Kemendikbud Tegaskan Tak Ada Klaster Penularan Covid-19 di Sekolah
Faktanya para siswa dan guru tertular Covid-19 sebelum penerapan pembelajaran tatap muka dan tidak di lingkungan sekolah.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bersama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Kementerian Agama (Kemenag) melakukan penyesuaian terhadap panduan penyelenggaraan pembelajaran pada tahun ajaran 2020/2021 dan tahun akademik 2020/2021 di masa pandemi Covid-19.
Berdasarkan aturan terbaru, sekolah yang berada di zona kuning dan hijau diizinkan untuk melakukan pembelajaran tatap muka.
Pertimbangan membuka pembelajaran tatap muka di zona kuning dan hijau juga merupakan bentuk kesadaran pemerintah akan banyaknya aspirasi masyarakat terkait kendala dan dampak negatif dari pembelajaran jarak jauh (PJJ).
PJJ menjadi opsi yang dilakukan agar hak pendidikan bagi para peserta didik tetap terpenuhi di tengah pandemi.
"Kita menyadari bahwa pelaksanaan PJJ tidak ideal karena berbagai hambatan. Atas dasar itu kemudian juga karena pertimbangan bahwa PJJ, jarak jauh ini telah menyebabkan banyaknya peserta didik yang putus sekolah," ujar Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Jumeri.
Senada dengan Jumeri, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara mengatakan penerapan pembelajaran tatap muka dibutuh di wilayahnya.
Kondisi geografis Kabupaten Nunukan terdiri dari tiga kategori yaitu kategori perkotaan, seperti Kecamatan Nunukan dan Nunukan Selatan; kategori pulau terluar seperti Kecamatan Sebatik; dan kategori daerah 3T yang terisolir dan hanya memiliki akses udara seperti Kecamatan Krayan.
"Hampir 30 persen wilayah Kabupaten Nunukan tidak ada jaringan internet sehingga para pendidik yang harus aktif mengunjungi rumah peserta didik karena tidak ada jaringan internet. Namun mengacu pada SKB Empat Menteri kami sudah melakukan sosialisasi pada guru agar tetap mengikuti protokol kesehatan dengan ketat," tutur Junaidi.
Baca: Kemendikbud Izinkan Dana BOS untuk Anggaran Rapid Test Belajar Tatap Muka Wilayah Zona Kuning
Meski begitu, terdapat sejumlah kabar yang menyatakan bahwa sekolah menjadi klaster baru penyebaran virus corona akibat pemberlakuan pembelajaran tatap muka di zona hijau dan kuning setelah pemerintah melakukan penyesuaian SKB.
Jumeri mengatakan kabar tersebut tidak benar karena faktanya para siswa dan guru tertular Covid-19 sebelum penerapan pembelajaran tatap muka dan tidak di lingkungan sekolah.
Kemendikbud telah melakukan klarifikasi kepada Dinas Pendidikan Provinsi, hingga Kabupaten dan Kota demi mencari kebenaran mengenai kabar tersebut.
"Bahwa informasi yang terjadi tumbuhnya atau timbulnya klaster baru di dunia pendidikan akibat SKB 4 menteri relaksasi SKB 4 menteri sebenarnya tidak tepat," ujar Jumeri.

Kabar penularan Covid-19 di lingkungan sekolah yang diklarifikasi oleh Jumeri adalah yang terjadi di Papua. Sebelumnya, terdapat pemberitaan yang menyebutkan bahwa 289 siswa di Papua terpapar virus corona.
Jumeri mengatakan jumlah peserta didik yang tertular tersebut merupakan akumulasi sejak bulan Maret hingga Agustus. Dia membantah para siswa tersebut tertular setelah pemerintah menetapkan pembukaan sekolah.
"Itu jumlah peserta didik 5-18 tahun yang terpapar dalam kehidupan sehari-harinya, tidak di sekolahnya atau satuan pendidikannya. Dan yang tertular di satuan pendidikannya hanya satu anak dan itupun terjadi sebelum pembukaan. Jadi bukan karena membuka zona untuk melaksanaan KBM tatap muka," kata Jumeri.