Revisi UU KPK
Hitungan Jam UU Akan Berlaku, Apakah KPK Tetap Bisa Jalankan Tugasnya?
Meskipun Presiden Joko Widodo tidak menandatanganinya, UU KPK hasil revisi tetap akan berlaku.
Penulis:
Srihandriatmo Malau
Editor:
Johnson Simanjuntak
"Melakukan judicial review di MK, Legislative review melalui DPR ataupun eksekutif review sebagai alternatif bagi presiden," tambahnya.
Untuk diketahui, Forum Diskusi Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum UKI mengadakan Diskusi Publik yang mengangkat tema "Polemik UU KPK, Judicial Review atau Perppu?".
Acara digelar di Auditorium Gedung William Soeryawidjaja.
Diskusi dihadiri narasumber yaitu Dr. Daniel Yusmic, Akademisi dari Universitas Atmajaya, Sulthan M Yus Direktur Politik Hukum Wain Advisory, Saor Siagian, Pegiat Anti Korupsi, dan Petrus Selestinus, Pengamat Hukum Dan Koordinator TPDI.
Solusi Mantan Ketua MK
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengusulkan sejumlah solusi, diantaranya lewat legislatif review, Judicial Review, dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).
Jalan tengah yang paling ringan dan prosedural yakni upaya perubahan lewat mekanisme legislatif review.
Yakni, membiarkan RUU KPK disahkan menjadi Undang-Undang, lalu tak lama kemudian struktur keanggotaan DPR yang baru menyusun agenda dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) untuk dibahas kembali.
Kalau perlu, bisa dijadikan prioritas.
"Bisa. Itu nggak akan menimbulkan keributan, itu proses legislasi biasa dan bisa diprioritaskan pada awal pemerintahan," ujar Mahfud, di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (26/9/2019) lalu.
Kalau masyarakat terlanjur kecewa dengan sikap DPR terdahulu dan tidak percaya proses legislatif review, maka publik dapat mengajukan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi.
Jalur permintaan pembatalan UU KPK lewat JR pun terbagi dua, yaitu uji formal dan uji materi.
Uji formal bisa dilakukan, jika publik merasa ada prosedur yang terlewat dalam penyusunan RUU KPK.
Seperti contoh, saat rapat paripurna pengesahan RUU KPK disebut hanya dihadiri 80 anggota dari total 560 orang anggota DPR.
"Misalnya ya kalau itu benar. Dari 560 anggota dewan, yang hadir 80 orang kan sidang tidak sah. kalau itu benar, saya tidak tahu. Atau, ada tahapan yang diloncati. Itu uji formal, prosedurnya salah itu bisa dibatalkan," tutur Mahfud.