Pilkada Serentak 2020
Pilkada 9 Desember Dinilai Berisiko, Anggaran Rp 10 Triliun Sebaiknya untuk Penanggulangan Covid-19
Melihat kondisi tersebut, anggota Komite I DPD Abraham Liyanto meminta agar Pilkada ditunda tahun 2021.
Editor:
Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaksanaan Pilkada serentak pada tanggal 9 Desember 2020 sangat beresiko karena dilaksanakan ditengah penyebaran wabah virus Corona atau Covid 19.
Resiko pertama adalah masyarakat semakin banyak terluar virus tersebut karena tahapan Pilkada sudah akan dimulai tanggal 15 Juni.
Resiko kedua adalah minimnya partisipasi publik karena rakyat enggan ke Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Melihat kondisi tersebut, anggota Komite I DPD Abraham Liyanto meminta agar Pilkada ditunda tahun 2021.
Dia meminta agar tidak memaksa Pilkada digelar ditengah pandemi karena bisa melahirkan kerugian lebih banyak, terutama menyangkut jiwa manusia.
“Kenapa harus dipaksa sih? Ini kan pandemi. Kenapa enggak tunggu reda dulu. Ini menyangkut nyawa manusia loh,” kata Abraham di Jakarta, Jumat (12/6/2020).
-
Baca: Pilkada 2020 Tetap Akan Digelar, Ada 40 Daerah Zona Merah Covid-19, Anggarannya Rp 4,77 Triliun
Ia menjelaskan lebih baik dana Rp 10 trilun untuk Pilkada dialihkan untuk penanganan Covid 19.
Dana itu bisa membantu masyarakat miskin, membiayai yang sakit dan membeli Alat Pelindung Diri (APD) untuk petugas kesehatan.
“Dana sebesar ini akan sangat bermanfaat bagi daerah apabila dapat digunakan untuk penanganan pandemi dan pemulihan dampak Covid-19 bagi masyarakat daerah,” ujar Abraham.
Dia menegaskan Komite I DPD sudah menyatakan sikap menolak pelaksanaan Pilkada 9 Desember.
Alasannya, Pilkada akan merusak makna dan kualitas demokrasi sebagai sarana untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat karena tidak memperhatikan aspek sosio-ekonomi dan kesehatan masyarakat.
“Pandemi telah berdampak meningkatnya jumlah korban dan kerugian harta benda. Kemudian meluasnya cakupan wilayah yang terkena bencana, serta menimbulkan implikasi pada aspek sosial ekonomi yang luas di Indonesia. Maka dalam kondisi seperti ini, Pilkada hendaknya ditunda supaya tidak menimbulkan lebih banyak lagi korban jiwa,” jelas Abraham yang merupakan anggota DPD dari Propinsi NTT ini.
- Baca: Kasus Baru Positif Covid-19 di Indonesia Bertambah 1.111 Orang Hari Ini, Total Jadi 36.406 Kasus
Ketua Kadin Propinsi NTT ini juga menyebut dana Rp 10 trilun sebaiknya digunakan untuk membangun infrastruktur jaringan komunikasi.
Hal itu bisa membantu pelaksanaan Pemilu atau Pilkada lewat sistem E-Rekap atau E-Voting.
Kedua model itu bisa melahirkan Pemilu atau Pilkada yang lebih baik dan berkualitas.
“Dana Rp 10 triliun bisa digunakan untuk memperbaiki data jumlah penduduk atau Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang masih kacau. Atau membangun satelit ruang angkasa agar bisa perbaiki sistem dan data Pemilu atau Pilkada kita. Kelemahan besar bangsa ini selama ini adalah soal data. Dengan menggunakan digitalisasi, kelemahan itu bisa diatasi,” tutur Abarham yang sudah tiga periode menjadi anggota DPD.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengemukakan Pilkada 9 Desember 2020 bisa ditunda, tetapi dengan syaratnya jika terjadi lonjakan Covid-19 luar biasa yang sulit dikendalikan.
Hal itu pun sudah dinyatakan dalam Perppu tentang Pilkada yang masih membuka peluang untuk ditunda.
"Kita ambil skenario optimis 9 Desember tapi dalam Perpppu itu membuka peluang. Jika keadaan tidak memungkinkan, katakan kalau korban meningkat, kenaikan luar biasa, masih ada peluang untuk undur ke periode berikut," kata Tito di Jakarta, Kamis (11/6/2020).
Ia menyadari bahwa memang ada resiko dalam pelaksanaan Pilkada tanggal 9 Desember 2020 ditengah pandemi Covid-19. Resiko pertama adalah kesehatan masyarakat dari wabah Covid-19.
Resiko kedua adalah rendahnya partisipasi publik.
Namun dia mengajak masyarakat Indonesia untuk melihat pengalaman negara Korea Selatan (Korsel) yang berhasil melaksanakan Pemilu Legislatif (Pileg) ditengah pandemi Covid-19.
Dia optimis Indonesia bisa belajar dari Korsel untuk menyukseskan Pilkada 9 Desember.
"Kita sekarang sudah mulai memahami cara beradaptasi dengan Covid. Kita tunda dari September ke Desember, daripada mengangkat Plt (Pelaksana Tugas, Red) sampai 2020 karena belum ada vaksin. Kalau Plt lama akhirnya pemerintah tidak legitimate," tutur Tito.
Disetujui DPR
Kemarin, Komisi II DPR RI menggelar rapat kerja dengan Menteri Dalam Negeri, Ketua KPU, Ketua Bawaslu dan Ketua DKPP membahas pelaksanaan pilkada serentak 2020, Kamis (11/6/2020).
Dalam rapat yang mengagendakan pembahasan anggaran pilkada, turut hadir Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo.
Zona Merah
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo meminta penyelenggara pilkada mengetahui dan memahami detil daerah yang rawan penyebaran Covid-19.
Dalam mengukur tingkat penularan virus suatu daerah Gugus Tugas membaginya berdasarkan zonasi.
Terdapat empat zonasi yakni merah yaitu zona risiko penularan tinggi, orange yakni zona risiko sedang, kuning zona risiko rendah, dan hijau zona tidak terdampak.
"Mohon kiranya penyelenggara Pilkada untuk bisa mengetahui secara detail daerah mana saja yang menjadi zona hijau, kuning, orange, dan merah," ujar Doni.
Dari 9 provinsi dan 261 Kabupaten atau kota yang menyelenggarakan Pilkada 2020
menurutnya terdapat 43 daerah tidak terdampak (hijau), 72 daerah memiliki risiko ringan (kuning), 99 daerah berisiko sedang (orange), dan 40 daerah berisiko tinggi (merah)penularan Covid-19.
"Data ini bapak pimpinan akan berkembang terus setiap minggu oleh karenanya besar harapan kami seluruh penyelenggara bisa mengikuti perkembangan yang ada," katanya.
Pihaknya menurut Doni bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan akan memberikan dukungan dalam penyelenggaraan Pilkada pada 9 Desember nanti.
Termasuk dalam pemenuhan Alat Pelindung Diri (APD) pada penyelenggaraan Pilkada.
"Dengan adanya Pilkada serentak dan melibatkan banyak pihak maka APD dan pendukung lainnya harus disiapkan lebih banyak lagi. Kami mohon arahan Menkeu untuk sumber pendanaannya kira-kira gunakan sumber dana yang mana," pungkasnya.
Sumber: Tribunnews.com/aco/fik/mam