Kamis, 28 Agustus 2025

Para Nelayan yang Menyiasati Arah Angin dengan Internet

Dengan internet, Heri biasa mendapatkan informasi-informasi tersebut melalui situs pencarian, media sosial, dan aplikasi streaming.

Editor: Content Writer
Agoes Rudianto/National Geographic Indonesia.
Sanedi, 32 berpose saat di foto di depan kedai ikan miliknya di Jemengan, Bunguran Timur, Pulau Natuna, Selasa, 8 Oktober 2019. Sanedi berjualan ikan menggunakan sistem daring melalui sosial media Facebook sejak 2017. Sanedi merambah penjualan daring karena bisnisnya yang selama ini dikelola dengan sistem luring sepi peminat. 

Usai berbincang dengan Heri dan Erduan, saya mendapat informasi dari seorang kawan di Natuna, bahwa ada seorang penjual ikan yang memasarkan ikan dagangannya secara daring, namanya Sanedi (30). Saya menghubungi kontak tersebut dan mencoba untuk membuat janji pertemuan. Sanedi menjawab bahwa dirinya baru dapat ditemui sore hari karena siang itu dia masih berada di kantor Pengadilan Agama Natuna.

kominfo-281119-12
Eduan, 42, nelayan tradisional yang juga seorang pengurus Rukun Nelayan Desa Setempat (RNDS) berpose saat difoto di Teluk Baruk, Sepempang, Pulau Natuna, Selasa, 8 Oktober 2019. RNDS mengelola dana dari pemerintah pusat yang digunakan untuk membangun dermaga baru yang lebih besar di Teluk Baruk.

Akhirnya sore itu saya bertemu dengan Sanedi, dia masih menggunakan pakaian kantor-kantor berwarna cokelat-cokelat sewaktu saya temui. Pekerjaan utama Sanedi adalah petugas administrasi di Pengadilan Agama Natuna. Menjual ikan merupakan pekerjaan sampingannya yang dia lakukan bersama istrinya. Sebelum menjual ikan, Sanedi sempat berjualan es krim. Dia baru menjual ikan sejak tahun 2015, dan menjualnya secara daring baru pada 2017.

Ikan-ikan yang Sanedi jual paling banyak yaitu ikan tongkol. Dia mulai melakukan persiapan berjualan dari pukul 6.00 WIB pagi; Sanedi membuat arang dari batok kelapa untuk membuat ikan tongkol asap.  Kemudian, dia mempromosikan ikan dagangannya di media sosial. Selama Sanedi bekerja, penjualan ikan dilakukan oleh istrinya dan dilaksanakan secara luring. Sewaktu berjualan secara biasa, belum daring, Sanedi pernah mendapati ikan dagangannya sepi pembeli. Mulai saat itu Sanedi mencoba untuk berjualan secara daring.

Semua pesanan yang masuk lewat media sosial akan Sanedi kirimkan pada siang hari di sela-sela jam dia bekerja. Istrinya menjemput anak di sekolah, dan pekerjaan dilanjutkan kembali oleh Sanedi.  Usai mengantarkan seluruh pesanan, Sanedi kembali berangkat kerja ke Pengadilan Agama dan pekerjaan menjual ikan dilakukan oleh istrinya hingga Sanedi kembali pulang pada sorenya. Selama dia melakuakan pengiriman, paling jauh yaitu ke daerah Bandar Sah dan memakan waktu pergi-pulang selama tiga puluh menit. Untuk semua pesanan yang Sanedi kirimkan, dia tidak memberlakukan ongkos kirim; semuanya gratis.

Penghasilan bersih yang Sanedi dan keluarganya dapat per bulannya yaitu sekitar lima juta rupiah. Sanedi bersyukur dengan jumlah tersebut, dia dapat menghidupi keluarga. “Internet di daerah Natuna ini sekarang sudah bagus. Dulu belum ada 4G, kini sudah ada,” tutur Sanedi. “Hambatan-hambatan (dalam berjualan) kini berkurang dengan adanya internet.”

kominfo-281119-13
Heriman, 42, seorang pengepul ikan tangkapan nelayan mengakses internet menggunakan gawai di Teluk Baruk, Sepempang, Natuna, Selasa, 8 Oktober 2019. Akses internet dimanfaatkan Heriman untuk bertukarkabar dengan nelayan di Sangihe, Sulawesi Utara. Selain itu, teknologi komunikasi juga dia gunakan untuk mengakses aplikasi pemantau cuaca dan arah angin.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan