Komisioner KPU Terjaring OTT KPK
Pengamat Sebut Kehadiran Menkumham di Konferensi Pers PDIP Bukti Oligarki Partai Krisis Etika Publik
Abdul mengatakan oligarki partai cenderung tak bisa membedakan kedudukannya sebagai bagian partai atau pemerintahan yang sepenuhnya
Penulis:
Vincentius Jyestha Candraditya
Editor:
Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kehadiran Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly dalam konferensi pers PDI Perjuangan terkait kasus OTT terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan menuai polemik.
Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menilai oligarki partai yang menguasai pemerintahan Indonesia tengah menghadapi krisis etika publik.
Baca: Masinton Ungkap Jejak Dapat Sprinlidik Kasus Wahyu Setiawan
Abdul mengatakan oligarki partai cenderung tak bisa membedakan kedudukannya sebagai bagian partai atau pemerintahan yang sepenuhnya digaji oleh uang negara yang berasal dari rakyat.
"Sekarang ini kita sedang krisis etika publik. Oligarki partai yang menguasai pemerintahan hampir tidak bisa membedakan kapan dia bagian dari partai dan kapan dia bagian dari pemerintahan," ujar Abdul, ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (16/1/2020).
"Jadi etika membedakan fungsi publiknya yang seharusnya melayani rakyat dengan kedudukannya sebagai pengurus partai. Dengan mencampuradukkan peran-peran ini jelas-jelas sudah tidak punya, bahkan menginjak-nginjak etika," imbuhnya.
Abdul menilai bukan hanya menteri saja yang menyalahgunakan perannya demi kepentingan diri sendiri.
Ia mencontohkan seorang advokat yang terjun menjadi wakil rakyat di Senayan pun tak berbeda jauh.
Menurutnya, jabatan publik yang digaji oleh rakyat kerap dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya sendiri.
Lebih lanjut, Abdul menegaskan kehadiran Yasonna dalam konferensi pers PDIP harus direspons dengan membawa masalah tersebut ke dewan etik dan kehormatan pemerintahan.
"Menkumham harus dibawa ke dewan etik dan kehormatan pemerintahan, harus ada sanksi jika Pak Presiden tidak memberhentikannya," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, kehadiran Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly dalam konferensi pers PDI Perjuangan terkait kasus OTT terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan dinilai dapat berdampak kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pengamat politik Ray Rangkuti menilai kehadiran Yasonna layak dipertanyakan mengingat dirinya masih tercatat sebagai anggota Kabinet Indonesia Maju.
"Akan mudah mengundang pandangan negatif masyarakat bahwa seolah Menkumham akan mempergunakan pengaruhnya dalam proses penegakan hukum ini. Pandangan negatif yang tak bisa dihindari," ujar Ray, kepada Tribunnews.com, Kamis (16/1/2020).
Ray juga mengatakan Jokowi dapat terdampak lantaran seluruh kegiatan anggota kabinet sudah merupakan sepengetahuan presiden.
"Oleh karenanya, kehadiran Menkumham dalam acara ini dapat juga mengundang pandangan masyarakat bahwa Presiden memberi izin atas aktivitas Menkumham dalam advokasi hukum PDIP," kata dia.
Menurutnya, atas kejadian tersebut tentu akan muncul kekhawatiran yang kuat bahwa proses hukum tidak dijalankan dengan azas keadilan.
Jokowi selaku presiden, kata dia, diminta untuk menjaga netralitas anggota kabinetnya dalam setiap upaya penegakan hukum.
Baca: Mata Elang Rampas Sepeda Motor Warga di Jakarta Pusat, Begini Kronologinya
Sehingga seluruh anggota kabinet bekerja hanya untuk kepentingan bangsa dan negara, bukan untuk kepentingan individu atau kelompok.
"Kenyataan ini makin menegaskan dibutuhkannya sikap presiden agar memastikan anggota kabinetnya bersikap profesional. Saat yang bersangkutan dilantik sebagai anggota kabinet, saat yang sama ia menjadi milik warga Indonesia dan bekerja untuk seluruh warga Indonesia. Prinsip-prinsip seperti ini sebaiknya tetap dan makin diperkuat oleh presiden," pungkasnya.