Sabtu, 13 September 2025

Kasus Djoko Tjandra

Fakta Baru Kasus Suap Djoko Tjandra, Kejagung Telusuri Pembelian Mobil BMW Jaksa Pinangki

Kejaksaan Agung akhirnya menetapkan Djoko Sugiarto Tjandra sebagai tersangka dalam kasus suap terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari.

Editor: Adi Suhendi
Kolase TribunnewsWiki/KOMPAS/DANU KUSWORO, Tribun-Timur/Dok Pribadi
Oknum Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang ikut terseret dalam kasus Djoko Tjandra. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung akhirnya menetapkan Djoko Sugiarto Tjandra sebagai tersangka dalam kasus suap terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari.

Penetapan tersangka terhadap Djoko Tjandra itu dilakukan usai terpidana kasus cessie Bank Bali itu diperiksa penyidik secara maraton pada 25 dan 26 Agustus.

”Pada hari ini penyidik menetapkan lagi satu orang tersangka dengan inisial JST (Joko Sugiarto Tjandra),” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Hari Setiyono dalam konferensi pers di Kompleks Kejagung, Jakarta, Kamis (27/8/2020).

Baca: Irjen Napoleon Bantah Terima Suap, Kuasa Hukum: Red Notice Djoko Tjandra Terhapus Sejak 11 Juli 2014

Djoko Tjandra diduga sebagai pihak pemberi suap kepada Jaksa Pinangki terkait pengaturan upaya Peninjauan Kembali (PK) di PN Jakarta Selatan.

Tak hanya itu, Pinangki diduga turut mengurus fatwa bebas Djoko Tjandra dalam kasus cessie Bank Bali ke Mahkamah Agung (MA).

Hari mengatakan, pengurusan fatwa MA itu terjadi pada rentang waktu November 2019 hingga Januari 2020.

Fatwa MA sendiri berisikan pendapat hukum yang diberikan oleh MA atas permintaan lembaga negara terhadap suatu perkara.

Baca: Babak Baru Kasus Djoko Tjandra: Ditetapkan jadi Tersangka Pemberi Suap hingga Dugaan Berkonspirasi

Dalam hal ini, Joker—begitu Djoko Tjandra biasa dijuluki-- meminta agar dirinya tak perlu menjalani eksekusi putusan MA pada 2009 silam.

”Tersangka JST (Joko Soegiarto Tjandra) ini statusnya adalah terpidana, kira-kira bagaimana caranya mendapatkan fatwa agar tidak dieksekusi oleh eksekutor yang dalam hal ini jaksa," ujar Hari.

Hari belum dapat menjelaskan secara rinci kronologi dari rencana pengajuan fatwa Djoko Tjandra tersebut.

Pasalnya, Pinangki merupakan seorang jaksa sehingga tak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan fatwa MA.

Baca: Djoko Tjandra Ditetapkan Sebagai Tersangka Pemberi Suap ke Jaksa Pinangki

Namun, ia menegaskan bahwa penerbitan fatwa MA itu tak berhasil dilakukan.

"Faktanya adalah fatwa itu tidak berhasil sehingga untuk saat ini penyidik baru menemukan pengurusan fatwa itu akhirnya tidak berhasil," kata Hari.

Untuk mengurus semua hal tersebut, Djoko Tjandra diduga menjanjikan suap 500 ribu dolar AS kepada Pinangki.

Diduga uang itu akan diberikan bila Pinangki berhasil membantu Djoko Tjandra lepas dari kasus cessie Bank Bali.

Baca: MA Pastikan Tak Ada Permintaan Fatwa Hukum Terkait Perkara Djoko Tjandra

Selain uang 500 ribu dolar AS, Pinangki diduga juga pernah menerima pemberian lain dari Djoko Tjandra, yakni sebuah mobil BMW.

Hal itu ditelusuri penyidik dengan memeriksa Yenny Praptiwi selaku Sales PT Astra International BMW Sales Operation Branch Cilandak.

Yenny diperiksa sebagai saksi pada Rabu (26/8/2020).

"Untuk mencari bukti tentang aliran dana yang sempat dibelikan mobil BMW," ujar Hari Setiyono.

Saksi lainnya yang diperiksa ialah Muhammad Oki Zuheimi selaku Manager Station Automation System Garuda Indonesia.

Ia diperiksa dalam kaitannya soal dugaan perjalanan Jaksa Pinangki ke luar negeri untuk bertemu Djoko Tjandra saat masih buron.

"Pemeriksaan saksi dilakukan guna mencari serta mengumpulkan bukti tentang perjalanan Tersangka menggunakan maskapai garuda keluar negeri dan diduga bertemu dengan Terpidana Djoko S Tjandra," ujar Hari.

Hari menyatakan Djoko Tjandra disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor.

Baca: Dua Jenderal Polisi Akui Terima Uang Untuk Bantu Penghapusan Red Notice Djoko Tjandra

"Pasal sangkaan, Pasal 5 ayat 1 huruf a UU 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001," kata Hari.

"Atau sangkaan yang kedua, pasal 5 ayat 1 huruf b UU pemberantasan tindak pidana korupsi atau yang ketiga adalah pasal 13 UU pemberantasan tindak pidana korupsi," tambahnya.

Sebagai informasi, kasus dugaan penerimaan hadiah oleh aparat penegak hukum ini mencuat usai Pinangki terungkap bertemu dengan Djoko Tjandra di Malaysia pada 2019 silam.

Padahal, kala itu Djoko Tjandra masih menjadi buronan Korps Adhyaksa terkait kasus dugaan korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali.

Pinangki sendiri sudah terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan pada 11 Agustus.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Pinangki ditahan di Rumah Tahanan (rutan) Kejagung cabang Salemba pada Rabu (12/8/2020) lalu.

Dia dijerat dengan Pasal 5 huruf b UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman maksimal lima tahun penjara.

Selain Pinangki, proses penegakan hukum dalam sengkarut pelarian Djoko Tjandra juga dilakukan oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

Setidaknya, Polri menangani kasus pembuatan surat jalan palsu dan dugaan korupsi dalam penghapusan red notice  Djoko Tjandra selama buron.(tribun network/igm/dod)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan