Fadli Zon Sebut Terbuka Peluang Kemungkinan UU MD3 Direvisi untuk Tambah Pimpinan MPR
Fadli Zon mengatakan terbuka kemungkinan adanya revisi Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) untuk menambah pimpinan MPR
Penulis:
Taufik Ismail
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengatakan terbuka kemungkinan adanya revisi Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) untuk menambah pimpinan MPR pada periode mendatang.
Sebelumnya usulan penambahan pimpinan MPR mucul dari Wakil Sekretaris Jenderal Gerindra Saleh Daulay.
Ia mengusulkan pimpinan MPR ditambah dari 5 menjadi 10 untuk menampung semua fraksi di DPR dan unsur DPD.
Fadli mengatakan revisi UU MD3 mungkin dilakukan pada akhir masa kerja periode DPR sekarang ini atau pada awal masa kerja anggota DPR yang baru.
Baca: Mendagri Jamin Pelayanan Publik di Papua dan Papua Barat Tetap Berjalan
Baca: Roy Suryo Sarankan Menteri Jokowi Pakai Mobil Rental: Lebih Hemat
Baca: Sanksi Hariono Ditambahi Komdis PSSI, Pelatih Persib: Bingungkan Sepak Bola
Baca: Kini Layanan Perbaikan Smartphone OPPO Cuma Butuh Waktu 1 Jam
"Mungkin saja sih (revisi UU MD3). Kan perubahan itu bisa di masa sidang ini atau di awal masa sidang yang akan datang, bisa aja terjadi,"katanya di Kompleks Parlemen,senayan, Jakarta, Kamis, (22/8/2019).
Meskipun demikian menurut Fadli hingga saat ini belum ada pengajuan revisi Undang-undang MD3 di Badan Legislasi DPR RI.
Hal itu karena padatnya jadwal sidang komisi menjelang akhir masa jabatan anggota DPR pada 1 Oktober 2019.
"Memang jadwal kita sampai akhir September ini agak padat ya, luar biasa, sekarang saja marathon membicarakan APBN 2020 agak berbeda dengan sidang lalu yang bisa akhir Oktober. Sekarang kan harus akhir september. Belum lagi ada pemilihan anggota BPK dan kegiatan lainnya. Saya kira cukup padat ya. Coba kita liat lah untuk pembicaraan," katanya.
Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jenderal DPP PAN Saleh Partaoanan Daulay mengusulkan agar kursi Pimpinan MPR RI berjumlah 10, terdiri dari sembilan yang berasal dari fraksi dan satu orang mewakili kelompok DPD RI.
“Awal periode ini kan pimpinan MPR 5 orang. Setelah beberapa saat, dirubah menjadi 8 orang. Tentu sangat baik jika pimpinan yang akan datang disempurnakan menjadi 10 orang dengan rincian 9 mewakili fraksi-fraksi dan 1 mewakili kelompok DPD. Soal siapa ketuanya, bisa dimusyawarahkan untuk mencapai mufakat.” kata Saleh di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, (12/8/2019).
Menurut Saleh , MPR harus dijadikan sebagai lembaga politik kebangsaan di mana semua fraksi dan kelompok menyatu. Sehingga di MPR tidak ada kelompok koalisi dan oposisi.
"Karena yang ditekankan di MPR adalah NKRI," katanya.
Baca: Fakta Hutan Amazon yang Alami Kebakaran Terparah, Jadi Keajaiban Dunia hingga Keberadaan Suku Asli
Baca: Jokowi: Alhamdulilah Situasi di Tanah Papua Sudah Normal
Ia menambahkan MPR sangat berbeda dengan DPR dan DPD. MPR tidak ditekankan seperti DPR yang memiliki fungsi fungsi politik seperti pengawasan, penganggaran, dan legislasi.
'MPR tentu melampaui itu. MPR rumah bagi semua, termasuk tempat pengaduan masyarakat luas berkenaan dengan politik kebangsaan”, katanya.
Musyawarah mufakat menurut Saleh merupakan perwujudan demokrasi Pancasila.