ICW Nilai Penindakan KPK Tahun 2020 Mengendur
Berdasarkan data ICW, terang Kurnia, KPK hanya melakukan 91 penyidikan, 75 penuntutan, dan 108 eksekusi selama 2020
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Eko Sutriyanto
Ia juga mengusulkan agar satuan tugas yang bertugas mencari para buron diganti oleh satuan tugas yang memiliki kinerja lebih baik.
ICW juga menilai ada ketidakjelasan dalam penuntasan sejumlah kasus besar yang ditangani oleh KPK.
Kurnia mengatakan, kasus-kasus tersebut semestinya dapat ditindaklanjuti oleh KPK karena telah sampai pada proses persidangan.
"Ada empat di sini yang kita highlight perkara besar yang rasanya tidak ditindaklanjuti oleh KPK hari ini," katanya.
Kasus pertama yang dimaksud Kurnia yakni dugaan korupsi proyek e-KTP yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp2,3 triliun.
Baca juga: Penyebab Kebakaran Kejagung Masih Misteri, Amien Rais Singgung Kasus BLBI: Saya Khawatir
Menurut Kurnia, KPK seharusnya dapat mengembangkan kasus tersebut karena dakwaan dua pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto, menyebutkan bahwa sejumlah nama politikus yang turut menerima aliran uang dalam kasus ini.
"Di sana disebutkan spesifik namanya siapa, dugaan penerimaannya berapa, harusnya itu bisa ditindaklanjuti oleh KPK," kata Kurnia.
Di samping itu, KPK juga belum menerapkan pasal pencucian uang terhadap mantan Ketua DPR Setya Novanto yang telah dinyatakan bersalah dalam kasus ini.
Selain kasus e-KTP, KPK juga diminta segera menuntaskan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan terdakwa Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim yang kini berstatus buron.
"Ada perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia,kerugian negaranya Rp4,58 triliun dan ini pun tindak lanjutnya kita tidak tahu seperti apa," ujar Kurnia.
Dua kasus lainnya adalah kasus proyek Hambalang dan kasus Bank Century.
Selain menuntaskan perkara-perkara warisan dari periode sebelumnya, KPK didorong untuk berani mengambil alih kasus dugaan suap terkait pelarian Djoko Tjandra.
Menurut Kurnia, KPK harus mengambil kasus itu karena ditengarai melibatkan aparat penegak hukum.
"Dalam konteks Djoko Tjandra, poin kami bukan pada supervisi tapi KPK harus mengambil alih perkara tersebut karena perkaranya perkara yang besar, yang kedua melibatkan aparat penegak hukum," katanya.