Ledakan di Jakarta Utara
Minta Penanganan Tragedi SMA 72 Tak Sepotong-sepotong, DPR: Momen Perbaiki Sistem Sekolah Ramah Anak
Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PDIP, Selly Andriany Gantina, meminta penanganan tragedi di SMA Negeri 72 Jakarta dilakukan menyeluruh.
Ringkasan Berita:
- Selly Andriany Gantina menegaskan penanganan tragedi ledakan di SMA Negeri 72 Jakarta harus menyeluruh dan lintas instansi.
- Politisi PDIP ini menilai peristiwa ini menjadi peringatan serius bahwa banyak sekolah belum sepenuhnya menjadi ruang aman bagi anak.
- Anggota Komisi VIII DPR RI ini mendorong pembentukan Tim Respon Krisis Sekolah.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Selly Andriany Gantina, meminta agar penanganan atas tragedi ledakan di SMA Negeri 72 Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Jumat (7/11/2025) lalu, harus dilakukan secara menyeluruh.
Selly mengatakan, kejadian tersebut bukan sekadar bencana fisik, tetapi juga meninggalkan dampak psikologis luas bagi seluruh ekosistem sekolah, mulai dari siswa, guru, orang tua, hingga tenaga pendukung.
“Kita tidak hanya bicara soal luka tubuh, tetapi juga luka batin. Anak-anak, guru, orang tua, bahkan petugas sekolah bisa mengalami trauma. Karena itu, penanganannya tidak boleh sepotong-sepotong, harus menyeluruh, lintas aspek, dan lintas instansi," kata Selly kepada wartawan, Minggu (9/11/2025).
Sebelumnya ledakan terjadi di SMAN 72 Jakarta saat kegiatan keagamaan di sekolah. Peristiwa itu menyebabkan 54 orang terluka, sebagian besar siswa, yang kini masih menjalani perawatan di sejumlah rumah sakit di Jakarta.
Pelaku pengeboman diduga merupakan siswa berusia 17 tahun yang mengalami tekanan sosial dan perundungan (bullying) di lingkungan sekolah.
Terkait hal itu, Selly Gantina menyebut tragedi ini sebagai peringatan serius, banyak sekolah di Indonesia belum sepenuhnya menjadi ruang aman bagi anak.
Ia juga menyoroti pandangan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menilai pelaku kurang mendapatkan perhatian dari orangtua dan sekolah, namun menegaskan bahwa masalah tersebut harus dilihat dalam konteks tanggung jawab sistemik.
“Masalahnya bukan hanya di rumah atau di sekolah, tapi di ekosistem perlindungan anak yang belum bekerja optimal. Anak kehilangan ruang aman untuk bicara, kehilangan telinga yang mau mendengar,” ucapnya.
Menurut Selly, banyak anak kini melampiaskan rasa terasing dan kegelisahan ke ruang digital, di mana konten ekstrem bisa menjerumuskan.
“Jika sekolah tidak ramah dan rumah tidak menjadi tempat curhat, maka media sosial mengambil alih fungsi pendidikan emosional anak. Itu yang berbahaya," ungkapnya.
Lebih lanjut, Selly menekankan, penanganan pascatragedi tidak cukup hanya secara medis. Ia menilai, trauma akibat peristiwa tersebut bersifat komunal dan berdampak pada seluruh lingkungan sekolah.
“Anak yang tidak terluka pun bisa trauma. Guru, staf, hingga orangtua juga terdampak secara psikis. Maka, pemulihan psikotraumatik harus dilakukan menyeluruh, bukan selektif,” ujarnya.
Karenanya, ia mendorong Kementerian PPPA, Dinas Pendidikan, dan KPAI untuk segera membentuk Tim Respon Krisis Sekolah yang melibatkan psikolog, guru BK, serta perwakilan orang tua.
Tim tersebut diharapkan mampu melakukan asesmen psikologis dan menyusun program pemulihan kolektif pasca-trauma di lingkungan sekolah.
Ia juga menyoroti perlunya evaluasi menyeluruh terhadap konsep Sekolah Ramah Anak, yang dinilai belum memiliki indikator terukur dan mekanisme pengawasan yang kuat.
Ledakan di Jakarta Utara
| Update Kondisi Korban Ledakan di SMAN 72 Jakarta: Masih Ada yang Dirawat di Ruang ICU |
|---|
| TNI AL Tingkatkan Pengamanan di SMAN 72 Jakarta Pasca-Insiden Ledakan |
|---|
| Terduga Pelaku Ledakan SMA 72 Korban 'Broken Home' Tinggal Bersama Ayah, Ibunya Kerja di Luar Negeri |
|---|
| Mensos Ungkap Kondisi Korban Ledakan SMAN 72 Jakarta yang Masih Dirawat di RS Islam Cempaka Putih |
|---|
| KPAI Bakal Temui Orang Tua Siswa Terduga Pelaku Ledakan di SMAN 72 Jakarta, Akan Sampaikan Hal Ini |
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.