Polemik KPK
Inilah Mereka yang Menahun Sandang Status Tersangka di KPK
Pasal 40 UU nomor 30/2002 tentang KPK menyebutkan, 'Komisi Pemberantasan Korupsi tidak berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Johnson Simanjuntak
Dalam perkara ini, Mahkamah Agung (MA) telah menjatuhkan vonis 5 tahun pidana penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan. Selain itu, KPK juga telah menjerat Muchtar sebagai tersangka kasus dugaan suap kasus terkait sengketa Pilkada Kabupaten Empat Lawang dan Kota Palembang di MK. Kasus ini masih dalam tahap penyidikan sejak 15 Maret 2017.
7. Mikael Kambuaya dan David Manibui
Mikael merupakan mantan Kepala Dinas PU Bina Marga Papua sementara David diketahui sebagai pemegang saham mayoritas PT Bintuni Energy Persada.
Keduanya ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi peningkatan jalan ruas jalan Kemiri-Depapre senilai Rp89,5 miliar dengan kerugian negara sejumlah Rp42 miliar pada bulan Februari 2017.
Setelah lebih dari dua tahun menyandang status tersangka, keduanya baru ditahan KPK pada akhir Juni dan awal Juli lalu.
Presiden Jokowi telah menerbitkan Surat Presiden (Surpres) yang menugaskan Menteri Hukum dan HAM (Memkumham) Yasonna H Laoly dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan RB) Syafruddin untuk bersama DPR membahas revisi UU KPK pada Rabu (11/9/2019). Keesokan harinya, Kamis (12/9/2019), Yasonna dan Mendagri Tjahjo Kumolo mulai menggelar rapat dengan Badan Legislatif (Baleg) DPR.
Jokowi menilai KPK perlu diberikan kewenangan menghentikan penyidikan atau menerbitkan SP3. Menurut Jokowi, penegakan hukum sepatutnya menjamin perlindungan hak asasi manusia (HAM).
“Terhadap keberadaan SP3, hal ini juga diperlukan, karena penegakan hukum juga harus tetap menjamin prinsip-prinsip perlindungan HAM dan juga untuk memberikan kepastian hukum,” tegas Presiden saat jumpa pers terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9/2019).
Jokowi mengatakan, pemerintah meminta batas maksimal SP3 adalah dua tahun. Hal ini berbeda dengan usulan DPR yang hanya satu tahun. Presiden menjelaskan, jangka waktu dua tahun terbilang lebih ideal untuk KPK.
“Kami meminta ditingkatkan menjadi dua tahun supaya memberikan waktu memadai bagi KPK. Yang penting, ada kewenangan KPK untuk memberikan SP3 yang bisa digunakan atau tidak digunakan,” kata Jokowi.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif menyatakan tanpa kewenangan SP seperti yang diatur UU 30/2002 masih dibutuhkan dan berguna bagi KPK. Tanpa kewenangan ini, KPK akan berhati-hati untuk meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan dan menetapkan seseorang sebagai tersangka.
"Memang tidak bisa mengeluarkan SP3 by law dan itu ada gunanya juga. Pada tahap penyelidikan itu, KPK harus berhati-hati sebelum menetapkan seseorang menjadi tersangka," kata Laode di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (10/9/2019).
Alih-alih menguatkan, Laode menilai kewenangan SP3 akan membahayakan KPK. Dikatakan, tidak adanya kewenangan SP3 lantaran dikhawatirkan kewenangan itu disalahgunakan. Bahkan menjadi alat tawar.
"Dulu saya masih ingat pertama diskusi UU KPK, tidak ada kewenangan SP3 di KPK itu karena ditakutkan disalahgunakan. Menetapkan seseorang sebagai tersangka tapi setelah ada bargaining dilepas lagi. Jangan sampai seperti itu. Mungkin bagus dianggap memperkuat tapi berbahaya. Bisa disalahgunakan," katanya.
Pernyataan ini disampaikan Laode dalam konferensi pers penetapan tersangka terhadap mantan Managing Director Pertamina Energy Service (PES) Pte. Ltd dan mantan Direktur Utama Pertamina Energy Trading Ltd (Petral), Bambang Irianto dalam kasus dugaan suap perdagangan minyak mentah dan produk kilang di PES selaku subsidiary company PT. Pertamina (Persero).
Awak media mempertanyakan kesanggupan KPK menuntaskan kasus tersebut lantaran rumitnya konstruksi perkara dan menyangkut sejumlah negara lain. Awak media kemudian membandingkan kasus tersebut dengan kasus RJ Lino yang hingga kini belum rampung.