Mudik Lebaran 2020
Pengamat: Aturan Mudik Tumpang Tindih, Masyarakat Bingung Mau Ikut yang Mana
Sejumlah daerah telah menerapkan aturan terhadap aktivitas warganya di masa pandemi virus corona atau Covid-19 ini.
Editor:
Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah daerah telah menerapkan aturan terhadap aktivitas warganya di masa pandemi virus corona atau Covid-19 ini.
Di Jakarta, Pemprov DKI telah mengeluarkan aturan keluar masuk Jakarta menggunakan surat izin.
Itu pun terbatas hanya untuk beberapa kalangan yang memenuhi syarat.
Sementara itu, Pemerintah Pusat telah membuka kembali operasional sejumlah transportasi umum.
Belakangan pemerintah menyampaikan hanya mereka yang memenuhi ketentuan yang bisa menggunakan transportasi umum itu untuk ke luar kota.
Baca: Jumlah Warga yang Nekat Mudik Terus Bertambah, 52.076 Kendaraan Diminta Putar Balik
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah menilai kebijakan Pemerintah tentang larangan mudik mengakibatkan masyarakat bingung.
“Publik menurut saya bingung, aturannya ada sektoral masing-masing. Bingung masyarakat mau ikutin yang mana,” ujar Trubus saat dihubungi Kompas.com, Senin (20/5/2020).
Baca: Tegaskan Larangan Mudik Lebaran, Jokowi: Yang Kita Larang Mudiknya, Bukan Transportasinya
Ia juga menilai aturan dari masing-masing sektoral yang menuntut untuk segera diikuti masyarakat seperti panggung politik.
Padahal seharusnya aturan itu diawali dengan sosialiasi.
"Kan aturannya ikut sektoral masing-masing. Yang mana yang mau diikuti, anehnya itu surat kan kalau mau dibuat harus sosialisasi dulu, harus ada proses sosialisasi, ada komponen, ada edukasi, itu namanya aturan," ucapnya.
"Semua aturan itu mau ditegakkan, ini kan masih-masing lembaga itu kan jadi panggung politik,” kata dia.
Menurut Trubus, masyarakat mulai bingung ketika ada Permenhub Nomor 25 tahun 2020 diterbitkan tentang Pengendalian Transportasi Selama Musim Mudik Idul Fitri 1441 H dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19.
Transportasi yang diatur meliputi kendaraan pribadi maupun angkutan umum yang membawa penumpang seperti angkutan umum bus, mobil penumpang; kereta api; pesawat; angkutan sungai, danau dan penyeberangan; kapal laut; serta kendaraan pribadi baik mobil maupun sepeda motor.
Larangan ini berlaku untuk kendaraan yang keluar masuk di wilayah-wilayah yang telah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), zona merah penyebaran virus corona, dan di wilayah aglomerasi yang telah ditetapkan PSBB.
Setelah Permenhub muncul, lalu Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengeluarkan surat edaran yang memperbolehkan mudik masyarakat yang sesuai dengan kriteria.
Salah satunya, izin berpergian diberikan kepada masyarakat yang mengalami musibah, misalnya jika ada anggota keluarga yang sakit atau meninggal dunia.
Diperbolehkan juga pegawai Pemerintahan yang hendak ada urusan bisnis di luar kota.
Hal itu termuat dalam Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.
“Jadi itu tambah itu lagi aturan, lagian Gugus Tugas kok bukan Kementerian keluarin aturan," tuturnya.
"Masyarakat itu tambah bingung lagi, bingung lagi karena apa transportasi disediakan,” kata dia.
Bahkan usai diterbitkannya surat edaran dari Gugus Tugas, Kemenhub keluarkan Surat Edaran Nomor 4 tahun 2020 yang memperbolehkan transportasi umum beroperasi kembali.
Hal itu pun yang membuat Terminal Pulo Gebang bahkan Bandara Soekarno-Hatta kembali beroperasi.
Menurut Trubus, suatu hal yang sia-sia ketika fasilitas untuk masyarakat mudik dioperasikan kembali, namun masyarakatnya sendiri malah tak diperbolehkan mudik.
Sehingga menimbulkan kekacauan dan kebingungan masyarakat dalam momen Lebaran ini.
“Nah itulah makanya masyarakat tambah bingung lagi ‘kenapa saya enggak boleh sama sekali (mudik). Ini kan semuanya bus itu diizinkan lalu buat apa? kalau penumpangnya dilarang kan sama aja bohong, itu kan jadi kebohongan publik,” ujar Trubus.
“Menurut saya arahan Bapak Presiden ini sudah benar tapi berbeda-berbeda aturan dari yang di bawahnya, jadi masyarakat dan Pemda sama-sama bingung,” ujar Trubus.
Menurut dia, bahkan setelah dibukanya transportasi dengan berbagai syarat untuk mudik membuat masyarakat banyak yang tidak lagi patuh dengan PSBB.
Hal itu dibuktikan dengan ramainya penumpang Bandara Soekarno-Hatta beberapa waktu lalu yang tidak bisa dipastikan apakah hendak mudik atau ada urusan bisnis maupun keluarga.
Peristiwa itu pun dinilai tak bisa dikendalikan seluruhnya oleh aparat lantaran kurangnya personel.
“Karena informasi yang simpang siur dari kebijakan Pemerintah yang tumpang tindih, akhirnya masyarakat bingung enggak karuan. Buat surat izin, namun kita enggak tahu apakah itu original atau tidak," katanya.
"Bagaimana mau dicek aparat dengan personel terbatas, makanya bandara itu ramai dari Pukul 02.00 WIB hingga 20.00 WIB,” ucap dia.
Selain ramai di Bandara Soekarno Hatta, Trubus juga melihat bus-bus di Terminal Pulo Gebang yang jadi satu-satunya bus Antar Kota Antar Provinsi beroperasi mulai ramai.
Beberapa penumpang pun ada yang tak diperbolehkan mudik meski sudah ada izin dan membawa surat keterangan dari RT dan RW.
“Surat keterangan RT RW pada awalnya dibolehkan jalan, tapi setelah ada surat edaran dari gugas tugas enggak boleh. Jadi kelihatannya jalur darat enggak boleh mudik tapi malah di jalur terbang dilonggarkan,” tutur dia.
Sebelumnya, Pengoperasionalan kembali moda transportasi antarkota antarprovinsi bukan berarti pemerintah telah mencabut larangan mudik.
Hal itu ditegaskan oleh Presiden Joko Widodo saat membuka rapat terbatas ihwal percepatan penanganan Covid-19 di Istana Merdeka, Jakarta, melalui telekonferensi, Senin (18/5/2020).
"Perlu diingat juga yang dilarang itu mudiknya, bukan (penggunaan) transportasinya," ujar Jokowi.
Baca: Habib Bahar Diduga Langgar Aturan Asimilasi, Sempat Gelar Ceramah di Hadapan Jamaah
Jokowi mengatakan, pemerintah tetap melarang masyarakat mudik demi mencegah penyebaran Covid-19 di daerah.
Adapun moda transportasi jarak jauh diizinkan kembali beroperasi demi kelancaran distribusi logistik dan alat kesehatan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Pengamat: Aturan Pemerintah Terkait Mudik Lebaran Membingungkan Masyarakat
PKS Beri Nilai 4 Untuk Pemerintah
Anggota Komisi II DPR Fraksi PKS Mardani Ali Sera mengkritik cara kerja Pemerintah Pusat dalam menangani pandemi virus corona atau Covid-19.
Menurut Mardani, saat ini Pemerintah Daerah sedang bekerja keras menekan penyebaran Covid-19 di wilayahnya.
Baca: KPK Mengaku Belum Bisa Paparkan Secara Detil soal Dugaan Korupsi PT DI
Untuk itu, ia tak segan memberikan nilai 8 bagi kepala daerah yang sedang berjuang.
Namun, Mardani memberi nilai 4 bagi pemerintah pusat.
Hal itu disampaikan Mardani saat diskusi bertajuk Menyoal Carut Marut Komunikasi dan Kebijakan Publik Di Masa Pandemi melalui virtual, Senin (18/5/2020).
"Jadi sampai sekarang pun ketika lagi jalan Pemda, Pemda ini lagi kerja keras di satu acara saya bilang pemerintah pusat nilainya empat, Pemda nilainya delapan," kata Mardani.
Atas penilaian itu, Mardani menjelaskan bagaimana pemerintah daerah berusaha menahan kelompok masyarakat yang masuk wilayahnya.
Usaha itu dilakukan untuk menekan angka positif virus corona di wilayahnya.
Namun, di tengah usaha para kepala daerah itu, pemerintah pusat justru membuat aturan yang membingungkan.
Salah satunya, terkait larangan mudik yang dinilai kurang tegas.
Lalu, soal kebijakan transportasi yang membingungkan.
Mardani mencontohkan bagaimana warga di wilayah PSBB dilarang berpergian keluar kota.
Peryataan itu berbanding terbalik bagaimana terjadi penumpukan orang di Bandara Soekarno-Hatta beberapa waktu lalu.
Baca: Respons ASDP Soal Penumpukan Penumpang di Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni
"Semua Pemda kerja keras. Biar enggak banyak yang bergelimpangan. Tapi lagi kerja, tiba-tiba digangguin oleh kebijakan mudik yang tidak jelas, kebijakan transportasi yang tidak jelas dll," ucap Mardani.
"Persepsi, ketika persepsi terhadap masalahnya tidak jelas maka respons kedua kebijakannya sangat tidak jelas," jelasnya.