Kepala BNPB: Tentara Juga Harus Bisa Berperang Melawan Kerusakan Lingkungan
Letjen TNI Doni Monardo menyatakan tentara hari ini harus bisa berperang melawan kerusakan lingkungan.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Doni Monardo menyatakan tentara hari ini harus bisa berperang melawan kerusakan lingkungan.
Mantan Komandan Jenderal Kopassus itu mengingatkan bahwa tugas seorang prajurit TNI tidak hanya berperang melawan penjajah akan tetapi juga menjadi contoh dan mempelopori usaha-usaha dalam mengatasi kesulitan rakyat sekelilingnya.
Hal itu sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 ayat 2 UU 34 tahun 2004 tentang operasi militer selain perang.
Hal itu disampaikan di hadapan sekitar 150 prajurit dan perwira TNI pada acara Sosialisasi Penanggulangan Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) yang diselenggarakan di Aula Makodam XII/Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat pada Senin (2/12/2019).
Sosialisasi Penanggulangan Bencana Alam (Gulbencal) Karhutla diinisiasi sebagai upaya peningkatan pemahaman dan literasi yang diberikan kepada para prajurit TNI beserta komponennya dalam menghadapi ancaman bencana karhutla dengan menitikberatkan usaha pencegahan.
"Tentara hari ini harus bisa berperang menghadapi kerusakan lingkungan. Mengurangi penderitaan rakyat," kata Doni dalam keterangan resmi BNPB pada Senin (2/12/2019).
Menyinggung mengenai masalah kebencanaan dan lingkungan, mantan Sekjen Wantanas itu juga mengharapkan agar kebencanaan masuk ke dalam kurikulum TNI.
Hal itu penting mengingat wilayah Indonesia berada dalam kawasan 'ring of fire' dengan berbagai ancaman bencana alam dan masyarakat memiliki kerentanannya masing-masing di tiap-tiap daerah.
Selain itu, Doni tidak ingin jika nantinya prajurit TNI menjadi lemah karena minimnya kapasitas tentang penanggulangan bencana, karena masalah kebencanaan juga menjadi urusan seluruh sektor termasuk TNI.
"Masalah kebencanaan harus masuk kurikulum TNI. Karena semakin lama kita semakin lemah. Kita berada di negara dgn ancaman bencana alam seperti geologi, hidrometeorologi, kerusakan lingkungan dan sebagainya," ungkap Doni.
Selain itu ia juga menegaskan bahwa keselamatan rakyat harus menjadi tujuan utama karena hal tersebut menjadi hukum yang tertinggi dalam suatu negara termasuk Indonesia.
"Keselamatan rakyat menjadi hukum tertinggi," tegas Doni mengutip pepatah latin "Salus Popui Suprena Lex".
Menurut jenderal yang mempelopori program "Citarum Harum" itu, prajurit TNI juga harus memiliki jiwa kemanusiaan guna membantu mengurangi kesulitan rakyat tanpa harus menunggu perintah atau instruksi.
Oleh karena itu, Doni mengharapkan agar para prajurit menjadi pelopor yang memberi solusi bagi kesulitan rakyat khususnya dalam bidang lingkungan.
"Jangan menunggu komando atau instruksi. Kita harus tanamkan dari hati dan jiwa dalam rangka mengatasi kesulitan rakyat," kata Doni.
Doni juga sempat menyinggung masalah karhutla yang melanda sebagian besar wilayah Kalimantan termasuk Provinsi Kalimantan Barat.
Menurut catatannya, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat menjadi penyumbang emisi gas efek rumah kaca terbesar di dunia akibat kebakaran lahan dan gambut.
Menurutnya, apabila gambut yang 80%-nya adalah fosil kayu dan dedaunan itu kering dan terbakar, maka gambut sulit dipadamkan.
Oleh karena itu Doni meminta agar gambut dikembalikan ke kodratnya sebagai vegetasi yang basah dan menjadi solusi pencegahan.
"Yang di atas sedikit terbakar, tapi di dalamnya bara gambut menyala, dan yang mengganggu adalah asap dari terbakarnya gambut itu sendiri. Kita harus mengembalikan kodrat gambut sebagai vegetasi yang basah, berair dan berawa-rawa," kata Doni.
Berdasarkan data BNPB hingga tahun 2019, 99% karhutla disebabkan oleh faktor manusia.
Sebanyak 80% di antara hutan dan lahan yang terbakar itu kemudian menjadi perkebunan.
Doni juga mengungkapka sejumlah solusi dan contoh nyata dari upaya pencegahan karhutla dengan memperhatikan ekonomi, sosial dan lingkungan.
Beberapa langkah peningkatan sosial dan ekonomi adalah dengan memanfaatkan lahan gambut sebagai media tanam produktif selain kelapa sawit seperti nanas, cabai, lidah buaya, kopi loberica hingga buah naga menjadi salah satu solusi dari pertanian.
Selain itu menurutnya, budidaya perikanan air tawar juga bisa menjadi langkah yang dapat dijadikan solusi yang baik bagi masyarakat dan lingkungan.
"Masyarakat harus mendapat kepastian sosial dan ekonomi seperti bagaimana mendapatkan pendapatan selain dari membakar hutan," kata Doni. Karenanya dengan "Kita Jaga Alam, Alam Jaga Kita," kata Doni.