Politikus PDIP: Rangkap Jabatan Lecehkan Profesionalisme dan Berpotensi KKN
Politikus senior PDI Perjuangan TB Hasanuddin mengkritisi sejumlah pejabat negara yang rangkap jabatan.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus senior PDI Perjuangan TB Hasanuddin mengkritisi rangkap jabatan sejumlah pejabat negara.
Hal tersebut fenomena tersebut dapat memicu konflik kepentingan dan korupsi.
"Sangat tak adil. Masih banyak anggota masyarakat yang mungkin lebih cakap. Masak iya, sejumlah jabatan strategis BUMN hanya diduduki segelintir orang saja," kata politikus senior PDI Perjuangan TB Hasanuddin melalui keterangannya, Senin (29/6/2020).
Baca: Ombudsman Ungkap Ada 397 Komisaris BUMN Rangkap Jabatan pada Tahun 2019
Anggota Komisi I DPR RI ini memandang dengan adanya rangkap jabatan, kesempatan kerja masyarakat untuk menduduki satu posisi menjadi berkurang, lantaran satu orang ditempatkan di dua bahkan tiga jabatan.
"Ini sangat melecehkan profesionalisme. Apalagi kalau orang itu ditempatkan di perusahaan yang berbeda dengan berbagai jabatan," ujarnya.
Menurut Hasanuddin, rangkap jabatan sudah pasti rangkap penghasilan.
Baca: Pengamat: Menteri Rangkap Jabatan Dikhawatirkan Timbul Konflik Kepentingan
Hal ini, kata Hasanuddin, menimbulkan pemborosan anggaran apalagi orang yang rangkap jabatan ini tak fokus dalam bekerja.
Dikatakannya, rangkap jabatan juga berpotensi mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan wewenang dan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme .
"Misalnya saja seorang pejabat di Kementerian yang juga menjabat komisaris di beberapa BUMN. Nah ini berpotensi korupsi, kolusi dan nepitisme karena ada peluang," ujarnya.
Baca: Formappi: Menteri Rangkap Jabatan Melanggar Undang-Undang
Selain itu, Hasanuddin juga menyoroti adanya perwira tinggi TNI dan Polri aktif yang menduduki jabatan komisaris BUMN.
Ia menegaskan bahwa pengangkatan perwira TNI-Polri dalam jajaran BUMN bertentangan dengan peraturan perundang-undangan khususnya UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI (UU TNI) dan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).
"Kementerian BUMN harus melakukan evaluasi kebijakan pengangkatan prajurit dan perwira aktif sebagai komisaris BUMN karena melanggar undang-undang," ujarnya.
Ombudsman Ungkap Ada 397 Komisaris BUMN Rangkap Jabatan pada Tahun 2019
Ombudsman RI telah melakukan kajian terhadap jabatan komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang merangkap jabatan.
Menurut kajian Ombudsman RI, terdapat 397 komisaris di perusahaan BUMN yang rangkap jabatan pada tahun 2019.
Baca: Ombudsman Siapkan 3 Langkah Mengantisipasi Maraknya Hoaks Saat Pilkada 2020
Sementara 167 komisaris rangkap jabatan berada di anak usaha BUMN itu sendiri.
Anggota Ombudsman RI Alamsyah Saragih mengatakan, indikasi rangkap jabatan di dewan komisaris sebanyak 397 pada BUMN, sedangkan 167 terindikasi pada anak perusahaan BUMN.
“Pertama ada kira-kira 397 di BUMN dan 167 di anak perusahaan Komisaris yang terindikasi rangkap jabatan,” kata Alamsyah dalam video conference yang berjudul ‘Ombudsman RI Mencermati Rekrutmen Komisaris BUMN dan anak perusahaan’, Minggu (28/6/2020).
Lebih lanjut, Alamsyah menjelaskan, bahwa indikasi rangkap jabatan ini berpotensi merugikan negara, karena aka nada sifat conflict of interest atau konflik kepentingan.
Dengan demikian, Ombudsman akan selalu mengawal proses rekrutmen jabatan di BUMN.
Alamsyah juga mengatakan bahwa terdapat 142 BUMN yang bergerak diberbagai sektor.
Namun, hanya 15 BUMN yang menyumbangkan kontribusinya kepada negara, atau sekira 76 persen pendapatan sebesar Rp210 triliun pada tahun 2019.
Baca: Kementan Minta Bank BUMN Ikut Bantu Salurkan Kredit Pangan Selain Beras
“Komisaris yang rangkap jabatan otomatis double penghasilan, dan Komisaris yang ditempatkan di BUMN tidak memberikan pendapatan yang signifikan bahkan merugi,” jelasnya.
Ia menambahkan, para komisaris yang terindikasi rangkap jabatan itu berasal dari berbagai sektor, mulai dari aparatur sipil negara (ASN), TNI/Polri, akademisi, hingga simpatisan partai politik.