Pilpres 2019
Gaya Jokowi dan Prabowo Saat Kampanye, Antara Kalem - Tertata Vs Emosional - Heroik,Pilih Mana?
Berselang sehari, di Yogyakarta, Prabowo menggebrak podium berkali-kali. Sang capres juga melontarkan diksi bajingan.
Editor:
Hasanudin Aco
"Dengan gaya seperti itu dan pilihan kata seperti itu (ndasmu) itu supaya orang memberi perhatian, berbeda dengan cara yang datar-datar saja," tambahnya.
Sayangnya pilihan gaya Prabowo, kata Turnomo, cenderung "tak disukai publik". Menurutnya, kata-katanya cenderung tak pantas, terutama jika ingin merebut hati orang Jawa.
Pun gaya Joko Widodo yang merespons gaya marah-marah Prabowo.
Menurut Turnomo, Jokowi sesungguhnya tak sesantai itu.
"Menarik, dia bisa mempermainkan beberapa gaya, tidak hanya satu gaya. Kalau Prabowo menggunakan satu gaya, keras cenderung kasar, yang dilakukan Jokowi kadang ada kerasnya, tapi bisa lembut. Menggunakan gaya komunikasi yang berbeda untuk konteks berbeda."
Strategi komunikasi Jokowi dalam merespons Prabowo, kata Turnomo membuatnya lebih unggul.
'Antara kalem dan emosional'
Pakar Komunikasi Hamdi Muluk mengatakan kedua kubu memang harus menempatkan posisi kontras baik dalam konten maupun tampilan agar bisa membangun 'branding'.
Dalam konstestasi, branding diperlukan agar orang mudah mengingat.
Meski demikian, branding yang dibangun oleh Prabowo dan Joko Widodo sangat dilatari oleh kondisi psikologis.
Hamdi menyebut pada 2014, sebanyak 204 psikolog politik telah menjawab survei tentang karakter kedua capres.
"Prabowo lebih temperamental, Jokowi lebih kalem, Prabowo lebih emosional, Jokowi lebih tertata, Prabowo lebih kuat untuk menunjukkan dia berkuasa, dia power, dia nasionalistik, dia hebat," papar Hamdi.
Dalam hal ini, sikap keduanya akan dilihat secara berbeda oleh publik. Prabowo yang dalam survei itu disebut lebih emosional, misalnya, akan dilihat dengan perpektif berbeda.
"Bagi orang-orang tertentu dianggap heroik, karena selalu bicara tentang nasionalisme bahkan ultranasionalisme."