Komisi IX Minta RI Tetap Tegas Larang Ganja Meski Ada Pelonggaran Untuk Keperluan Medis
Komisi IX DPR menghormati keputusan Komisi PBB yang merestui rekomendasi WHO untuk menghapus ganja dari kategori obat paling berbahaya
Penulis:
Seno Tri Sulistiyono
Editor:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi IX DPR menghormati keputusan Komisi PBB yang merestui rekomendasi WHO untuk menghapus ganja dari kategori obat paling berbahaya di dunia dan bisa digunakan untuk keperluan medis.
Menurutnya, restu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tersebut tidak serta merta dapat diimplementasikan di seluruh negara, apalagi Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Narkotika.
"Kita punya amanah rakyat yang harus di hormati oleh siapapun juga, termasuk WHO dan PBB sekalipun. Di mana ganja diatur tegas dan pelarangnya, masuk dalam golongan 1," ujar Rahmad saat dihubungi, Jakarta, Kamis (3/12/2020).
"Bahkan kalau tidak salah Indonesia secara resmi menolak terhadap usulan pelonggaran soal ganja oleh WHO," sambung Rahmad.
Menurut Rahmad, semua pihak saat ini terus melakukan perang terhadap berbagai jenis narkoba, yang telah membuat ribuan anak bangsa meninggal dunia.
Baca juga: Keputusan Terbaru PBB: Hapus Ganja dari Daftar Narkotika
"Jadi amanah rakyat Indonesia harus di hormati dan kawal sampai kita benar-benar terbebas dari narkoba. Tidak boleh dibiarkan dalam bentuk pelonggaran aturan narkoba untuk bentuk apapun yang melawan undang-undang, kita harus tegas," paparnya.
Diketahui, Komisi Obat Narkotika PBB (CND) mencabut ganja dan turunannya dari Daftar IV Konvensi Tunggal Narkotika 1961.
Dalam pemungutan suara oleh Komisi CND yang diikuti 53 negara anggota, menghasilkan 27 suara menyatakan dukungan dengan mengizinkan penggunaan ganja untuk tujuan medis.
Kemudian, 25 suara menyatakan keberatan dan satu suara abstain. Dengan demikian, ganja secara resmi keluar dari daftar narkoba berbahaya dan adiktif.