan.
Mereka (KKB) meminta bagian lah. Pihak usaha, umunya sudah mengerti. Ya oke, anggap bagian dari CSR lah. Tetapi pemegang proyek Trans Papua, katanya hubungan biasa, baik kok.
Bagaimana cara menangani konflik dan kekerasan di Papua, selama anda menjabat dari Kapolres Mimikan, Direktur Reskrim, Wakapolda Papua, Kapolda Papua Barat hingga Kapolda papua dalam kurun waktu 14 tahun, dari 2003 sampai2017?
Sabar dan setia untuk mendampingi dan menjawab. Mereka tidak bisa kalau sekali dua kali. Beberapa penyelenggara negara, mengalami penghambatan.
Misalnya, datang investor, mereka (orang papua) menanyakan pertanyaan yang sensitif. Siapa dia? Untuk apa dia? Bagi siapa ia? Mereka memiliki pengalaman masa lalu. Biasanya sindroma.
Pendekatan apa yang dilakukan saat terjadi perang suku?
Biasanya kita pisahkan. Kita jauhkan kedua pihak. Kita buat tarik ulur. Energi mereka juga kurangi. Lalu kita taruh anggota untuk pendekatan melalui bahasa dan mampu.(tribunnews/amryono prakoso)