Polemik Cadar dan Celana Cingkrang: Ini Tanggapan Para Tokoh, Ibas Yudhoyono hingga Mahfud MD
Santer dibicarakan bahkan viral karena seorang Menteri Agama Presiden Jokowi menyebut celana cingkrang dan cadar dilarang bagi PNS
Penulis:
Sinatrya Tyas Puspita
Editor:
Siti Nurjannah Wulandari
Polemik Cadar dan Celana Cingkrang, Ini Tanggapan Para Tokoh, Ibas Yudhoyono hingga Mahfud MD
TRIBUNNEWS.COM - Masyarakat tengah heboh membahas soal tuduhan radikalisme berdasarkan tampilan luar.
Santer dibicarakan bahkan viral karena seorang Menteri Agama Presiden Jokowi menyebut celana cingkrang dan cadar dilarang bagi PNS.
Hal tersebut diduga ada kaitannya dengan klaim aksi radikalisme.
Terkait hal tersebut, para tokoh memberikan pendapatnya.
Dikutip Tribunnews dari berbagai sumber, berikut tanggapan tokoh terkait polemik cadar dan celana cingkrang yang tengah di bahas.
1. Irma Suryani Chaniago - Politikus Partai Nasdem

Kontroversi larangan penggunaan cadar dan celana cingkrang bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), Irma Suryani Chaniago sebut yang tak sepakat bisa keluar dari pekerjaan.
Terkait hal tersebut, Irma Suryani Chaniago menjelaskan agama memiliki aturan sama halnya dengan negara, termasuk soal larangan penggunaan cadar dan celana cingkrang.
Irma Suryani Chaniago menganggap masyarakat seharusnya bisa menghormati kedua aturan tersebut.
Hal tersebut disampaikan Irma Suryani Chaniago saat menjadi narasumber di acara Indonesia Lawyers Club (ILC), pada Selasa (5/11/2019).
"Kami ingin tegaskan agama itu punya aturan, tapi negara juga punya aturan," ucap Irma Suryani Chaniago dikutip TribunJakarta.com dari YouTube TV One, pada Rabu (6/11/2019).
"Jadi kita harus saling hormat menghormati," tambahnya.
Irma Suryani Chaniago menilai jika ingin hidup bernegara, maka masyarakat harus mengikuti peraturan yang ada di negara tersebut begitu juga sebaliknya dengan agama.
"Jadi harus tau kalau emang ingin bernegara ya memang harus ikut aturan negara," ujar Irma Suryani Chaniago.
"Kalau ingin beragama ya ikut aturan beragama," imbuhnya.
Irma Suryani Chaniago mengungkapkan, apabila pemerintah menetapkan aturanASN tak diperbolehkan menggunakan cadar maka masyarakat harus mematuhinya.
Dengan santai, Irma Suryani Chaniago mengatakan bagi seseorang yang tak mau menuruti aturan itu, maka sebaiknya meninggalkan jabatannya sebagai ASN.
"Sehingga misalnya pemerintah menetapkan bahwa ASN tak boleh pakai cadar misalnya, kan itu pilihan," kata Irma Suryani Chaniago.
"Ya keluar aja dari ASN," tambahnya.
Mendengar pernyataan Irma Suryani Chaniago, anggota Niqab Squad atau organisasi wanita bercadar yang hadir di acara tersebut tampak tertegun.
Irma Suryani Chaniago menambahkan seseorang yang tak mau menanggalkan cadarnya sebaiknya memilih pekerjaan selain ASN.
"Pilih pekerjaan lain yang bisa bercadar," ucap Irma Suryani Chaniago.
Tak cuma soal cadar, Irma Suryani Chaniago juga membahas celana cingkrang.
"Negara punya aturan boleh dong, kalau negara buat aturan boleh celananya di atas mata kaki, kalau di atas 3/4 kan aneh juga," paparnya.
Irma Suryani Chaniago menjelaskan ASN adalah pelayan masyarakat, apabila mereka menggunakan cadar saat bertugas maka akan menilmbulkan ketakutan.
"Yang kedua saya menghargai itu adalah hak pribadi yang harus kita hormati, tetapi perlu dipahami juga ASN itu pelayan masyarakat, kalau masyarakat tidak melihat siapa yang melayani kan masyarakat juga jadi takut," kata Irma Suryani Chaniago.
"Maka kemudian pemerintah buat aturan," imbuhnya.
Tonton video selengkapnya.
2. Ibas Yudhoyono - Partai Demokrat
Dilansir Kompas.com, Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono berpendapat peraturan kerja dengan kultur dan agama adalah hak yang berbeda yang harus disesuaikan.
Hal itu ia ucapkan terkait dengan pelarangan pemakaian celana cingkrang dan cadar di lingkungan kerja Aparatur Sipil Negara ( ASN).
"Kultur, Agama, Peraturan Kerja adalah hal berbeda yang harus disesuaikan dalam bingkai harmoni, sesuai aturan yang berlaku santun dan tepat," tulis pria yang akrab disapa Ibas di akun Twitter-nya @Edhie_Baskoro, Rabu (6/11/2019).
Anak kedua Presiden Republik Indonesia ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono itu menegaskan hal yang terpenting adalah bagaimana sikap baik dan sopan semua insan manusia.
Jadi, penampilan bukan lah menjadi patokan baik atau buruknya seseorang.
"Terpenting adalah bagaimana setiap insan manusia memiliki sifat ahlakul karimah (sikap baik)," tuturnya.

3. Yandri Susanto - PAN
Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto meminta polemik soal pelarangan cadar dan celana cingkrang disudahi.
Yandri pun menyebut akan menggelar rapat kerja (raker) dengan Menteri Agama Fachrul Razi terkait hal itu.
"Nah itu juga yang kita minta saat raker Pak Menteri juga menyampaikan itu. Jadi tidak bisa juga cara berpakaian orang sejalan atau selaras dengan perilaku seseorang secara umum."
"Misalkan kalau celana cingkrang pasti radikal. Itu kan enggak," kata Yandri saat ditemui di The Sultan Hotel, Jakarta, Selasa (5/11/2019) seperti dikutip Tribunnews.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) menganggap polemik cadar dan celana cingkrang tersebut masih penuh dengan perdebatan dan tidak seharusnya diumbar ke publik.
Ia khawatir, bila hal tersebut dikaitkan dengan cara berpakaian seseorang, penanganan radikalisme justru tidak menyentuh substansi persoalan.
"Nah oleh karena itu terhadap hal-hal yang masih debatable itu sebaiknya tidak terlalu diumbar ke publik. Sebaiknya dilakukan kajian dulu, dilakukan dialog, dilakukan pendekatan secara komunikasi yang lebih baik. Jadi kalau pemberantasan radikal terus diselaraskan dengan cara berpakaian orang nanti saya khawatir substansinya nggak akan kena," tambahnya.
Yandri juga menyinggung soal tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Kementerian Agama dalam menangani permasalahan keumatan.
"Kita minta komentar-komentar itu dipertimbangkan dulu sebelum dilempar ke publik, sehingga debatnya tidak melelahkan. Tapi kita minta komentar itu yang menyejukkan dan tidak tendensius ke kelompok tertentu," jelas Yandri.

4. Suhardi Alius - Kepala BNPT
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius memaparkan soal paham radikalisme kepada semua staff dan structural Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Terkait dengan busana dan penampilan seseorang yang kerap diidentikan dengan teroris. Suhardi mengatakan bahwa dirinya tidak setuju jika penggunaan cadar merupakan indikasi dari teroris.
Menurutnya, radikalisme tidak bisa dilihat dari busana maupun penampilan fisik seseorang.
"Tidak boleh tampilan fisik, celana cingkrang, jidat item. Temen saya juga ada seperti itu, tapi bagus-bagus aja jadi enggak boleh," ujar Suhardi di Gedung Penunjang KPK, Jakarta Selatan, Senin, (4/11/2019) seperti dikutip TribunJakarta.
Namun pihaknya juga tak melarang jika ada instansi yang membatasi cara berpakaian pegawainya. Menurutnya ada baiknya pegawai mengikuti aturan yang ada.
"Tapi ini masalah aturan silahkan. Masing-masing institusi memberikan aturan dan sebaiknya ditaati. Kalau setelah dari kegiatan yang kedinasan mau berpakaian ya silahkan," kata dia.
Ketua KPK Agus Rahardjo pun menyambut baik apa yang disampaikan Suhardi.
"Mudah-mudahan dengan begitu kita bisa memahami dan mencegah kedepannya," ujar Agus.
Menurut Agus, cara berpakaian itu penting. Agar terlihat independen serta imparsial. Karena sebagai salah satu lembaga penegak hukum KPK harus memiliki stigma profesional di masyarakat.

5. Mahfud MD - Menkopolhukam
Menkopolhukam Mahfud MD menanggapi terkait isu pelarangan ASN mengenakan cadar dan celana cingkrang.
Hal itu disampaikan Mahfud MD di acara Indonesia Lawyers Club yang diunggah pada Selasa (5/11/19).
Mahfud MD menanggapi soal larangan ASN memakai cadar dan celana cingkrang.
Menurutnya, aturan tersebut tidak salah lanataran seseorang ASN terikat dengan aturan.
Namun, jika diberlakukan untuk semua orang, maka bisa melanggar hak asasi manusia.
"Kalau dari sudut administrasi kepegawaian, saya kira tidak salah juga, karena ASN memiliki aturan bahwa pakai baju harus seragam dan harus terlihat wajahnya, kalau sudut pandang agama itu melanggar hak asasi manusia, orang pakai cadar kok dilarang, celana cingkrang kok dilarang," ujarnya.
Setelah itu, Mahfud MD mengutip pernyataan seorang ilmuwan yang menyebut bahwa hak asasi bisa dikurangi sebagai hak asasi organisasi.
"Misalnya, ornag punya hak asasi tidur kapan saja, lalu orang bekerja di suatu instansi, maka ia tidak boleh tidur jam 8 pagi sampai jam 1 siang karena ia harus kerja, oleh sebabi itu, kalau anda tidak mau hak asasi dikurangi, maka jangan bekerja di organisasi ini, itu teorinya," ujar Mahfud MD.
Mahfud MD berharap agar masalah ini diselesaikan dengan sewajarnya tanpa perlu ada ketegangan yang berlebihan.

Mahfud mengaku mengatakan ia tidak mengerti alasan di balik munculnya pernyataan larangan busana tertentu dari Menag.
"Ya saya tidak tahu Menag ya tahu," jelas Mahfud.
Mahfud sendiri tidak mempersoalkan busana masing-masing orang.
"Kalau saya kan tidak pernah mempersoalkan itu (larangan busana)," tambahnya.
Ia mengatakan, soal berbusana adalah hak semua orang jika mereka ingin bercadar atau menggunakan celana cingkrang.
"Saya mempersoalkan, orang mau bercelana cingkrang atau bercadar, menurut saya itu hak dia masing-masing," jelas dia.
Mahfud menambahkan, tidak bisa mengukur keimanan orang dari busana yang ia pakai.
"Tetapi tidak boleh kalau mengatakan tidak pakai cingkrang atau tidak pakaicadar itu kafir, nah itu tidak boleh" kata Mahfud.
Ia kembali menekankan busana adalah hak semua orang.
"Tapi kalau Anda mau pakai cadar dan celana cingkrang, pakai saja," katanya.
(Tribunnews.com/Sinatrya, Fransiskus Adhiyuda, Ilham Rian Pratama) (Kompas.com/Alek Kurniawan) (TribunJateng/Wahyu Ardianti)