Penanganan Covid
Kasus Covid-19 Melonjak, Ini Alasan Pemerintah Tak Batasi Kegiatan di Jawa Bali Sebelum Libur Nataru
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan alasan pemerintah baru mengetatkan pembatasan sosial di Jawa Bali setelah kasus Covid-19 melonjak.
Penulis:
Inza Maliana
Editor:
Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM - Kasus Covid-19 di Indonesia di awal tahun 2021 melonjak sangat tinggi.
Penambahan kasus baru Covid-19 di Indonesia pada Kamis (7/1/2021) hari ini mencapai rekor tertinggi.
Sebanyak 9.321 pasien telah terkonfirmasi positif Covid-19 hingga total kasus mencapai 797.723 jiwa.
Kelonjakan ini sebelumnya memang telah diprediksi oleh beragam Epidemiolog.
Ada banyak faktor yang menjadi dugaan penyebab lonjakan kasus Covid-19 ini seperti perayaan Pilkada dan liburan Natal dan Tahun Baru 2021 (Nataru).
Baca juga: Pengetatan Pembatasan Sosial di Jawa-Bali, Pengamat: Pemerintah Harus Terapkan Aturan yang Tegas
Pemerintah pun telah melakukan beragam upaya untuk mengatasi kelonjakan kasus corona di Indonesia.
Di antaranya penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali pada 11-25 Januari 2021 mendatang.
Namun sejumlah spekulasi muncul di masyarakat mengapa pemerintah baru menetapkan kebijakan tersebut setelah kasus Covid-19 melonjak.

Padahal, kebijakan tersebut bisa dilakukan sebelum libur panjang natal dan tahun baru untuk mengantisipasi kelonjakan kasus.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto pun menjelaskan alasan pemerintah baru menetapkan kebijakan ini.
Menurutnya, kebijakan tersebut baru terlaksana setelah melihat data kenaikan kasus Covid-19.
Airlangga mengakui, sebelum itu pemerintah masih memberlakukan relaksasi di masyarakat.
Baca juga: Airlangga Optimistis Pertumbuhan Ekonomi RI di 2021 Bisa 5 Persen, Vaksin Bisa Jadi Game Changer
Hal itu disampaikan Airlangga dalam Audiensi tentang Vaksinasi, Pemulihan Ekonomi, dan PSBB Jawa-Bali bersama Tribunnews.com, Kamis (7/1/2021).
"Pemerintah melakukan ini sesuai dengan angka-angka kenaikan, jadi kita sudah monitor data,"
"Kemarin sudah dilakukan PSBB, kemudian relaksasi, kemudian dilakukan PSBB kembali, ini sudah sesuai dengan data-data yang ada," kata Airlangga.
Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional ini juga menyebut, pemerintah tidak membatasi mobilitas orang untuk keluar rumah.

Sebab, menurutnya beragam klaster baru penularan Covid-19 yang ada justru terjadi di rumah, atau termasuk klaster keluarga.
"Dalam situasi pembatasan ini, pemerintah tidak membatasi mobilitas orang karena beberapa klaster juga adanya di rumah."
"Klaster-klaster inilah yang harus kita monitor."
"Jadi yang dibatasi adalah kerumunan dan mengurangi orang yang tidak bisa menjaga jarak," katanya.
Baca juga: Epidemiolog Menilai Pembatasan Aktivitas di Jawa-Bali Langkah Tambahan Cegah Penularan Covid-19
Terkait penerapan pembatasan sosial ini, Airlangga meminta agar para pemerintah daerah mempersiapkan diri.
Termasuk menyiapkan tempat bagi para pasien Covid-19 tanpa gejala untuk melakukan isolasi.
"Kita mendorong apabila ada masyarakat yang terkonfirmasi virus corona tanpa gejala harus langsung masuk dalam isolasi."
"Misalnya di Jakarta pemerintah daerah menyiapkan hotel-hotel untuk tempat isolasi mandiri."
"Jadi menyesuaikan terhadap situasi di daerah masing-masing," ujarnya.
Alasan pemerintah tak gunakan istilah Lockdown
Diketahui, Airlangga Hartarto juga menjelaskan alasan pemerintah tidak menggunakan istilah 'Lockdown'.
Hal itu terkait dengan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali pada 11-25 Januari 2021 mendatang.
Menurutnya, sejak awal pemerintah telah memutuskan tidak akan menggunakan istilah Lockdown untuk menekan laju penyebaran virus corona.
Baca juga: Airlangga Hartarto Bicara Pembatasan Sosial di Jawa Bali: Bukan Pelarangan, Masyarakat Jangan Panik
Pasalnya, menggunakan istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) saja sudah membuat perekonomian Indonesia turun.
"Kita tidak pernah menggunakan istilah lockdown sejak awal, dengan PSBB saja perekonomian nasional turun."
"Dari minus 2,7 persen menjadi minus 5,32 persen," kata Airlangga.
Airlangga menuturkan, tidak mudah memulihkan kembali perekonomian nasional di tengah pandemi Covid-19.

Menurutnya, pemerintah membutuhkan waktu hingga membuat perekonomian Indonesia tidak terpuruk.
"Untuk memulihkan sampai positif itu butuh waktu, sekarang (perekonomian) kita dikuartal keempat diperkirakan minus 2,2 persen sampai minus 0,9 persen," ujarnya.
Lebih lanjut, Airlangga menyebut dampak tak menggunakan istilah Lockdown membuat perekonomian Indonesia tidak jatuh lebih terpuruk.
Baca juga: 8 Aturan dalam Pembatasan Sosial di Jawa-Bali, 11-25 Januari 2021: Mall Tutup Pukul 19.00 WIB
Bahkan, dari 20 besar negara, Indonesia berada di urutan kedua setelah China dalam hal kontraksi ekonomi yang lebih rendah .
"Dan tentu pembatasan sosial yang diperkenalkan di Indonesia ini membuat perekonomian kita terkontraksi lebih rendah dibanding negara lain."
"Dari 20 negara, Indonesia nomor 2 sesudah China, sedangkan mereka yang menerapkan lockdown kontraksinya lebih dalam semuanya diatas 10 persen," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Maliana)