Jumat, 22 Agustus 2025

Kasus Ratna Sarumpaet

Pengacara Sebut Ada Upaya Pembungkaman di Balik Proses Hukum Ratna Sarumpaet

"Patut diduga kasus ini cenderung dipaksakan sebagai upaya membungkam seorang Ratna Sarumapet yang selalu kritis kepada pemerintah," katanya

TribunJakarta/Annas Furqon Hakim
Terdakwa kasus penyebaran berita bohong, Ratna Sarumpaet, sebelum menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (21/6/2019) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Insank Nasruddin, anggota tim penasihat hukum terdakwa Ratna Sarumpaet, menilai upaya hukum terhadap kliennya merupakan bentuk pembungkaman.

"Patut diduga kasus ini cenderung dipaksakan sebagai upaya membungkam seorang Ratna Sarumapet yang selalu kritis kepada pemerintah sebagai seorang aktivis demokrasi," kata Insank, saat memberikan jawaban atau duplik untuk menanggapi replik yang dibacakan JPU di PN Jakarta Selatan, Selasa (25/6/2019).

Baca: Luhut Minta Pendukung Prabowo Nurut Tidak Unjukrasa Putusan Sidang MK

Dia menilai terdapat sesuatu yang janggal dari proses hukum itu.

Dia menuding, tidak ada kesinambungan secara hukum atau dapat disebut hal yang irasional antara tuntutan enam tahun penjara dengan perbuatan terdakwa yang sebetulnya bukan perbuatan pidana.

Baca: Jelang Putusan MK, Statement Bambang Widjojanto Jadi Bahan Tertawaan Advokat Sedunia

"Hal ini dibuktikan dengan pasal yang digunakan adalah pasal yang seharusnya dipakai dalam keadaan genting/tidak normal yang tercatat dalam sejarah tidak pernah diterapkan sejak indonesia merdeka, sehingga dapat dikategorikan sebagai pasal basi yang dalam hukum pidana disebut desuetudo atau nonusus," ujar Insank.

Padahal, kata dia, mengacu pada fakta persidangan, terungkap fakta terdakwa menceritakan peristiwa penganiayaan dirinya bukan kepada publik melainkan hanya kepada keluarga dan teman-temannya.

Baca: Ditemukan Fakta Baru Kebakaran Pabrik Korek Api : Pekerja Digaji Rendah Hingga Pekerjakan Anak

Upaya menceritakan itu, kata dia, dengan maksud untuk menutupi rasa malunya dan bukan bertujuan supaya terjadi kerusuhan/keonaran di kalangan rakyat.

"Telah menjadi fakta persidangan juga tidak ada keonaran akibat dari cerita penganiayaan terhadap terdakwa, sehingga pada persidangan ini tidak terbukti terdakwa telah melanggar pasal XIV ayat (1) Undang–Undang Nomor 1 tahun 1946 karena tidak ada satupun dari perbuatan terdakwa yang memenuhi unsur-unsur delik dari pasal tersebut, yakni dengan menyiarkan berita/ pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat," tambah Insank.

Pengacara Kecewa Ratna Disamakan dengan Terdakwa Korupsi

Tim penasihat hukum terdakwa Ratna Sarumpaet keberatan terhadap tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU) kepada kliennya.

Ratna dituntut enam tahun penjara karena dianggap memenuhi unsur menyebarkan hoaks yang mengakibatkan keonaran seperti diatur di Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana.

Baca: Ratna Sarumpaet Jalani Sidang Duplik Hari Ini

MN. Insank Nasruddin, anggota tim penasihat hukum Ratna Sarumpaet, menilai tuntutan yang dilayangkan JPU itu lebih berat daripada hukuman kepada koruptor.

Apalagi, kata dia, mengingat usia Ratna Sarumpaet yang akan berusia 70 tahun pada 16 Juli mendatang.

Ratna Sarumpaet di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (18/6/2019).
Ratna Sarumpaet di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (18/6/2019). (TRIBUNNEWS/VINCENTIUS JYESTHA)

"Di usia ke-70 tahun ini terdakwa masih diharuskan menghadapi tuntutan hukum yang sangat berat bahkan lebih berat dari tuntutan seorang pelaku korupsi. Hanya karena cerita penganiayaan dan pengiriman foto dengan wajah lebam yang disampaikan ke beberapa orang ternyata adalah tidak benar," kata Insank, saat memberikan jawaban atau duplik untuk menanggapi replik yang dibacakan JPU di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (25/6/2019).

Dia menjelaskan, di persidangan itu terungkap fakta, terdakwa menceritakan peristiwa penganiayaan dirinya bukan kepada publik melainkan hanya kepada keluarga dan tema-temannya dengan maksud untuk menutupi rasa malu dan bukan bertujuan supaya terjadi kerusuhan atau keonaran di kalangan rakyat.

Menurut dia, telah menjadi fakta persidangan juga tidak ada keonaran akibat dari cerita penganiayaan terhadap terdakwa, sehingga pada persidangan ini tidak terbukti terdakwa telah melanggar pasal XIV ayat (1) Undang – Undang Nomor 1 tahun 1946.

"Karena tidak ada satupun dari perbuatan terdakwa yang memenuhi unsur-unsur delik dari pasal tersebut, yakni dengan menyiarkan berita / pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat," kata dia.

Dia menegaskan, tak ada kesinambungan secara hukum atau dapat disebut juga hal yang irasional antara tuntutan enam tahun penjara dengan perbuatan terdakwa yang sebetulnya bukan sebuah perbuatan pidana.

Sehingga, kata dia, patut diduga kasus ini cenderung dipaksakan sebagai upaya untuk membungkam seorang Ratna Sarumapet yang selalu kritis kepada pemerintah sebagai seorang aktivis demokrasi.

"Hal ini dibuktikan dengan pasal yang digunakan adalah pasal yang seharusnya dipakai dalam keadaan genting/tidak normal yang tercatat dalam sejarah tidak pernah diterapkan sejak indonesia merdeka, sehingga dapat dikategorikan sebagai pasal basi yang dalam hukum pidana disebut desuetudo atau nonusus," tambahnya.

Baca: Ratna Sarumpaet Menangis Minta Dibebaskan: Kembalikan Saya ke Pelukan Anak-anak Saya

Seperti diketahui, Ratna Sarumpaet didakwa oleh JPU telah membuat kegaduhan akibat menyebarkan berita bohong yang menyatakan bahwa dirinya dianiaya sekelompok orang.

Akibat perbuatannya, Ratna didakwa dengan satu dakwaan yakni didakwa melanggar Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau dakwaan kedua pasal 28 ayat (2) jo 45A ayat (2) UU No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Pengacara Yakin Ratna Divonis Bebas

meyakini majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bakal menjatuhkan vonis bebas terhadap kliennya.

Dirinya beralasan seluruh fakta yang diungkap di persidangan tidak membuktikan kliennya bersalah dengan menyebarkan informasi hoaks tentang penganiayaan dirinya.

Baca: Ditemukan Fakta Baru Kebakaran Pabrik Korek Api : Pekerja Digaji Rendah Hingga Pekerjakan Anak

"Iya. Artinya kalau kami menilai berdasarkan fakta di pengadilan, ya tidak ada alasan. Ibu Ratna harus dilepaskan dari segala tuntutan," ujar Insank saat dikonfirmasi, Kamis (20/6/2019).

Insank menilai tidak ada alasan bagi majelis hakim untuk memvonis Ratna bersalah.

Ratna Sarumpaet di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Kamis (9/5/2019).
Ratna Sarumpaet di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Kamis (9/5/2019). (Tribunnews.com/ Vincentius Jyestha)

Menurutnya, hoaks yang disebarkan oleh Ratna tidak berujung pada keonaran atau kegaduhan.

Dirinya menyebut demonstrasi serta silang pendapat di media sosial tidak bisa menjadi tolak ukur telah terjadi kegaduhan.

Baca: Puan Maharani Sebut Semua Solid Dukung Megawati Kembali Jabat Ketum PDIP

"Karena berbahaya sekali manakala ibu Ratna dipidana. Karena rujukannya adalah demontrasi keonaran, di medsos silang pendapat dikatakan keonaran," tutur Insank.

Seperti diketahui, terdakwa penyebaran berita bohong atau hoaks, Ratna Sarumpaet, telah membacakan pledoi pribadinya kepada Majelis Hakim serta Jaksa Penuntut Umum (JPU), pada Selasa (18/6/2019).

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan