Mengajari 'Generasi Z' Perlu Metode Flipped Learning, Apa Itu?
Dedy kemudian menegaskan bahwa untuk menghadapi pola belajar yang telah terbentuk pada generasi Z ini, para guru harus bisa mengimbanginya.
Penulis:
Fitri Wulandari
Editor:
Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Memberikan pengajaran terhadap para peserta didik yang berasal dari generasi kelahiran 1995-an atau disebut 'generasi Z', memang memerlukan metode yang efektif dan unik.
Para guru pun harus bisa mengikuti 'aturan main' para siswa yang dikenal sangat dekat dengan dunia teknologi ini.
Metode pengajaran terhadap para generasi Z ini pun sudah seharusnya 'diputar terbalik' mengikuti kecenderungan yang biasa mereka lakukan.
Dalam era disrupsi digital ini, sebagian tenaga pengajar mulai menyadari pentingnya metode 'flipped learning' atau teknik mengajar terbalik untuk diterapkan kepada para anak didiknya.
Namun masih banyak pula guru yang belum memahami efektivitas metode pengajaran satu ini dan mayoritas diantaranya bahkan masih dianggap gagap teknologi (gaptek).
Oleh karena itu, untuk mengimbangi para siswa generasi Z ini, para guru tentunya harus dibekali pengajaran dan pelatihan untuk bisa menerapkan flipped learning kepada para siswanya.
Baca: Gadis Hampir Tewas Karena Gigi Berlubang, Dokter Peringatkan Bahaya Makan Manis & Obat Berlebihan
Baca: PKMNu: Mahasiswa Gerakan Murni, Tindak Tegas Dalang Kerusuhan
Baca: Mantan Vokalis Banda Neira Ananda Badudu Ditangkap Polisi, Ini Penyebabnya
Tenaga pengajar atau guru merupakan bagian dari Sumber Daya Manusia (SDM) yang harus dibangun untuk mendukung salah satu fokus dari Visi Indonesia yang sempat disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu terkait pemerintahannya pada periode mendatang.
Pembangunan SDM juga menjadi fokus dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Seperti yang disampaikan Penggagas sekaligus Pemateri dari Asosiasi Guru Marketing Indonesia (AGMARI) Dedy Budiman saat memberikan pelatihan terkait program 'Effective Educational Videos (EEV)' kepada 120 guru.

Ia pun menekankan 5 hal yang harus selalu diingat para guru terkait pola belajar para generasi Z.
"Salah satu hal yang menarik, anak generasi Z itu cara belajarnya ada 5. (Mereka) suka yang visual, suka yang berhubungan dengan teknologi, suka berhubungan dengan yang konkret, terus yang inovasi, sama mereka itu kritis," ujar Dedy, saat berbincang dengan Tribunnews, di sela pelatihan di SMKN 14 Jakarta Pusat, Kamis (26/9/2019).
Dedy kemudian menegaskan bahwa untuk menghadapi pola belajar yang telah terbentuk pada generasi Z ini, para guru harus bisa mengimbanginya.
Pahlawan tanpa tanda jasa ini harus bisa menguasai teknologi, setidaknya mereka mengerti fungsi dari gadget yang selama ini mereka gunakan, satu diantaranya ponsel pintar.
"Nah bagaimana supaya guru-guru ini bisa mengajar generasi Z? Salah satunya mau nggak mau ya gunakan teknologi," tegas Dedy.
Dalam menyiapkan 'senjata' untuk menghadapi para generasi Z ini, para guru perlu memahami metode pengajaran flipped learning.
Flipped learning atau flipped classroom diketahui sebagai metode pengajaran yang bertolak belakang dari metode pengajaran tradisional yang biasa digunakan para guru dalam proses belajar-mengajar di kelas pada umumnya.
"Sekarang ada metode namanya metode 'flipped learning', belajar terbalik, jadi kalau dulu biasanya murid datang ke kelas diajari guru, knowledge-nya diberikan di kelas, murid hanya mendengar guru ngomong," jelas Dedy.
Metode satu ini mencakup teknik pengajaran active learning, melibatkan siswa dan mengajar melalui podcasting.
"Nah flipped learning ini kelasnya dibalik, jadi knowledge-nya diberikan itu sebelum (masuk) kelas, setelah itu di kelas bisa diskusi, bisa active learning," kata Dedy.
Materi pelajaran yang diberikan para guru itu nantinya disampaikan melalui video.
Oleh karena itu, kata Dedy, pihaknya tengah berupaya melatih para guru ini agar mampu membuat konten video berisi materi pelajaran yang dikemas secara menarik.
Sehingga para siswa tidak merasa bosan dan tertarik untuk belajar secara aktif.
"Knowledge-nya itu diberikan pakai cara apa? pakai video, jadi guru-guru diajarkan cara bikin konten video supaya nanti belajar jadi menarik," papar Dedy.
Melalui materi pelajaran berbentuk video ini, Dedy menilai 5 pola belajar para generasi Z ini sudah bisa dihadapi.
Ia menambahkan, selama memberikan pelatihan membuat video itu AGMARI selalu mengajarkan metode yang mudah dan menggunakan aplikasi yang sederhana serta gratis.
Pengajaran membuat konten materi pelajaran itu pun hanya melalui ponsel pintar saja, para guru tidak perlu membuka laptop.
Aplikasi yang digunakan pun hanya dua, yakni Spark Post dan InShot.
Kendati demikian, para guru diwajibkan menggunakan voice recorder yang ada pada ponsel pintar masing-masing untuk merekam suara mereka.
"Di luar sana banyak pembelajaran tapi ribetnya minta ampun, saya ngajar dengan menggunakan handphone, pakai smartphone ini bisa, karena diajarkan pakai dua aplikasi gratis, yakni Spark Post sama aplikasi InShot, jadi dua-duanya gratis, sederhana," pungkas Dedy.
Digelar di 13 kota, roadshow pengenalan pelatihan EEV tidak hanya menyasar Jakarta namun juga kota besar lainnya seperti Jogja dan Semarang.
Road show EEV yang digagas AGMARI bekerjasama dengan Astraotoshop.com ini sedianya akan berakhir pada akhir November mendatang di kota Pekanbaru, Riau.
Diharapkan pelatihan pembuatan konten pelajaran yang kreatif dan menggunakan gadget ini mampu menarik minat para siswa agar aktif dalam belajar dan mudah menyerap ilmu yang diberikan.
Pelatihan ini tidak hanya diberikan kepada para guru bidang bisnis daring dan pemasaran saja, namun terbuka pula bagi guru lainnya yang tertarik menerapkan metode ini.