Tragedi Susur Sungai
Tersangka Kasus Sungai Sempor Dibotaki, IGI : Seharusnya Polisi Tak Permalukan Guru Seperti Itu
Polisi telah menetapkan tiga tersangka kasus sungai sempor yang menewaskan 10 siswa SMPN 1 Turi. IGI meminta polisi untuk tidak mempermalukan guru.
Penulis:
Faisal Mohay
Editor:
Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Wakapolres Sleman, Kompol Akbar Bantilan telah menetapkan tiga pembina Pramuka SMPN 1 Turi sebagai tersangka dalam kasus susur sungai Sempor yang menewaskan 10 siswi.
Hal tersebut diungkapkan Kompol Akbar Bantilan di Mapolres Sleman, Selasa (25/2/2020).
Menurutnya, status tersangka ditetapkan setelah proses pemeriksaan dilakukan yang melibatkan 24 saksi.
Ketiga tersangka tersebut berinisial IYA, R, dan DS.
"Untuk itu, kami menetapkan sementara 3 pembina sebagai tersangka sesuai dengan perannya masing-masing," ungkapnya dilansir melalui YouTube Tribun Jogja TV, Selasa (25/2/2020).
Di Mapolres Sleman terlihat ketiga pembina ini menggunakan baju tahanan berwarna oranye dan polisi mencukur habis rambut mereka sampai botak.
Tindakan ini mendapatkan kecaman dari Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim.
Baca: Respons Kemendikbud Sikapi Tragedi Susur Sungai Sempor SMPN 1 Turi Sleman
Menurutnya hal ini merupakan penghinaan terhadap profesi guru.
"Peristiwa pemotongan rambut hingga botak terhadap guru-guru yang diduga lalai dalam menjalankan tugasnya sehingga kegiatan yang didampinginya merenggut nyawa anak-anak didiknya adalah sebuah penghinaan terhadap profesi guru," ungkapnya kepada Tribunnews.com, Rabu (26/2/2020).
Ia meminta Kapolri Jenderal Idham Azis untuk memberikan hukuman kepada oknum polisi yang telah mencukur habis rambut para tersangka.
"IGI menuntut Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk memberikan hukuman yang berat kepada pelaku oknum polisi yang telah menghina guru dengan cara memotong rambutnya hingga botak. Jika Kapolri tidak memberikan hukuman tersebut maka kami menuntut Kapolri untuk mengundurkan diri dari jabatannya," tegasnya.
Ia menambahkan jika guru tidak pantas mendapatkan perlakuan seperti itu.
Ramli juga membela para pembina yang sudah ditetapkan sebagai tersangka ini.

Menurutnya peristiwa meninggalnya 10 siswa SMPN 1 Turi dikarenakan faktor alam tanpa adanya unsur kesengajaan.
"Guru-guru ini juga memiliki keluarga dan kehormatan keluarga mereka juga harus dijaga karena mereka melakukan semua itu tanpa unsur kesengajaan tetapi murni karena kelalaian dan faktor alam," katanya.
Dirinya mengingatkan bahwa peran guru sangat besar bagi para petugas kepolisian terutama dalam bidang pendidikan.
Baca: Otak di Balik Tragedi Susur Sungai Sempor, Buat Polisi Berani Tetapkan Tersangka, Paham Sungai Tapi?
"Para polisi ini lupa kalau mereka tidak akan pernah menjadi polisi tanpa peran guru sedikitpun dan para polisi yang menggunduli ini seolah lupa bahwa membaca dan menulis pun mereka tak akan mampu jika tanpa dibantu oleh guru," ujar Romli.
Ia juga meminta polisi mengedepankan asas praduga tak bersalah dan tidak mempermalukan guru seperti ini.
"Dan karena itu seharusnya polisi ini bukan mempermalukan guru dengan cara-cara seperti itu tetapi seharusnya mereka memperlakukan guru dengan cara yang baik dengan tetap mengedepankan proses hukum dan asas praduga tak bersalah," ungkapnya.
Sementara itu, IYA sebagai tersangka meminta maaf kepada para keluarga korban atas kelalaiannya dan mengaku menyesal akan hal tersebut.

"Pertama, minta maaf atas kelalaian kami terjadi hal seperti ini. Kedua, kami sangat menyesal dan memohon maaf kepada keluarga korban terutama keluarga korban yang sudah meninggal."
"Ini sudah menjadi resiko kami sehingga apapun yang akan menjadi keputusan akan kami terima. Semoga keluarga korban bisa memafkan kesalahan kami," ungkapnya.
Ia menjelaskan, kegiatan susur sungai dilakukan untuk mendidik karakter para siswa.
"Latihan karakter supaya mereka bisa sedikit memahami sungai. Anak sekarang, kan, jarang yang main di sungai atau menyusuri sungai," katanya.
Ketika ditanya ketika susur sungai posisi para siswa di tengah atau pinggir, ia menjawab jika posisinya berada di pinggir sungai.
Baca: Gara-gara Ngeyel ke Pembina Pramuka, Siswi SMPN 1 Turi Selamat dari Tragedi Susur Sungai Sempor
Namun, ia menyatakan siswa tidak menggunakan alat safety karena saat itu air sungai hanya setinggi lutut.
IYA menceritakan kronologi kegiatan susur Sungai Sempor yang dibuatnya.
"Karena cuaca belum seperti kejadian. Pukul 13.30 WIB, saya berangkatkan cuaca masih belum hujan."
"Saya ikuti, saya cek di atas, di jembatan itu air juga tidak deras, kemudian saya kembali ke tempat start pemberangkatan sudah cek airnya."
"Kemudian di situ juga ada teman saya yang sudah terbiasa susur sungai di Sempor sehingga yakin saja tidak terjadi apa-apa," ungkapnya.
(Tribunnews.com/Faisal Mohay/Fahdi Fahlevi)